Skip to main content

Posts

Showing posts from 2019

Melawan Dunia

Petang itu, matahari baru mulai menghilang dari cakrawala. Menorehkan lembayung yang masih malu-malu untuk menyombongkan diri - mungkin ia masih bingung dengan jati dirinya yang hanya ada dan tiada diantara siang dan malam.  Tetapi, petang itu rasanya berbeda. Aku dan segenap pekerjaanku yang menumpuk di pundakku. Sedangkan kamu yang tidak biasanya sudah menunggu di meja di seberang sana.  Aku mempercepat langkahku sembari menilik jam tangan,  " Akh, terlambat . . " aku berucap sambil sedikit terengah-engah. Yah, berlari memang bukan kekuatanku. Tetapi, membuatmu harus menunggu rasanya juga tidak terasa benar.  Tidak seperti hari-hari biasanya, kamu lebih tergesa untuk cepat keluar dari gedung kantor yang menjulang. Sedangkan, aku yang terlihat lebih kusut harus berlari-lari mengejar waktu - takut kamu menunggu terlalu lama. Aku selalu benci untuk menunggu namun, entah dengan sihir apa, kamu selalu bisa membuat aku tidak pergi ketika kamu terlambat. "Hai, sorry l

rasa - asa?

Kamu ingat, aku dulu pernah berkata mengenai sebuah rasa yang masih tertinggal. Ini bukan romantisme - bukan sebuah kata cinta. Rasa ingin seperti sebuah sayatan. Ada - dan bahkan terasa, namun cukup kecil untuk dilupakan. Seperti sariawan yang berada di dinding mulut. Mengganggu. Tapi, jika didiamkan maka bisa saja terhiraukan. Namun akan sedikit membuat bibir ini mengernyit, ketika kemudian tergelitik oleh gerak lidah.  Terkadang rasa itu hilang. Ketika melihat kamu datang dan tersenyum ke arahku. Entah ada daya magis apa yang tertanam disana, yang bisa dengan segera membuat rasa itu enyah -- walau kemudian, kembali datang.  Ingatkah kamu aku pernah mengatakannya? Dan sungguh aku ingin dunia -- untuk membuat aku mencintai kamu, karena seakan-akan seluruh alam semesta berlomba-lomba untuk mempertemukan aku dan kamu. Nah, disaat yang sama, alam semesta juga yang menentang kita untuk bersama.  Karena - dari sisi nalar apa, air dan api bisa bersatu? Karena - entah dilihat darimana

nadir

Mungkin kita sudah sampai pada titik ini Dimana hanya keheningan yang mengisi Ketika hati sudah enggan untuk berujar Karena sang waktu yang sudah lelah untuk dikejar Hati kita tidak lagi tersentuh kelitik yang jahil Yang ternyata hanya sudi untuk mampir Tapi tak ingin bertahan selama sejati Dan, Jika kamu bertanya tentang aku Maka akan kulepas kamu Untuk mengejar semua cita yang sedari dulu didamba Karena jika memang ini adalah suratan Maka, akan tetap ada di kita di hari esok Dan, jika semua indah hanya ilusi memori Maka, ijinkan aku pamit undur diri ....

How long is a minute?

How long is a minute? How do you count the agony of waiting for the time to keep on ticking .. Tick .. Tock .. That bloody 60 ticking .. Just for me to received a 'beep' .. And .. How can a text message can make my lips smiling for the whole day. There must be some enchanted spell that you put there. Although, I must admit that vodoo thing is not suitable with the digital technology nowadays . How can just a single hello can just break all my fences down? And how a glimpse of your smile can throw me back to the moon? Irrational .. yet true. Yet, you tiptoe into my head every single time and jump in my dream every single night. Even I, won't even expect that an angel could do the same. . How do you spell love? How do you put it down on just a simple 4 letter words? . How you torture me .. .. to keep on being hungry .. for another minute . for another beep. for another hello. for another four-letter words. - somewhere on end of

Jakarta

Ada yang hilang dari langit Jakarta petang ini Bukan karena pekak suara klakson kendaraan yang saling beradu Atau, Bukan juga karena peluh debu yang bersatu Ada yang hilang dari langit Jakarta petang ini Keramahannya pada seorang sunyi seperti aku Seakan mencoba untuk menepis dan tak mau berjalan lagi di sisi Aku, aku yang berjalan Beriringan dengan langkah-langkah para pencuri senja Aku yang berjalan Mencoba menerobos suara yang ramai dengan hati yang sepi Ada yang hilang dari langit Jakarta petang ini Membuat aku merasa asing, dengan sebuah percobaan atas rasa damai Membuatnya terlihat kejam -- tak lagi menyapa ramah para penjaja waktu Jakarta tak lagi terasa hangat dan bersahabat Ada yang hilang dari langit Jakarta petang ini Mungkinkah aku yang harus berlabuh di ujung samudera lain?

