"Tell me where it hurts?" aku bertanya sekali lagi sambil mencondongkan wajahku mendekat.
Don't cry, aku selalu benci melihatmu menangis. Atau aku mungkin benci fakta bahwa aku tidak tahu apa yang bisa membuatmu menangis seperti ini.
"Semuanya .." kamu menjawab lirih sambil memeluk dirimu sendiri.
Disaat seperti ini, kamu terlihat begitu mungil .. begitu rapuh. Berulang kali aku mencoba untuk menahan diriku untuk tidak mendekap kamu lebih keras ke arahku, mencoba untuk tidak membuat tubuhmu semakin remuk. Atau .. mungkin aku takut aku yang semakin tidak bisa melepaskan kamu.
Kamu berulang kali berupaya untuk menahan luapan emosi yang ada di dalam tubuh mungilmu dan betapa aku benci harus melihatmu tersiksa seperti itu.
"Make .. it ..," sekejap kamu terlihat agak tersedak ketika berusaha untuk berbicara, ".. stop." katamu kembali sambil terisak. Lebih keras dibandingkan satu menit yang lalu.
"Apa yang harus dihentikan?" tanyaku.
"Make it stop." kamu menutup mukamu sendiri. Mengamuk dalam raungan tangisanmu.
Dan pada saat itu, ingin rasanya aku mengutuk diriku sendiri, karena gagal untuk membuatmu merasa lebih baik.
Entah berapa lama kamu sudah meraung-raung seperti itu, terisak dalam tangismu sendiri. Sedangkan aku hanya bisa kaku terdiam, takut untuk semakin membuatmu sakit. Hingga akhirnya kamu terdiam, seperti tertidur .. lelah.
"Hei .." tiba-tiba ia berkata lirih.
"Hmm .." aku menengok ke arahnya.
"Is it over yet? Can I open my eyes now?"
"Tidurlah .."
".. will you stay?" ia kembali bertanya, namun kemudian diikuti oleh deru nafasnya yang semakin teratur. Menunjukkan bahwa dirinya sudah mulai santai .. dan tertidur.
"Tidurlah .. it was all just a bad dream." dan kukecup kening mungilnya.
Comments
Post a Comment