Skip to main content

Posts

Showing posts from 2017

Jendela di lantai 25

Aku terbangun dari tidurku. Tubuhku terasa dingin dan aku menarik selimut untuk semakin membenarmkan tubuhku disana. Agak samar-samar aku mulai mengingat bahwa aku tidak berada di kamarku sendiri. Akh .. aku kemudian menghela nafas panjang. Mengingat bahwa sudah hampir 12 jam aku berada di tempat ini.  Aku melihat sosoknya yang berdiri menghadap ke arah jendela besar yang terdapat tepat di depan tempat tidur ini. Aku selalu menyukai punggungnya. Melihat sosoknya yang tegap disana, seakan dunia hanya miliknya dan si langit. Aku suka melihat bagaimana siluetnya terbentuk dari remangnya kamar ini dan memantul ke dinding di sebelahnya.  "Sudah bangun?" ia seakan terkaget melihat aku sudah duduk dengan memeluk selimut dengan erat di tengah-tengah tempat tidur.  Aku hanya mengangguk. Sedikit tersipu, mengingat aku hanya terbungkus oleh selimut ini dan tidak ada helai kain lainnya. Tiba-tiba ia menghampiri tempatku duduk dan membelai rambutku yang berantakan, " You

Muara

Kau adalah puisi hati Di kala rindu tak bertepi Ku ingin kau ada saat ku membuka mata Hinggaku menutupnya kembali Kau sirnakan kabut kelabu Di savana pencarianku Bagai embun pagi kau Lepaskan dahaga kemarau hati Kaulah lukisan pagi yang ku kembar untuk senjaku Kaulah selaksana bunga yang warnai musim semiku Di kala hati ini Gundah Kau membuatnya menjadi cerah Kaulah matahariku dan kaulah samudra Tempat hatiku bermuara Kau jawaban dari doaku Yang akhiri penantianku Bagai bintang jatuh Kau hadirkan harapan di dalam Hati Kaulah deburan ombak yang pecahkan batu karangku Kaulah gugusan bintang yang hiasi malam gelapku Di kala hati hati ini Gundah Kau membuatnya menjadi cerah Kaulah matahariku dan kaulah samudra Tempat hatiku bermuara

Literasi

Malam ini terlihat lebih sunyi dari biasanya. Mungkin karena ini hari Senin dan bukan waktu yang biasanya dihabiskan para pekerja metropolitan untuk menghabiskan waktu di tempat ini. Tempat ini belum pernah menjadi pilihan pertamaku, tetapi hanya untuk malam ini aku rindu untuk menegak alkohol dengan kadar yang lebih tinggi dari bir-bir minimarket.  Sudah lebih dari dua pramusaji bertanya padaku apakah aku menunggu orang lain dan untuk kesekian kalinya pula aku hanya menggeleng sambil tersenyum. Mulutku asam. Entah karena memang aku belum mengisi perutku dengan makanan solid atau karena jeruk nipis yang aku hisap setelah menegak tequila  yang rasa pahitnya tidak mengguyur beban di kepalaku.  Malam ini tidak seperti malam-malam sebelumnya dimana aku akan terbiasa tenggelam oleh pekerjaan yang tidak ada habisnya. Malam ini, aku muak dengan semua tugas yang tidak kunjung berakhir. Entah aku muak atau mungkin berita yang kudengar hari ini terlalu memuakkan untuk tidak dihapus d

Things I hate about You

I hate the way you talk to me And the way you cut your hair I hate the way you drive my car I hate it when you stare I hate your big dumb combat boots And the way you read my mind I hate you so much that it makes me sick It even makes me rhyme I hate the way you're always right I hate it when you lie I hate it when you make me laugh Even worse when you make me cry I hate the way you're not around And the fact that you didn't call But mostly I hate the way I don't hate you Not even close, not even a little bit, not even at all. (10 things I hate about You)

Senja dan Cangkir Kopi

.. dan disini kita berada.  Di antara senja dan dua buah cangkir kopi.  Melihat matamu yang berbinar ketika cangkir kopi itu dihadapkan ke arahmu. Menikmati bagaimana tubuhmu mengalun bersama dengan aromanya yang merayap keluar dari cangkir itu.  Kamu menghela nafas dan menengok ke arah surya yang semakin tenggelam. Menilik indahnya lembayung yang mulai merekah. Jingga ..  .. dan disini kita berada.  Di antara senja dan dua buah cangkir kopi.  Melihat senyummu yang merekah ketika kamu menegaknya. Menghangatkan kerongkonganmu yang sedikit tercekat dinginnya sore.  Merasa cemburu dengan ufuk barat, yang berhasil menangkap mentari dan menjaganya hangat disana.  .. dan disini kita berada Di antara senja dan dua buah cangkir kopi. Kepada kamu, si pecinta senja dan kopi.  Aku mencintai kamu .. tanpa adanya jeda. Tanpa karena .. tanpa tetapi ..  .. hanya untuk bermuara.  

