Bekerja selalu menjadi sebuah pelarian. Itulah mengapa laptop ini selalu menyala ketika aku ada disini.
Mungkin banyak orang bertanya-tanya, mengenai seorang perempuan yang selalu datang, pada sebuah hari yang sama, dengan lokasi duduk yang sama. Bahkan, pegawai tempat tersebut juga sudah membiasakan diri untuk membiarkan tempat itu menjadi kosong. Untukku dan teman terbaikku, laptop.
Maka, di hari Jumat ini, aku kembali datang. Duduk di tempat yang sama. Memesan minuman yang sama. Sebuah ritual yang bahkan dapat diingat oleh anak 5 tahun.
Semua orang bertanya, untuk apa aku membuka laptopku dan kembali bekerja di tempat itu. Dengan pencahayaan yang minim dan beberapa lampu kuning di sana sini. Cukup menyakitkan dan menyiksa mata. Terutama jika ditambah dengan pijaran cahaya laptop ini yang kurang bersahabat.
Tetapi bekerja adalah pelarianku. Tempat aku berlari, jika tiba-tiba mata itu menatap ke arah sini.
Maka, meja ini adalah lokasi paling strategis. Bagiku melihatnya yang berjarak 10m dariku. Memandangi dan menikmatinya, ketika jarinya bermain manis di atas tuts piano. Dia hanya diam, tak bernyanyi, bahkan tak bergumam, tetapi jemarinya memainkan cerita yang tak bisa aku lukiskan.
Terkadang kutuliskan sedikit pesan untuknya. Kutuliskan di atas lembaran tissue atau kertas, apapun yang kutemukan di meja kecil ini. Memintanya memainkan melodi yang aku rindu. Dan, ia pun tidak berbicara, hanya melambai dan tersenyum. Dan, itu sudah cukup.
Dan .. pada sebuah Jumat malam. Ritual yang aku lakukan dalam hampir setahun belakangan ini, menjadi sebuah hari yang selalu kunanti. Bagai anak-anak kecil yang tak sabar menanti hadiah pada hari ulang tahun. Maka ia adalah hadiah yang kunanti untuk kutemui di setiap pekan.
.. dan malam ini, malam yang aku khususkan untuknya. Karena esok, aku tak 'kan lagi kembali.
Maka, kutuliskan sebuah pesan. Lebih panjang dari biasanya.
"My life has been a series of planned event. And in my predictable life, I found you in this corner of the street. The one that I have been waiting for. The one that brings back the butterfly in my stomach. So, I thank you for that."
Lalu, pijaran lampu di laptopku meredup. Tanda bahwa baterainya sudah habis, maka itulah tanda bagiku untuk pergi.
Kusisipkan lembaran kertas itu di pinggir pianonya, saat ia bermain.
Ia tersenyum .. dan aku mendengar suaranya untuk pertama kali, "Hi"
Lalu, seakan tak ada lagi melodi yang mampu menandingi keindahan suara itu, waktu berhenti.
Comments
Post a Comment