Skip to main content

Bad Dream

"Tell me where it hurts?" aku bertanya sekali lagi sambil mencondongkan wajahku mendekat. 

Don't cry, aku selalu benci melihatmu menangis. Atau aku mungkin benci fakta bahwa aku tidak tahu apa yang bisa membuatmu menangis seperti ini. 

"Semuanya .." kamu menjawab lirih sambil memeluk dirimu sendiri. 

Disaat seperti ini, kamu terlihat begitu mungil .. begitu rapuh. Berulang kali aku mencoba untuk menahan diriku untuk tidak mendekap kamu lebih keras ke arahku, mencoba untuk tidak membuat tubuhmu semakin remuk. Atau .. mungkin aku takut aku yang semakin tidak bisa melepaskan kamu. 

Kamu berulang kali berupaya untuk menahan luapan emosi yang ada di dalam tubuh mungilmu dan betapa aku benci harus melihatmu tersiksa seperti itu. 

"Make .. it ..," sekejap kamu terlihat agak tersedak ketika berusaha untuk berbicara, ".. stop." katamu kembali sambil terisak. Lebih keras dibandingkan satu menit yang lalu. 

"Apa yang harus dihentikan?" tanyaku.

"Make it stop." kamu menutup mukamu sendiri. Mengamuk dalam raungan tangisanmu. 

Dan pada saat itu, ingin rasanya aku mengutuk diriku sendiri, karena gagal untuk membuatmu merasa lebih baik. 

Entah berapa lama kamu sudah meraung-raung seperti itu, terisak dalam tangismu sendiri. Sedangkan aku hanya bisa kaku terdiam, takut untuk semakin membuatmu sakit. Hingga akhirnya kamu terdiam, seperti tertidur .. lelah.

"Hei .." tiba-tiba ia berkata lirih. 

"Hmm .." aku menengok ke arahnya. 

"Is it over yet? Can I open my eyes now?"

"Tidurlah .."

".. will you stay?" ia kembali bertanya, namun kemudian diikuti oleh deru nafasnya yang semakin teratur. Menunjukkan bahwa dirinya sudah mulai santai .. dan tertidur.

"Tidurlah .. it was all just a bad dream." dan kukecup kening mungilnya. 

Comments

Popular posts from this blog

Mr.B

B  : You change your hair. Me : Wooow! You noticed? >o< B  : It's hard not to. Me : Nobody else said anything bout it. * blink* Aku merasa sedikit terperanjat karena tanda lingkaran hijau di samping namanya tidak lagi menyala. Ada sedikit rasa pedih membersit, ketika tiba-tiba nama itu tidak lagi muncul di layar telepon genggamku.  Aku menunggu beberapa saat kemudian, berharap nama itu kembali menyala dan membalas apa yang sudah aku katakan. Aku hanya menggigit ujung bibirku dan mematikan ponselku seraya memasukkannya ke dalam tas.  Hari ini hujan dan aku lupa membawa payung. Sial . Aku mengumpat dalam hati dan berlari menembus hujan kota Jakarta, menuju halte TransJakarta yang berjarak seratus meter dari pintu gedung kantorku.  ... Aku melempar lembaran tissue ke sepuluh yang sudah aku gunakan ke dalam keranjang sampah di belakangku. Not the time to get sick! Aku kembali bersumpah serapah dalam hati. Merasa menyesal karena...

one missed birthday

Ring . ring . Pukul 06.00. Aku terbangun dengan kepala sedikit pusing. Bingung karena tak merasa memasang alarm yang akan membangunkanku di pagi buta ini. Kuraih handphone mungil itu dan melihat tulisan di layarnya. Yagh, memang bukan alarm. Hanya reminder. ‘Sarah’s birthday.’ Dengan segera aku buka phonebookku yang sudah tak terhitung lagi ada berapa banyak nama yang terpampang disana. Ada! Nomor telepon Sarah di negeri seberang itu. Tapi, masihkah ia menggunakan nomor ini? Kuurungkan niatku dan segera menuju menuju shortcut Facebook dan mencari namanya diantara 1000 nama lainnya. Tidak ada! Aku mencoba membuka semua foto dan notes mengenai dia. Tidak ada! Kemana dia? Namun ternyata rasa penasarannya termakan oleh rasa kantuk yang masih luar biasa. Aku kembali tertidur dan melupakannya dengan segera. Siang ini sepi. Aku hanya duduk sendiri di area kampus yang selalu bisa membuatku tidak merasa sendiri walaupun pada kenyataanya tempat itu memang sepi. Terl...

"Maaf, apakah saya mengenal Anda?"

Aku ingin membunuhnya. Suara-suara yang meracau ketika aku tengah terbangun. Ikut terdiam ketika aku butuh untuk dinina-bobokan. Aku membencinya karena ia datang ketika aku tidak menginginkannya. Membuatku terjaga dengan kepala berat, Dan sungguh, itu menyebalkan. Aku ingin membunuhnya. Suara-suara gaduh di luar sana. Yang dengan sekejap mata bisa membuat aku melayang tinggi ke surga. Tapi, dengan tak kalah cepat membuat aku jatuh hingga terpeleset masuk ke dalam kubangan. Sungguh keparat! Aku ingin membunuhnya. Suara-suara kacau. Berisik! Hingga ingin aku berteriak di telinganya, "Siapa Anda berani meracau di tiap hari saya?". Aku seperti orang tuli yang ingin mendengar. Aku seperti pencipta orkestra yang membenci biola. Aku seperti orang linglung di tengah orang-orang jenius. Dan, aku benci keadaan itu. Aku ingin membunuhnya. Suara-suara yang membuatku merasa demikian. Aku ingin membunuhnya. Suara yang membuat hati ini bergejolak. Ingin muntah. Ingin lari. Ingin hilang. Hin...