........

"Aku takut." "Takut untuk apa?" "Untuk mencintai kamu." "Kamu mencintai aku?" "..." "Jangan takut." "Kenapa?" "Mengapa takut akan cinta?" "Karena sakit." "Tidak," "nngg ..." "cinta tidak pernah menyakiti. Ekspektasi yang menyakitimu." "Ekspektasi?" "Ekspektasi untuk kembali dicintai. Ekspektasi untuk mendapatkan apa yang kamu mimpikan. Ekspektasi sebuah adegan yang sempurna." "Bukankah wajar?" "Apa yang wajar?" "Untuk berharap?" "Betul. Tapi, jangan salahkan cinta jika apa yang kamu mau tidak bisa kamu dapatkan." "Lalu?" "Tidak ada yang salah. Karena cinta seharusnya bisa selalu mengerti." "Sampai kapan harus mengerti? Kenapa tidak boleh meminta untuk dimengerti?" ".. sampai kamu tidak merasa harus menuntut apa-apa. Untuk bisa mencint

Shake It Out

Regrets collect like old friends Here to relive your darkest moments I can see no way, I can see no way And all of the ghouls come out to play And every demon wants his pound of flesh But I like to keep some things to myself I like to keep my issues drawn It's always darkest before the dawn And I've been a fool and I've been blind I can never leave the past behind I can see no way, I can see no way I'm always dragging that horse around All of his questions, such a mournful sound Tonight I'm gonna bury that horse in the ground So I like to keep my issues drawn But it's always darkest before the dawn Shake it out, shake it out, shake it out, shake it out And it's hard to dance with a devil on your back So shake him off And I am done with my graceless heart So tonight I'm gonna cut it out and then restart 'Cause I like to keep my issues drawn It's always darkest before the dawn And it's

Teh dan Kopi (Part 3)

Sabtu ke-10 Teh "Kamu sudah menikah?" aku bertanya seraya memperhatikan jari manisnya yang sudah terpasang sebuah cincin emas.  "Oh ini?" dia bertanya sambil menunjuk cincin yang sedari tadi aku perhatikan.  Aku mengangguk.  "Belum. Akan." jawabnya singkat.  " Engagement ring , ya?" aku kembali bertanya dan kali ini ia yang menjawab dengan mengganggukkan kepala.  Aku memasang wajah bingung, "Kok kamu nggak pernah cerita?" "Apa yang harus diceritain? Nggak ada yang menarik kok," jawabnya sambil tersenyum. "Ya ..... it's not usual aja." jawabku ringan.  Ia menarik nafas panjang, " Long story short; kami bertunangan sekitar enam bulan yang lalu. Maybe that's what people do when they have dated for so long ."  Aku menggeleng tanda tidak setuju.  "Enggak gimana?" ia bertanya. " Well, the happy ever after doesn't necessarily end with

Small Talk

" I don't believe we actually did it ," tiba-tiba perempuan itu membuka suara. Di tengah deruan nafas mereka yang beradu, hanya ada suara desiran AC yang menemani mereka di malam itu.  " You didn't like it ?" laki-laki itu menoleh ke arah perempuan yang terbaring di sampingnya.  Perempuan itu tertawa kecil, " Love it, babe ." jawabnya seraya mengecup bibir si laki-laki yang masih terlihat agak terkejut.  Si laki-laki bangkit dan berjalan dan memainkan musik dari sebuah iPod yang terpajang tepat di hadapan tempat tidur mereka.  " You want something to drink ?" tanyanya sambil menoleh ke si perempuan yang masih berbaring di atas seprai putih.  " I want to have a cigarette, can I ?"  "Kamu merokok?"  " Occasionally, tapi kalau disini nggak boleh merokok ya nggak apa-apa lowh." perempuan itu bangun dan menghampiri si laki-laki. " A glass of wine, will be just fine ."  &

Teh dan Kopi (Part 2)

