Skip to main content

Cerita jalan-jalan ... Tour or no Tour?

Sekarang saya lagi pengen cerita tentang kisah jalan-jalan saya yang kemarin. Sebuah keputusan yang sebenarnya cukup mendadak dan agak nggak pake perencanaan yang panjang karena itu adalah hasil dari keinginan Mama saya yang sumpek kelamaan di rumah. Entah bagaimana ceritanya, akhirnya kami memutuskan untuk pergi ke Cina. Beberapa alasannya sebenarnya cukup simpel, uang yang kami punya nggak banyak-banyak amat, intinya sih mau pergi ke Eropa atau USA tapi kok mahal banget, ke Australia, Mama saya nggak suka, nah.. negara di Asia yang memang dari dulu pengen kita kunjungin tapi belum kesampaian ya ke Cina ini. Kenapa bukan Jepang? Karena Mama saya sudah pernah kesana plus disana juga sedikit lebih mahal.

Akhirnya, setelah melihat deretan tempat kunjungan wisata yang ada di berbagai website-website biro perjalanan, kami putuskan untuk pergi ke China Dalian-Harbin. Kenapa nggak pergi ke Beijing, melihat Forbidden City dan the Great Wall? Karena di info tour-tour tersebut terlalu banyak acara belanjanya, which we don't like! Keputusan untuk pergi ke Dalian & Harbin itu sendiri sebenarnya cukup aneh, karena kami berdua sama-sama nggak tahu tempat apa itu dan pada akhirnya kami browsing-browsing sendiri tentang tempat tersebut dan ditemukanlah bahwa tempat itu adalah tempat paling dingin dan paling dekat dengan perbatasan antara China-Korea Utara-Rusia. So, it would be like we're going to 3 different places, right?

Tour yang waktu itu kami gunakan adalah Dwi Daya Tour. Tidak ada preferensi spesial sih kenapa memilih tour ini, tetapi memag jenis perjalanan yang ditawarkan lebih bervariasi untuk destinasi yang kami inginkan dan harganya juga sesuai. Selain itu, sewaktu saya tanya teman saya yang hobi jalan-jalan ke China pake tour juga, katanya tour tersebut yang paling oke. So, we took it!

Oke, saya pause cerita jalan-jalannya dulu karena saya yakin banyak orang yang bertanya-tanya, kenapa sih pergi pake tour? Kan mahal? Kan nggak bebas? Kan gak adventures banget? Jawabannya sebenarnya cukup sederhana dan menurut saya itu sih preferensi. Saya merasa, orang yang suka berpergian atau travelling itu nggak selamanya harus berbentuk travelling ala backpacker seperti banyak yang dilakukan oleh sahabat-sahabat saya. Menurut saya, yang namanya travelling itu yang penting enjoy, terserah mau bagaimana bentuknya. In some case, kalo saya pergi dengan pacar atau teman-teman, lebih suka jalan-jalan 'kere hore' - which means, yang penting keluar duit nggak banyak tapi bisa menjelajah kemana-mana dan hati senang. Berbeda kalau saya jalan-jalan sama orang tua.

Mama saya adalah orang yang suka travelling, wah dengan beliau saya sudah keliling Jawa pake kendaraan dan pergi ke beberapa negara lainnya. Bedanya, Mama adalah orang yang tidak suka repot dan mau langsung tinggal duduk manis dan menikmati pemandangan. So, memilih tour adalah pilihan yang paling tepat. 

Dengan ikut tour, walaupun biaya yang dikeluarkan memang lebih banyak, tetapi benefit yang didapat juga lebih nikmat.
  1. Kita tinggal duduk manis dan semua keperluan akomodasi kita sudah terencana dengan matang dan manis
  2. Mau pergi kemana saja nggak usah repot ngurusin Visa dan lain-lain, karena dalam 2 minggu, Visa sudah ada di tangan kita
  3. Ribet dengan 'mau makan apa' nggak akan terjadi karena makan 3x sehari itu sudah terjamin! Nggak hanya itu, kalau punya pantangan ataupun alergi dan sebagainya, makanan kita sudah akan diatur sampe ke makanan dalam pesawat.
  4. Takut nggak ngerti komunikasi dengan orang-orang di negara tujuan juga nggak jadi masalah karena ada tour guide dari Indonesia dan tour guide lokal yang senantiasa bantu kita untuk menjelaskan berbagai macam hal plus ngebantu nawar harga kalo mau belanja.
  5. Transportasi juga bukan jadi isu lagi, karena pasti akan ada bis yang stand by untuk mengantar kemana saja.
Nah, walaupun terdapat berbagai kemudahan yang terdapat disana, saya yakin untuk orang-orang yang hobi nya kesasar dan cari petualangan ikut group tour semacam ini jadi tidak menarik. Saya sendiri juga menemukan beberapa ketidakenakan untuk ikut tour besar seperti itu.
  1. Kita nggak bisa mau enaknya sendiri, semua itu harus mementingkan kepentingan bersama. Jadi, kemana-mana harus bareng dan on time, kalau tidak semua jadwal jadi kacau!
  2. Keputusan pribadi agak nggak didengar, jadi kalau mayoritas tamu ingin sesuatu yang lain (misalnya: mengganti tempat makan menjadi yang lebih fancy dan unik tapi harus nambah uang lagi) ya mau nggak mau harus ikut karena bakal repot kalo mencar sendiri. Which means, extra cash harus selalu ada.
  3. Bosen dengan makanan yang disuguhkan, karena biasanya makanan yang disajikan akan mirip. For the first 3 days sih fine-fine aja, tapi setelah itu benar-benar mau muntah rasanya. Indonesian food is the best lhaa! Kalau kepepet, selalu sediakan waktu untuk menyantroni fast food restaurant terdekat. 
  4. Capek dengan jadwal yang luar biasa padat! Kalau pergi Summer, bisa-bisa jam 7 pagi sudah berangkat dan jam 9 malam baru sampai hotela lagi. Tapi, kalau pergi Winter, lebih pendek waktunya tapi melawan cuaca yang dingin bikin badan gampang meriang. Kalau sudah begini, mau istirahat di Hotel saja rasanya sayang karena bakal ketinggalan banyak tempat, terlebih lagi kadang hal tersebut nggak memungkinkan karena banyak nggak jarang group tour tersebut akan pindah kota dan hotel.
Well, sekali lagi saya tekankan, preferensi seseorang itu ada positif negatifnya. Saya nggak bilang ikut tour itu nggak enak, karena menurut saya, kalau saya datang ke suatu negara yang saya belum kenal dan nggak bisa berbahasa Inggris, ikut tour adalah pilihan yang paling tepat karena keamanannya lebih terjamin. Terlebih lagi, saya bukan tipe orang yang bisa hidup di tempat yang jorok, jadi kalau ikut tour pasti hotelnya bagus dan bersih. So, I think it's the best. Tetapi, kalau saya sudah kenal dengan wilayahnya atau saya yakin daerah tersebut bisa berbahasa Inggris dengan baik, berpetualang sendiri sepertinya menjadi pilihan yang lebih bebas dan nyaman.

