Skip to main content

Menari

"Latihan menari?" aku bertanya seraya membelalakkan mata.

"Iya," sahutmu mantap. "Dance. Tapi bukan yang kayak modern dance gitu. Aku mau latihan waltz." lanjutmu lagi.

Dan seperti biasa, ketika kamu mulai bercerita mengenai mimpimu, matamu pasti akan menerawang jauh. Seperti berlari menuju langit khayalanmu.

"And why on earth would you do that?" aku bertanya, masih tidak paham dengan ceritamu.

"I don't know," jawabmu seraya mengangkat bahu. Tetapi kamu tersenyum.

Ah, senyum itu. Entah sudah berapa kali kamu tersenyum seperti itu. Bukan tersenyum layaknya kamu baru saja menyelesaikan ujian skripsimu atau senyum ketika kamu berhasil mendapat kerja. Senyum itu, hanya terjadi ketika kamu mulai berbicara mengenai mimpi-mimpimu.

"Well, kamu tahu lagunya Ed Sheeran yang Thinking Out Loud itu?" ia kembali berbicara. "Kemarin aku lihat music videonya. Somehow aku kayak langsung klepek-klepek gitu sama si Ed Sheeran," lanjutnya sambil memeluk dirinya sendiri.

"Heh?" aku masih belum mampu menangkap apa yang ia bicarakan. "So, you're just gonna take this dance class because you fall in love with Ed Sheeran or what?"


"Bukan itu!" kamu mulai cemberut.


Ah, jangan cemberut, sayang. Semakin sulit aku menahan diriku untuk tidak menyentuh wajahmu yang menggemaskan itu.

"Aku ngerasa gemes aja sama Ed Sheeran. Di video itu, Ed Sheeran keliatan cupu gitu, meanwhile si ceweknya udah jago banget dancenya. Tapi, they are so cuuuuuuttteeee!"

"Terus?" tanyaku kembali.

Lalu kamu mulai bercerita. Bercerita mengenai khayalanmu,yang masih cukup bizzare untuk pikiranku yang sederhana. Mengenai kekompleksitasanmu akan sebuah keintiman. Mengenai bagaimana berdansa adalah sebuah keintiman yang ultima dibandingkan seks; dan untuk itu aku masih belum bisa mencerna. 

Sambil tersipu, kamu menjelaskan, "Jadi, ketika kita mencintai orang lain, sometimes sex is not what we are looking for. Terkadang ketika kita berdansa, itu akan menjadi jarak terdekat kita dengan orang tersebut dan kita hanya akan bergerak sesuai dengan irama yang ada. Menjadi satu. Mengalun. Not just lust, but it is the way of how we could ... just touch."

Lalu kamu terdiam. Mengamati gelasmu yang sudah kosong, atau mungkin kamu sedang berpikir. Entahlah. Aku masih belum paham. 

"So, who will you ask to dance with?" tanyaku memecah keheningan. 

"Of course, you, silly." jawabnya sambil tertawa. 

Tidak bisa lagi aku menahan diriku melihatmu begitu menggemaskan. Masa bodoh dengan orang lain disini, lalu kubenamkan wajahku di wajahmu. 

Comments

Popular posts from this blog

A new perspective

Someone once told me that there is nothing wrong with changes. He said that it would give me new perspective. He said, with me being away, it would makes me appreciate the thing that I had before. And yes, sure, Lately, I have been feeling it to be true. To be away with the things that I used to hold on - makes me realize that I have been spoiled. And now, I need to learn how to survive. To learn how to be brave again. And, sometimes, inevitably -- learning how to be OK with the sound of nothingness. Of course, once in a while, I envy those people who are still surrounded by luxury things. Obviously, I would constantly complain about the absence of my old routine. And, also sometimes, I would try to run away -- find the best escape route, just to get rid of the pain. How I hate changes. I wish some things were just stay the same -- forever. But then, I won't ever learn how to fly higher. I won't grow. But then, I also kind of asking my self, ... do I real...

one missed birthday

Ring . ring . Pukul 06.00. Aku terbangun dengan kepala sedikit pusing. Bingung karena tak merasa memasang alarm yang akan membangunkanku di pagi buta ini. Kuraih handphone mungil itu dan melihat tulisan di layarnya. Yagh, memang bukan alarm. Hanya reminder. ‘Sarah’s birthday.’ Dengan segera aku buka phonebookku yang sudah tak terhitung lagi ada berapa banyak nama yang terpampang disana. Ada! Nomor telepon Sarah di negeri seberang itu. Tapi, masihkah ia menggunakan nomor ini? Kuurungkan niatku dan segera menuju menuju shortcut Facebook dan mencari namanya diantara 1000 nama lainnya. Tidak ada! Aku mencoba membuka semua foto dan notes mengenai dia. Tidak ada! Kemana dia? Namun ternyata rasa penasarannya termakan oleh rasa kantuk yang masih luar biasa. Aku kembali tertidur dan melupakannya dengan segera. Siang ini sepi. Aku hanya duduk sendiri di area kampus yang selalu bisa membuatku tidak merasa sendiri walaupun pada kenyataanya tempat itu memang sepi. Terl...

Mimpi saya untuk mereka - penolong skripsi saya!

Beberapa hari belakangan ini, saya jadi teringat komentar teman-teman atau orang-orang yang bertanya tentang tugas akhir saya. Sebuah pertanyaan yang sebenarnya sangat klise dan bisa saya jawab apa adanya. Karena penelitian saya berhubungan dengan orang Tunarungu, dan ternyata pas nya lagi, di try out saya yang (Alhamdulilah) ke-tiga kalinya, saya diminta untuk ganti metode sama dosen pembimbing saya. Pada awalnya, cara saya mengambil data adalah dengan metode survei dengan mengisi skala/kuestioner, lalu, karena data saya tak kunjung valid, dosen pembimbing saya yang pantang menyerah dengan penelitian saya, mengusulkan saya untuk mengambil metode wawancara untuk mengambil data. http://maxcdn.fooyoh.com Pertanyaannya adalah: "Bagaimana cara mewawancara mereka?" Pertanyaan itu sering sekali ditanyakan oleh orang-orang yang tahu mengenai seluk-beluk skripsi saya. Ada yang keheranan, ada yang merasa itu cukup mustahil, ada yang merasa saya ini becanda, atau bahkan a...