Skip to main content

bertahan untuk esok ..

House of Balcony , Ambarukmo Plaza
3.16 p.m.

Hari itu, perempuan itu kembali merenungi hidupnya sendiri. Di tengah ramainya suara musik di belakang tubuhnya yang selalu merayu untuk turut bernyanyi dalam alunan lirik yang sudah ia hafal luar kepala. Menyaksikan orang-orang yang tertawa bahagia di sekitarnya, bersama orang lain tentu. Menikmati hembusan angin semilir dari teras tempat makan itu. Mencoba menyelaraskan suara musik dengan keriuhan jalanan yang terasa begitu dramatis.

Perempuan itu kembali duduk sendiri. Menghilang dari keramaian dunianya. Mencoba sedikit berlari dari orang-orang yang memperdulikannya dan mencoba untuk berdiri sendiri, hari itu.

Ia tidak tahu, apakah memang ia sedang ingin sendiri atau memang ia hanya tergelitik untuk sedikit menggoda egonya sendiri untuk bertahan dalam kesendiriannya. Namun, hari itu ia tahu bahwa ia tidak sendiri.

Perempuan itu sadar, banyak hal yang ia lewatkan saat ia berada di tempat itu. Banyak kesenangan yang ternyata luput dalam bayang matanya ketika bola matanya yang bisu itu terpaku menatap layar monitor yang semakin lama semakin membuat matanya lelah. Perempuan itu sadar, banyak kata yang ia ucapkan, tapi ia memilih untuk mengunci mulutnya dan membiarkan pikirannya berteriak-teriak sendiri dalam kepalanya.

Hati itu, perempuan itu mencoba untuk berdamai dengan dunianya. Berdamai dengan dirinya sendiri. Berdamai dengan hal yang paling ia cintai. Hari itu, perempuan itu berusaha untuk melatih sensifitasnya. Mencoba untuk bertahan pada satu pekerjaan, menganalisis diri dan pikirannya, dan menyelesaikan hal yang sulit ia selesaikan.

Perempuan itu tahu, bahwa ia harus segera membuat keputusan. Keputusan dari ketiada berdayaan. Bahwa, akankah ia lanjutkan hidupnya dengan terus seperti ini, menikmati dirinya hanya untuk dirinya, atau akankah ia lanjutkan hidupnya dengan mencoba menarik orang-orang lain di luar sana untuk masuk dalam hari-harinya.

Ia tahu bahwa beberapa waktu belakangan ini ia lebih suka menjadi egois dan hanya memperdulikan dirinya dan hanya dia. Namun, ia juga tahu kalau ia sangat cemburu dengan semua yang terjadi di luar sana tanpa dirinya.

Dan .
hari itu perempuan itu harus membuat keputusan.
Namun, angin itu, musik itu, kesunyian itu, kesendirian itu, begitu memikat hatinya. Begitu pandai untuk tetap membuatnya bertahan disana. Begitu memikat untuk membuatnya tetap tertahan dan tak bergerak.

"Yah, masih ada hari esok." desah perempuan itu sambil meminum es teh leci sambil menyimpulkan sebuah senyum untuk menunda keputusannya.

Comments

  1. selalu ada hari esok, tapi kita tak pernah tahu kapan hari esok itu adalah hari esok yang terakhir..atau saat di hari esok kita berpikir kenapa di hari kemaren hal-hal yang kita inginkan malah tidak kita lakukan...

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

A new perspective

Someone once told me that there is nothing wrong with changes. He said that it would give me new perspective. He said, with me being away, it would makes me appreciate the thing that I had before. And yes, sure, Lately, I have been feeling it to be true. To be away with the things that I used to hold on - makes me realize that I have been spoiled. And now, I need to learn how to survive. To learn how to be brave again. And, sometimes, inevitably -- learning how to be OK with the sound of nothingness. Of course, once in a while, I envy those people who are still surrounded by luxury things. Obviously, I would constantly complain about the absence of my old routine. And, also sometimes, I would try to run away -- find the best escape route, just to get rid of the pain. How I hate changes. I wish some things were just stay the same -- forever. But then, I won't ever learn how to fly higher. I won't grow. But then, I also kind of asking my self, ... do I real...

one missed birthday

Ring . ring . Pukul 06.00. Aku terbangun dengan kepala sedikit pusing. Bingung karena tak merasa memasang alarm yang akan membangunkanku di pagi buta ini. Kuraih handphone mungil itu dan melihat tulisan di layarnya. Yagh, memang bukan alarm. Hanya reminder. ‘Sarah’s birthday.’ Dengan segera aku buka phonebookku yang sudah tak terhitung lagi ada berapa banyak nama yang terpampang disana. Ada! Nomor telepon Sarah di negeri seberang itu. Tapi, masihkah ia menggunakan nomor ini? Kuurungkan niatku dan segera menuju menuju shortcut Facebook dan mencari namanya diantara 1000 nama lainnya. Tidak ada! Aku mencoba membuka semua foto dan notes mengenai dia. Tidak ada! Kemana dia? Namun ternyata rasa penasarannya termakan oleh rasa kantuk yang masih luar biasa. Aku kembali tertidur dan melupakannya dengan segera. Siang ini sepi. Aku hanya duduk sendiri di area kampus yang selalu bisa membuatku tidak merasa sendiri walaupun pada kenyataanya tempat itu memang sepi. Terl...

Mimpi saya untuk mereka - penolong skripsi saya!

Beberapa hari belakangan ini, saya jadi teringat komentar teman-teman atau orang-orang yang bertanya tentang tugas akhir saya. Sebuah pertanyaan yang sebenarnya sangat klise dan bisa saya jawab apa adanya. Karena penelitian saya berhubungan dengan orang Tunarungu, dan ternyata pas nya lagi, di try out saya yang (Alhamdulilah) ke-tiga kalinya, saya diminta untuk ganti metode sama dosen pembimbing saya. Pada awalnya, cara saya mengambil data adalah dengan metode survei dengan mengisi skala/kuestioner, lalu, karena data saya tak kunjung valid, dosen pembimbing saya yang pantang menyerah dengan penelitian saya, mengusulkan saya untuk mengambil metode wawancara untuk mengambil data. http://maxcdn.fooyoh.com Pertanyaannya adalah: "Bagaimana cara mewawancara mereka?" Pertanyaan itu sering sekali ditanyakan oleh orang-orang yang tahu mengenai seluk-beluk skripsi saya. Ada yang keheranan, ada yang merasa itu cukup mustahil, ada yang merasa saya ini becanda, atau bahkan a...