Sabtu ke-6 Teh "Jadi, kenapa kamu tidak suka membeli buku?" aku bertanya padanya tanpa basa -basi.  "Maksudnya?" ia membelalakkan matanya. Sambil perlahan meletakkan cangkir kopinya.  "Itu .. " aku menunjuk ke i-Pad yang selalu ia bawa-bawa. Aku pernah mengintipnya bekerja dan aku tahu semua coretan-coretannya akan dia simpan di dalam iPad itu. "Dari kesimpulan mana kamu bisa bilang aku nggak suka membeli buku? Sok tahu!" sahutnya sebal. " Well, sorry .. it's my bad habit to ask with accusation. Aku coba rephrase  ya, kamu kok suka scribbling di layar sentuh itu?"  " Eco friendly , kan?" jawabnya sambil tertawa.  " Actually there is no particular reason at all , sih. Tapi lebih praktis aja, karena dalam sebuah benda yang sama, aku  bisa melakukan banyak hal sekaligus. Nggak ribet. Why? "  Kopi "Kurang romantis aja," sahutnya menanggapi jawabanku.  "Kok

Kiss by Kiss

You can't believe How did I succeed I went where no one's gone before I opened up your heart And tiptoed through the door To forevermore What did I do I took my time with you The other girls they moved too fast I knew the way to make it last Was take it slow I let it grow Kiss by kiss, and baby Touch by touch that you want from me so much Darling Kiss by kiss is how I Got you to fall in love with me like this Now here's the key I made you come to me I didn't run, I didn't chase I played it cool, I gave you space Before I knew I was holding you Made every kiss Just so hard to resist I always left you wanting more Careful not to give it all I played it smart I won your heart Kiss by kiss, and baby Touch by touch that you want from me so much Darling Kiss by kiss is how I Got you to fall in love with me like this Night by night and Baby day by day You grew to feel that special way Darling Kiss by kiss is how I Got you to fall in love with me like this I wanted you from

Bad Dream

" Tell me where it hurts? " aku bertanya sekali lagi sambil mencondongkan wajahku mendekat.  Don't cry , aku selalu benci melihatmu menangis. Atau aku mungkin benci fakta bahwa aku tidak tahu apa yang bisa membuatmu menangis seperti ini.  "Semuanya .." kamu menjawab lirih sambil memeluk dirimu sendiri.  Disaat seperti ini, kamu terlihat begitu mungil .. begitu rapuh. Berulang kali aku mencoba untuk menahan diriku untuk tidak mendekap kamu lebih keras ke arahku, mencoba untuk tidak membuat tubuhmu semakin remuk. Atau .. mungkin aku takut aku yang semakin tidak bisa melepaskan kamu.  Kamu berulang kali berupaya untuk menahan luapan emosi yang ada di dalam tubuh mungilmu dan betapa aku benci harus melihatmu tersiksa seperti itu.  " Make .. it .., " sekejap kamu terlihat agak tersedak ketika berusaha untuk berbicara, " .. stop. " katamu kembali sambil terisak. Lebih keras dibandingkan satu menit yang lalu.  "Apa yang

Teh dan Kopi (Part 1)

Sabtu ke-1 Teh Hari ini kedai cukup ramai. Tidak seperti biasanya. Mungkin karena sedang ada reservasi untuk .. akh, bridal shower .  Sungguh menarik. Bagaimana mungkin orang merayakan sesuatu yang mengekang kebebasan dengan begitu bahagia? Bersolek, mengambil gambar, dan ... membuat lelucon dengan sebuah kue yang melambangkan sesuatu yang sangat personal. Aneh. Kopi Aku memasuki kedai ini dengan agak ragu-ragu. Temanku yang memberitahu bahwa tempat ini akan memberikan nuansa baru untuk lidahku.  Ramai , pikirku.  Dengan agak enggan aku memasuki kedai itu. Cukup menarik dengan interior yang lumayan minimalis. Agak bingung aku mencoba mencari tempat yang kosong. Hingga akhirnya aku melihat sebuah kursi di samping jendela yang terbuka.  Ada seorang perempuan disana, duduk sendiri dengan hanya sebuah buku di tangannya.  Aku mendekat, "Boleh ikut duduk disini?"  Terbiasa untuk tinggal di negara tetangga, membuatku merasa tidak bermasalah u

The Last One

Ia menegak habis isapan bir itu.  Sudah gelas kedua dan ia belum merasa untuk berhenti. Entah sudah ada minuman apa lagi yang sebelumnya ia teguk.  Tangannya bergerak memanggil pelayan untuk meminta gelas tambahan, tetapi secara halus aku menghalanginya.  "Stop," kataku lirih.  Ia hanya menatap tajam. Belum pernah aku lihat dia semarah itu.  Ia hanya menarik nafas panjang dan tak berkata apa-apa. Sesekali bibirnya bergerak, seperti ingin menggerutu tetapi yang keluar dari bibirnya hanyalah hembusan angin yang panjang.  Aku belum pernah melihatnya menegak alkohol dan tidak kusangka efeknya membuat ia semakin sekaku ini. Ia duduk dengan lebih tegap tetapi dengan wajah yang ia tundukkan. Ia marah .. atau ia ingin marah. Untuk itu, aku masih kurang paham.  "Kenapa?" tanyanya perlahan. Ada keraguan ketika ia membuka suaranya. Suaranya bergetar, entah menahan marah atau ia ragu bahwa itu adalah pertanyaan yang tepat.  Aku menghela napas. Untuk be

... love?