Oke, untuk cerita jalan-jalannya disana .. I'll continue on my next post!

Comments

  1. Bener banget Git. Apapun cara liburannya, yg penting enjoy. Karena tiap org seleranya beda-beda, gbs dipaksakan harus terus backpacker mulu atau flashpacker atau genre perjalanan lain. (nice post!) :)

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

akhirnya, aku yang pergi ...

Pagi itu, tepat pukul 8 pagi. Waktu yang ia janjikan untuk pergi menunaikan kewajiban kami setiap minggu. Aku sudah sampai di depan rumahnya. Ada 3 mobil terparkir di halaman rumahnya, pasti itu milik teman-temannya, yang aku asumsikan telah menginap di rumahnya semalaman ini. Tidak heran kalau telepon selularnya tidak ia angkat. Aku beranjak menuju pintu depan dan dengan mudah aku bisa masuk ke dalamnya. Ternyata tidak terkunci. Aku masuk kedalam dan melihat sebuah pemandangan yang sudah kuperkirakan sebelumnya. Sebuah transformasi dari sebuah rumah mewah bergaya minimalis, hasil keringatnya sendiri, menjadi sebuah kapal pecah yang penuh dengan laki-laki yang tertidur topless dan berbau alkohol. Aku tidak bisa menemukan dirinya di ruang tamu itu, kuasumsikan ia ada di kamarnya. Selama beberapa saat, pikiranku cukup melayang menuju beberapa tahun terakhir ini .. Rian Suhandi. Kakak kelasku yang aku kenal ketika aku baru saja memasuki sebuah perguruan tinggi swasta di kota bunga itu. A...

Question of Life (?)

Sehabis berbincang-bincang dengan seorang teman, saya kemudian berpikir akan pertanyaan-pertanyaan yang sering kali menjadi acuan akan jalan hidup seseorang. Pernah ada orang yang berkata pada saya kalau hidup seseorang itu dirancang hanya untuk mengikuti jalur yang sudah ada, yang kemudian menjadi tuntunan orang-orang untuk berani lancang bertanya pada orang lain akan hal-hal yang harusnya terjadi pada orang tersebut. "Mau kuliah dimana?" Pertanyaan pertama yang mulai saya dapatkan ketika saya berhasil lulus SMA. Pertanyaan yang seakan-akan memberi sejuta ton pemberat untuk hidup saya karena seolah-olah saya harus masuk ke perguruan tinggi terbaik di dunia. "Kapan lulus?" Pertanyaan retorik basa-basi yang akan selalu ditanyakan semua orang melihat angka semester saya yang sudah semakin membengkak. Yang pada akhirnya menuntun saya pada masa-masa jatuh-bangun. Membuat saya hanya terpacu untuk cepat keluar dari tempat itu, membuktikan bahwa saya berhasil ...

My RainMan

Untuk aku dan dia, hujan adalah segalanya. Hujan adalah sebuah mediator yang membuat aku dan dia bertemu. Ketika hujan turun, aku akan selalu berlari menuju ke luar rumahku dan mencoba untuk merasakan setiap tetesannya berjatuhan di telapak tanganku. Berbeda dengan dia yang dengan santai berjalan dengan elok di bawah guyurannya. Untukku, itu terlalu memakan resiko, resiko kalau esok hari aku harus tetap berada di bawah selimut karena virus influenza yang gemar sekali mendatangi tubuh mungilku. Dan hujan .. membuat semuanya menjadi mustahil bagiku. Sebuah keajaiban kecil yang Tuhan beri untuk umatnya dan secara random meluncur ke hadapanku. Aku memanggilnya rainman, karena setiap kali aku bertemu dengannya hujan pasti akan turun. Terlepas dari prakiraan cuaca yang men- judge kampung halamanku ini sebagai kota hujan, hujan pasti akan selalu turun ketika ia ada. Pasti. "Kamu nggak bawa payung lagi?" tanyaku klise ketika ia berdiri di depan rumahku. "Ngg...