Persona

I always believe that being alone is not miserable. What makes it unbearable is how other people thought about it. But then, people will always believe what they want to believe? So, why even bother trying to convince them something that won't change? The truest pain is loneliness. It could crawl up to your mind and brain on the loudest day ever. It could just eat your soul alive. And, loneliness is sad. It makes you believe that you are not worthy. It makes you feel like you're an outcast - that you don't belong. And for that, I am an expert now. It's funny now to think that how everyone can never know anyone. Just like an old friend of mine who I bumped into last week, she told me that she can never picture me to ever feel lonely. Why would she? I always put up a bright persona. My former manager also mention once that I am a "must-do" person. And, every force task is just a great new adventure. But actually, inspite of my cheerful and can-do attit

I miss him

I have been thinking bout my dad a lot lately. Well, precisely, I always think about my dad when I'm upset or sad. Sometimes I always feel how the universe is so unfair - making one great man to die too soon.  But, again,  I never valued him this much before. Maybe that's what people said about regret. It always comes later ... Well, my dad always become the benchmark of every milestone I have in my life. He's the one that inspire me to get higher degree, to have a successful career, and to be a good person.  For some reason, lately I have been feeling kinda lost.  One of my father's lesson that I always look up to is. "Always take an extra mile in every thing that you do. No matter how hard it is - it would teach you something. You may not feel it now, but someday you'll be grateful for the extra work you have done." And now, I feel like I wanna give up.  It's not like I am quitter. It just feels like the extra mile has gone
I keep telling my self that today is going to be a good day And at the end of the night, I would burst my self to tears again Sitting alone in the dark, so no one could see my tears falling down to my cheek I keep telling my self that the storm will pass And every inch of my body is aching,  knowing that tomorrow I will still have to walk into the fire again I keep telling my self that I am alright but, I don't know if it is actually right The thought of leaving is haunting me down .. and I can't stop my head from spinning .. and I can't stop my heart from beating too fast And, my mind keep screaming -- telling me to go But, I don't have the courage to do so All I want is just ... for the pain to stop

Out of Love

I won't tell you I'm lonely 'Cause it might be selfish I won't ask you to hold me 'Cause that won't mend what's helpless There's not a thing I could say Not a song I could sing For your mind to change Nothing can fill up the space Won't ask you to stay But let me ask you one thing When did you fall out of love? When did you fall out of love with me? I can't float in an ocean That's already been drained I won't cry at your feet now I know my tears will fall in vain There's not a thing I could say Not a song I could sing For your mind to change Nothing can fill up the space Won't ask you to stay But let me ask you one thing When did you fall out of love? When did you fall out of love with me? No use wondering While your change in heart has wandered So I ask you this question 'Cause it might help me sleep longer When did you fall out of love? When did you fall out of love with me?

Teh dan Kopi (Part 4)

Sabtu ke - 22 Teh "Sepertinya ...", ia beralih dari laptop kerjanya dan memandang ke arahku. "Sepertinya apa?" tanyanya bingung. Aku bergumam pelan, " I think we should stop seeing each other. " Jari-jarinya yang sedari tadi menari di atas tombol keyboard laptop berhenti. Ia hanya diam saja, sambil mendesah. Ada sebuah jeda panjang yang cukup kikuk di antara kami. Sampai akhirnya ia menutup layar laptopnya dan meluruskan duduknya menghadap tepat ke arahku. Jangan. Rasanya aku ingin menjerit dalam hati. "Ada apa?" ia tersenyum Aku luluh . Ia memegang tanganku, perlahan . Dan, aku pun tidak berusaha untuk mencegahnya. " I .... like you ." Ia tersenyum, ".. aku tahu." jawabnya singkat sambil meremas tanganku. Aku merajuk, memintanya untuk menanggapiku dengan serius. Kopi Aku tidak pernah menyangka ia akan memintaku untuk berhenti menemuinya. Bagaimana itu bisa dilakukan, ketika ia sudah menjadi se

A new perspective

Someone once told me that there is nothing wrong with changes. He said that it would give me new perspective. He said, with me being away, it would makes me appreciate the thing that I had before. And yes, sure, Lately, I have been feeling it to be true. To be away with the things that I used to hold on - makes me realize that I have been spoiled. And now, I need to learn how to survive. To learn how to be brave again. And, sometimes, inevitably -- learning how to be OK with the sound of nothingness. Of course, once in a while, I envy those people who are still surrounded by luxury things. Obviously, I would constantly complain about the absence of my old routine. And, also sometimes, I would try to run away -- find the best escape route, just to get rid of the pain. How I hate changes. I wish some things were just stay the same -- forever. But then, I won't ever learn how to fly higher. I won't grow. But then, I also kind of asking my self, ... do I real

An empty chat room

"Apa itu di tangan kamu?" Tiba-tiba sebuah suara mengagetkan lamunanku. Aku menoleh, memandang sebuah wajah dari mana suara itu berasal. "Kamu tahu lha, ini apa?" aku menjawab sambil menegak isapan terakhir botol itu. Aku mengambil botol lain yang kutaruh di belakang punggungku, "mau?" aku menawarkan padanya. Ia hanya menggeleng. Aku membuka botol itu dan meminum nya sedikit. "Jadi, seperti ini rasanya." ia melanjutkan, "mabuk kepayang ya?" Aku tertawa parau, "aku tidak mabuk. Apalagi hanya untuk mabuk menangisimu." "Aku tidak pernah bilang kamu sedang menangisi aku," sahutnya. "Kamu hanya menangisi dirimu yang takut sepi," Aku sedikit tersedak mendengar kata-katanya, "sepi ...." bisikku lirih. Rasanya ulu hatiku semakin tertonjok mendengar kata-katanya.  "Kamu akan baik-baik saja bukan tanpa aku?" ia bertanya sambil menyondongkan tubuhnya ke arahku.  "Aku ak