I've found almost everything ever written about love to be true. Shakespeare said "Journeys end in lovers meeting."  What an extraordinary thought.  Personally, I have not experienced anything remotely close to that, but I am more than willing to believe Shakespeare had. I suppose I think about love more than anyone really should. I am constantly amazed by its sheer power to alter and define our lives.  It was Shakespeare who also said "love is blind". Now that is something I know to be true.  For some quite inexplicably, love fades; for others love is simply lost. But then of course love can also be found, even if just for the night.  And then, there's another kind of love: the cruelest kind. The one that almost kills its victims. Its called unrequited love.  Of that I am an expert. (The Holiday)

Menari

"Latihan menari?" aku bertanya seraya membelalakkan mata. "Iya," sahutmu mantap. " Dance . Tapi bukan yang kayak modern dance gitu. Aku mau latihan waltz ." lanjutmu lagi. Dan seperti biasa, ketika kamu mulai bercerita mengenai mimpimu, matamu pasti akan menerawang jauh. Seperti berlari menuju langit khayalanmu. " And why on earth would you do that? " aku bertanya, masih tidak paham dengan ceritamu. " I don't know ," jawabmu seraya mengangkat bahu. Tetapi kamu tersenyum. Ah, senyum itu. Entah sudah berapa kali kamu tersenyum seperti itu. Bukan tersenyum layaknya kamu baru saja menyelesaikan ujian skripsimu atau senyum ketika kamu berhasil mendapat kerja. Senyum itu, hanya terjadi ketika kamu mulai berbicara mengenai mimpi-mimpimu. " Well, kamu tahu lagunya Ed Sheeran yang Thinking Out Loud itu?" ia kembali berbicara. "Kemarin aku lihat music video nya. Somehow  aku kayak langsung klepek-klepe

Berita Kehilangan

Aku adalah orang yang paling menderita di dunia ini. Mencintai kamu yang tidak ada. Merindukan kamu yang tidak kunjung datang. Mencintai sebuah ide . Sebuah bayang akan kamu. Sungguh aku adalah orang yang paling menderita di dunia ini. Karena kita sudah jenuh dengan drama. Dengan pertanyaan, "Mengapa?"  Mencintai kamu, bak mencintai udara. Yang lekat. Dekat. Tapi tidak dapat didekap. Maka, aku lepaskan kamu. Merelakan kepergianmu, yang belum pernah singgah. Mengusir kamu. Kehilangan kamu. Karena malam ini, kita sudah jengah untuk bertahan.  Sudah lelah berpegangan.  Selayaknya daun yang akan jatuh dari dahannya. Pada akhirnya, kamu pun akan gugur.  Maka, aku tuliskan berita kehilangan. Walau hanya aku yang tahu.  Tentang kamu, yang tidak ada. 

Mencari Kupu-kupu

"Ternyata selama ini aku salah." "Salah gimana?" tanyanya sambil masih sibuk mengutak ngatik pekerjaan di depannya. Sudah dingin kopi hitam yang sudah ia pesan satu jam sebelumnya. "Dengerin dulu." aku merajuk. " Wait ." jawabnya singkat. Masih sibuk memainkan jemarinya diatas tombol keyboard tersebut. Beberapa menit berlalu, hingga akhirnya ia menutup laptopnya. " Yes, I am all ears ." dan ia mulai mengambil cangkir kopi yang sudah mulai dingin. "Iya," aku mulai kembali bersuara. "Ternyata selama ini aku salah." Aku menghela napas panjang. Mungkin ia sudah hafal, Ritualku ketika aku mulai berbicara panjang. Maka ia mulai membenarkan posisi duduknya, mencondongkan tubuhnya ke arahku. "Ingat buku yang waktu itu kita bahas? Yang aku bilang bahwa itu nggak realistis." " Yes, what about that? " "Dan ..... kamu bilang apa?" aku menatapnya tajam. Mene