Skip to main content

Posts

Showing posts from 2018

Stasiun Kereta

"Keretanya terlambat," teriakmu dari kejauhan. Aku tergelak, terangun dari lamunan singkat. "Oh ya?" aku beranjak berdiri. Kamu sudah berdiri lagi di depanku dengan muka ditekuk dan bibir yang manyun. "Iya .. aku nggak paham katanya tadi masih tertahan di Surabaya atau gimana gitu." kamu menjatuhkan badanmu di kursi tunggu yang keras. Hari ini kamu tampak sangat bersemangat untuk pergi. Aku tidak pernah paham, kenapa kamu ingin pergi. Karena rumahmu bukan lagi di Jakarta, tetapi disini. "Mungkin ini pertanda loh," aku membuka suara. "Hmm?" "Iya, pertanda bahwa memang kamu tidak boleh pergi. Toh untuk apa sih? Dua minggu lagi kan kita sudah mulai kuliah lagi." " You know exactly why .. " kamu menonjok lenganku perlahan. " Running away is never the answer , kan?" "Kamu nggak tahu rasanya jadi aku .." kamu menghela nafas panjang.  Ya, aku memang tidak tahu. Just tell me ..  Aku ingin m

One More

I have one more story to tell But, no ear to listen One death left to cry And no tears to wipe It all went to hollow It all went to fade So, here is the bow,  on my shoulder An arrow to shoot And a target in absence Jakarta, July 2018

Mr.B

B  : You change your hair. Me : Wooow! You noticed? >o< B  : It's hard not to. Me : Nobody else said anything bout it. * blink* Aku merasa sedikit terperanjat karena tanda lingkaran hijau di samping namanya tidak lagi menyala. Ada sedikit rasa pedih membersit, ketika tiba-tiba nama itu tidak lagi muncul di layar telepon genggamku.  Aku menunggu beberapa saat kemudian, berharap nama itu kembali menyala dan membalas apa yang sudah aku katakan. Aku hanya menggigit ujung bibirku dan mematikan ponselku seraya memasukkannya ke dalam tas.  Hari ini hujan dan aku lupa membawa payung. Sial . Aku mengumpat dalam hati dan berlari menembus hujan kota Jakarta, menuju halte TransJakarta yang berjarak seratus meter dari pintu gedung kantorku.  ... Aku melempar lembaran tissue ke sepuluh yang sudah aku gunakan ke dalam keranjang sampah di belakangku. Not the time to get sick! Aku kembali bersumpah serapah dalam hati. Merasa menyesal karena tak membawa payung

Intercept

Aku selalu suka dengan bandara. Ada banyak perasaan yang terasa di tempat itu. Entah sebuah hati yang tercabik karena perpisahan atau tangis bahagia para pelepas rindu yang akhirnya bisa kembali bersatu. Di bandara, sebuah perpisahaan menjadi tak terelakkan akan tetapi sebuah pertemuan selalu bisa menutup hari dengan senyuman.  Aku selalu suka dengan bandara. Bagaimana orang-orang berlarian mengejar waktu yang tertinggal dan sebagian lainnya menatap bosan ke penjuru arah karena waktu tunggu yang tak bergerak dengan cepat. Ketika orang-orang terperanjat dengan zona waktu yang baru. Bagaimana sebuah perasaan lucu mulai memasuki perut mereka saat menginjakkan waktu di tempat yang baru. Juga mengenai rasa takut untuk terbang memasuki dunia lain di seberang sana.  Aku selalu suka dengan bandara. Ketika berbagai orang dari seluruh bagian dunia bisa bertemu dan berinteraksi tanpa sengaja di sebuah tempat .. "Adis!"  Sebuah suara membuyarkan lamunan panjangku. Aku

