Skip to main content

Going to China - Dalian ..

Kehororan yang pertama saya rasain waktu sudah melakukan pembayaran tour menuju Dalian-Harbin adalah ketika menerima email mengenai itinerary dan info-info lainnya. Saya sudah siap kalau harus menuju ke tempat bersalju, walaupun terakhir kali saya pergi saat winter adalah tahun 2004, jadi sebenarnya agak-agak nggak punya bayangan dinginnya akan seperti apa. Tapi, saya PD saja karena pada saat itu saya kuat-kuat aja. Tapi, waktu email tersebut datang, saya langsung terpana dengan kata-kata bahwa di tempat tujuan tersebut, cuca ekstrem yang menanti adalah -30s/d-40 drajat Celcius! Saya langsung pucet!

Nggak kebayang gimana dinginnya tempat itu, saya langsung panik belanja keperluan musim dingin karena perjalanan slama 9 hari butuh banyak sekali baju hangat dan pakaian dalam khusus untuk winter. and then ... sampailah pada realita bahwa koper-koper di rumah saya itu mayoritas kecil-kecil, which adalah hasil belanja Papa saya yang kerjanya itu traveling 2-3 hari saja, dan hobi belanja koper kecil. So, saya pergi ke tempat Oma untuk pinjam koper raksasa bekas dulu beliau pindahan rumah.

Lanjut lanjut lanjut .. Bereslah sudah semua keperluan tersebut dan sampailah saya pada tanggal 27 Desember 2013. Berangkat pukul 4.30 pagi dari Bogor, saya sampai di Bandara pukul 05.45 dan segera melaju ke terminal 2 Bandara Soetta yang ternyata kalau pagi-pagi udah ramai orang.

Penerbangannya seharusnya pukul 09.00, tapi karena (seperti biasa) bandara tersebut padat, kalau tidak salah baru satu jam kemudian pesawat kami terbang. Kami menggunakan pesawat Southern China yang servisnya not bad tetapi fasilitas TV di pesawatnya cukup 'pelit'. Satu layar TV harus puas untuk dinikmati oleh beberapa baris kursi sehingga kita nggak bisa bebas pindah-pindah channel dan most of the songs there are Chinese, which I don't understand at all.


Hari sudah siang dan kira-kira pukul 1 siang waktu setempat, kami mendarat di Guangzhou dan sesampainya disana kami punya waktu bebas selama kira-kira 4 jam sebelum kami naik ke penerbangan domestik menuju Dalian. Saya dan Mama mencoba untuk mencari makan dan akhirnya menemukan restaurant kosong yang ada akses free WiFi nya. For the record, try not to eat at the airport, it's super duper expensive. Kami pesan nasi goreng, mie rebus, kopi, dan milkshake yang kalau ditotalkan dalam rupiah mencapai Rp 400.000,-. Wah, rasanya gelo! Tapi, karena nggak tahu harus makan apalagi, jadi ya .. seperti yang biasa orangtua saya bilang, pelajaran itu mahal! Pelajaran bahwa makan di bandara internasional yang kursnya lebih tinggi daripada rupiah itu cukup mencekik harganya! Hahaha .


Finally, at night, around 11 p.m. we arrived in Dalian. Dijemput oleh tour guide lokal kami yang baik hati, kami menuju bus dengan kedinginan setengah mati. Langsung tidur dan keesokan paginya baru kami memulai acara jalan-jalan di seputar kota Dalian!

Tanggal 28 Desember 2013,
kami mulai jalan-jalan di kota Dalian yang luar biasa besar dan bersih! Udaranya cukup dingin tapi tidak terlalu bersalju. Kota itu juga dikenal sebagai kota dengan banyak square, mungkin kalau di Indonesia, kita menyebutnya semacam alun-alun. Kota itu juga satu-satunya tempat yang berbatasan langsung dengan laut sehingga banyak sekali makanan laut yang bisa didapat disana. Seharian kami muter-muter melihat berbagai keindahan tangan manusia yang terukir di sepanjang pinggir pantai. 

 - tempat ini sebenarnya bentuknya seperti buku yang terbuka, tetapi pada akhirnya banyak digunakan oleh anak-anak muda di kota setempat untuk bermain skateboard -

 - a very fun art! ada berbagai jenis patung yang ada di tempat ini dan kita bisa berpura-pura sedang ikut dalam kegiatan yang dikerjakan oleh patung-patung tersebut. I wish I could play it in real life! -

- di pinggir pantai, ada satu kawasan yang banyak terdapat merpati and I think they love my Mom! -

Setelah puas jalan-jalan di Star Sea Square, kami melanjutkan perjalanan untuk melihat Romance Bridge. Tempatnya semacam jembatan Suramadu, tapi lebih bersih dan tanpat coretan-coretan di pinggirnya. Kalau nggak salah, ada salah satu kawasan di dekatnya dimana ada pasangan-pasangan boleh memasang gembok dan kuncinya dibuang ke laut, supaya bisa together forever. If I'm not mistaken..

- this is the bridge! Okay, siapakah cowok yang foto sama saya? Namanya Yudha, teman tour juga yang sedang ambil MBA di Beijing. A very good friend, dan cukup lancar berbahasa Mandarin, jadi lumayan buat teman nawar-nawar harga. Hehehe -

Setelah berputar-putar di kota Dalian dan mengunjungi berbagai 'alun-alun', kami berkunjung ke jalan Rusia. Suatu jalan dengan berbagai barang-barang dari Rusia dan juga bangunan-bangunan Rusia. Disini banyak penjual souvenir tapi sayangnya nggak bisa bahasa Inggris, jadi kalau mau beli harus sedia kalkulator untuk tawar menawar.

Salah satu kejadian yang menyeramkan adalah ketika ada seorang tamu yang mau beli, menawar dan nggak dikasi harga pas, tamu tersebut ada yang nggak dibolehin pergi sampe beli bahkan hampir diajak berantem. Nah, memang hal ini sering banyak didengar kalau pedagang-pedangan disana itu banyak yang suka maksa kalau jualan. Makanya, tipsnya adalah, kalau emang nggak minat, langsung tinggalin aja, jangan nawar-nawar kelamaan. Pedagang disana nggak kayak pedagang di Pasar Beringharjo yang bakal luluh kalo kita main tarik ulur, disana agak kejam. Jadi, daripada dipaksa beli dengan harga mahal, mending langsung pergi aja dan gak usah tengok ke belakang lagi. 



At night, sebenarnya kami makan hot pot, atau semacam shabu-shabu gitu kalau yang biasa kita kenal. Makanannya all you can eat dan itu luar biasa banyak pilihan. Sayang, nggak ada nasi putih jadi cuma makan lauk aja sampe kekenyangan. Yah, petualangan selanjutnya ... I'll continue later!


Comments

Popular posts from this blog

akhirnya, aku yang pergi ...

Pagi itu, tepat pukul 8 pagi. Waktu yang ia janjikan untuk pergi menunaikan kewajiban kami setiap minggu. Aku sudah sampai di depan rumahnya. Ada 3 mobil terparkir di halaman rumahnya, pasti itu milik teman-temannya, yang aku asumsikan telah menginap di rumahnya semalaman ini. Tidak heran kalau telepon selularnya tidak ia angkat. Aku beranjak menuju pintu depan dan dengan mudah aku bisa masuk ke dalamnya. Ternyata tidak terkunci. Aku masuk kedalam dan melihat sebuah pemandangan yang sudah kuperkirakan sebelumnya. Sebuah transformasi dari sebuah rumah mewah bergaya minimalis, hasil keringatnya sendiri, menjadi sebuah kapal pecah yang penuh dengan laki-laki yang tertidur topless dan berbau alkohol. Aku tidak bisa menemukan dirinya di ruang tamu itu, kuasumsikan ia ada di kamarnya. Selama beberapa saat, pikiranku cukup melayang menuju beberapa tahun terakhir ini .. Rian Suhandi. Kakak kelasku yang aku kenal ketika aku baru saja memasuki sebuah perguruan tinggi swasta di kota bunga itu. A...

Question of Life (?)

Sehabis berbincang-bincang dengan seorang teman, saya kemudian berpikir akan pertanyaan-pertanyaan yang sering kali menjadi acuan akan jalan hidup seseorang. Pernah ada orang yang berkata pada saya kalau hidup seseorang itu dirancang hanya untuk mengikuti jalur yang sudah ada, yang kemudian menjadi tuntunan orang-orang untuk berani lancang bertanya pada orang lain akan hal-hal yang harusnya terjadi pada orang tersebut. "Mau kuliah dimana?" Pertanyaan pertama yang mulai saya dapatkan ketika saya berhasil lulus SMA. Pertanyaan yang seakan-akan memberi sejuta ton pemberat untuk hidup saya karena seolah-olah saya harus masuk ke perguruan tinggi terbaik di dunia. "Kapan lulus?" Pertanyaan retorik basa-basi yang akan selalu ditanyakan semua orang melihat angka semester saya yang sudah semakin membengkak. Yang pada akhirnya menuntun saya pada masa-masa jatuh-bangun. Membuat saya hanya terpacu untuk cepat keluar dari tempat itu, membuktikan bahwa saya berhasil ...

My RainMan

Untuk aku dan dia, hujan adalah segalanya. Hujan adalah sebuah mediator yang membuat aku dan dia bertemu. Ketika hujan turun, aku akan selalu berlari menuju ke luar rumahku dan mencoba untuk merasakan setiap tetesannya berjatuhan di telapak tanganku. Berbeda dengan dia yang dengan santai berjalan dengan elok di bawah guyurannya. Untukku, itu terlalu memakan resiko, resiko kalau esok hari aku harus tetap berada di bawah selimut karena virus influenza yang gemar sekali mendatangi tubuh mungilku. Dan hujan .. membuat semuanya menjadi mustahil bagiku. Sebuah keajaiban kecil yang Tuhan beri untuk umatnya dan secara random meluncur ke hadapanku. Aku memanggilnya rainman, karena setiap kali aku bertemu dengannya hujan pasti akan turun. Terlepas dari prakiraan cuaca yang men- judge kampung halamanku ini sebagai kota hujan, hujan pasti akan selalu turun ketika ia ada. Pasti. "Kamu nggak bawa payung lagi?" tanyaku klise ketika ia berdiri di depan rumahku. "Ngg...