Menanti malam

" Here you are !"  Aku menengadah menatap sang pemilik suara. Suaranya selalu terdengar hangat dan sangat merindukan, terutama di senja hari yang cukup berangin ini. Aku memperhatikan wajahnya yang basah penuh keringat dan pakaiannya yang sudah lusuh. Terlihat nafasnya yang menderu di balik dadanya yang naik turun. "Sudah berapa putaran memangnya?" aku bertanya sembari membereskan alat-alat lukisku yang berserakan di sekitarku.  "Sini duduk dulu," aku menepuk-nepuk ke tempat duduk di sebelahku. Sudah menjadi kebiasaanku akhir-akhir ini untuk berada di tempat ini sepanjang sore. Tempat duduk yang menghadap ke arah sebuah lapangan besar di kampus tempat aku menghabiskan hari-hariku dalam lima tahun terakhir. Dari tempat ini, aku bisa dengan leluasa memandangi dunia kecil yang ada dalam keseharianku dan menatap sang surya yang beranjak pergi untuk berganti malam.  "Tadi masak kita disuruh keliling lapangan 10 kali cuma gara-gara Jose tel

Suara yang berpendar

Ponsel itu terus berpendar. Sudah ketiga kalinya malam ini. Aku melirik sejenak, mengintip siapa penelpon yang sedari tadi membuat ponsel itu bergetar. Masih dengan nomor yang sama. Walaupun nomor itu tidak lagi tersimpan, tetapi aku masih dengan mudah mengenali siapa pemilik nomor telepon tersebut.  Aku menahan nafas panjang dan mulai mengarahkan tanganku untuk mengambil ponsel yang sedari tadi berpendar dari atas meja kerjaku. Hening. Pendaran di ponsel itu mati. Ia sudah berhenti menelpon , dan aku sedikit menghela nafas lega.  Tak berselang lebih dari satu menit, ponsel itu kembali bergetar. Masih dengan nomor yang sama. Segera kuraih ponsel dari atas meja tersebut dan kujawab panggilan yang sudah tiga kali tidak kuangkat.  "Halo .." sapa suara di ujung sana. Masih dengan jelas kuingat sosok pemilik suara mungil itu. Semua tentangnya. Bagaimana ia akan memegang ponsel di samping telinganya dan menyapa orang yang sedang ia telepon.  " Yes, Mia . &qu

.. my mumbling

It happens to me again. The boredom of sleeping. Yes! Go ahead and laugh at me because you may predict that I -among all the people -should never experience this kind of boredom.  Or maybe, the term itself is not even exist.  Well, for this past week I haven't been able to sleep early.  There is a hole inside of me that hoping that tomorrow is still far from happening.  I have no clue why do I have to be scared of tomorrow. Maybe not scared, just lack of excitement. Because sometimes I want to just stand still and make time pause. Just a bit. A minute. And for that whole minute, I will be just hold my breath and just enjoying the air that fill up my lung. And just ... feel the moment. To then take a step forward to make amend, to my self. Oh how I have been consumed by a big great anger. With even no clue at all to whom I got angry at. Maybe to the world itself. Maybe I am still hurt - for the past that I could not hold on to. Or .. maybe I'm just simply bored and

Sebuah cerita akhir tahun

Ini adalah malam pergantian tahun dan aku masih disini, di sebuah meja kecil di pojokan sudut ruang kantor yang terlihat sangat lengang menunju tengah malam. Paling menyedihkan adalah ketika bekerja untuk seorang klien yang tidak tahu apa arti kata "liburan". Maka aku, masih diperbudak dengan rentetan angka yang berjejer di layar komputerku.  "Belum pulang?" aku agak terperanjat dengan suara yang muncul dari arah belakangku. Secepat kilat aku membalikkan badan, memastikan memang ada sebuah mulut yang memproduksi suara itu.  "Haah ..." aku menarik nafas panjang. Sedikit merasa lega karena sosok itu adalah manusia. Bukan sesuatu yang sering teman-teman kantorku buat sebagai lelucon tengah malam.  "Belum. Sampe pagi kayaknya," aku menjawab sambil memasang wajah cemberut. " It's almost midnight, don't you just wanna go ?" dia masih berdiri bertanya.  Aku melihat ia sudah menggendong tas ranselnya, oh, sudah mau