Skip to main content

ke - 'haus' - an akhir-akhir ini

Selama beberapa hari belakangan ini, semua orang yang didekat saya pasti lagi terbiasa dengan kesibukan saya di pagi hari yang biasanya sudah melanglang buana menuju daerah Pogung. Bukannya mau menyantroni sang pacar yang secara kebetulan juga tinggal di daerah yang sama, tetapi saya ke daerah itu karena sedang ikut 'training'.

Training ini sebenarnya unofficial saja sih. Digarap oleh Pak Bos Mas A* yang senior di tempat saya ngajar. Training ini nggak wajib diikuti oleh guru-guru di tempat saya mengajar, tapi ternyata diminati oleh lebih dari 50% guru Bahasa Inggris. Lalu, belajar apakah kami? Kami belajar IELTS! Mungkin lebih tepatnya belajar untuk mempersiapkan diri mengajar kelas IELTS.

Apakah IELTS itu? Mari kita kenalan dulu ....
IELTS itu singkatan dari International English Language Testing System. Sebuah tes kemampuan Bahasa Inggris yang dibuat oleh Cambridge Univ gitu. Yah, tes seperti TOEFL lhaaa kalo singkatnya. Walaupun bedaaaa ... Bedanya apa, lalu tesnya seperti apa, dan bagaimana ngerjainnya nggak akan saya bahas disini. Karena bukan itu poin dari posting saya kali ini.

http://yesteryearsnews.files.wordpress.com/2010/11/vintage_classroom.jpg
Jadi, dengan adanya saya mengikuti training ini, sebenarnya saya menghabiskan sekitar 3 hari seminggu untuk bolak balik ke Realia. Waktu yang sebenarnya bisa saya pake buat tidur karena trainingnya selalu jam 8 pagi. Jam  subuhnya saya. Waktu yang sebenarnya bisa saya pake buat ngerjain skripsi.

Sometimes saya sendiri ngerasa nyesel, kenapa ya saya tu nggak konsisten sama kata-kata saya sendiri. Padahal minggu sebelumnya saya udah cukup sibuk full selama 1 minggu sama kegiatan PSIBK. Trus pada saat itu juga udah bertekad untuk nggak ikut kegiatan apa-apa supaya bisa fokus skripsi.

Ternyataaa ... ketika Mas A* nawarin untuk ikut training kelas IELTS, saya langsung ngiler! Pertama, karena saya emang pengen banget belajar IELTS buat kebutuhan jangka panjang (maksudnya sih biar siap kalo mau apply scholarship). Kedua, karena saya tuu entah bagaimana haaauuusss banget buat belajar sesuatu yang baru!

Entah kenapa, kedua alasan sederhana itu akhirnya membuat motivasi untuk nyekripsi jadi kandas begitu saja. Bukan berarti saya jadi nggak ngerjain lowh! Saya tetap ngerjain, tapi saya bagi waktunya untuk belajar hal lain juga.

Jujur aja, udah 1 tahunan ini nggak kuliah, rasanya jadi begoooo banget. Jadi nggak tahu apa-apa, jadi ngerasa nggak punya knowledge; atau sekedar informasi baru yang belum pernah diketahui. Rasanya, ngerjain skripsi itu hanya bikin pinter dibagian itu-itu aja, tapi jadi apatis dengan ilmu lain. That's why saya kepengen banget untuk tetap bisa nimba ilmu. Rasanya tuh haus banget buat belajar. Rasanya tuh kangeeeen banget masuk kelas dan dengerin kuliah.

Dengan ikut training itu setiap pagi, saya rasanya kayak lagi sekolah/kuliah lagi. Jadi semangat! Soalnya teman-temannya juga semangat dan pinter-pinter. Jadi ngerasa dapet banyak ilmu.

Saya jadi mikir, otak saya udah lama tumpul tuh bahagia banget buat diuapin lagi. Saya jadi pengen sekolah lagi abis lulus.

Yah....so...
Ternyata kalo orang lain pengen cepet-cepet beres sekolah/kuliah, kok saya malah jadi haus buat belajar lagi ya? Walaupun saya yakin, apapun yang saya alami dan kerjakan pasti memberi pembelajaran tertentu, tapi duduk di kelas, mendengarkan, berdiskusi, dan menerima informasi baru itu benar-benar nggak pernah membosankan!

Can't wait to have another 'class' with another knowldege. Hope I can have it soon!
Kalo kamu gimana, Readers?

Comments

  1. sama Git, kangen belajar (di kelas) lagi..

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

A new perspective

Someone once told me that there is nothing wrong with changes. He said that it would give me new perspective. He said, with me being away, it would makes me appreciate the thing that I had before. And yes, sure, Lately, I have been feeling it to be true. To be away with the things that I used to hold on - makes me realize that I have been spoiled. And now, I need to learn how to survive. To learn how to be brave again. And, sometimes, inevitably -- learning how to be OK with the sound of nothingness. Of course, once in a while, I envy those people who are still surrounded by luxury things. Obviously, I would constantly complain about the absence of my old routine. And, also sometimes, I would try to run away -- find the best escape route, just to get rid of the pain. How I hate changes. I wish some things were just stay the same -- forever. But then, I won't ever learn how to fly higher. I won't grow. But then, I also kind of asking my self, ... do I real...

one missed birthday

Ring . ring . Pukul 06.00. Aku terbangun dengan kepala sedikit pusing. Bingung karena tak merasa memasang alarm yang akan membangunkanku di pagi buta ini. Kuraih handphone mungil itu dan melihat tulisan di layarnya. Yagh, memang bukan alarm. Hanya reminder. ‘Sarah’s birthday.’ Dengan segera aku buka phonebookku yang sudah tak terhitung lagi ada berapa banyak nama yang terpampang disana. Ada! Nomor telepon Sarah di negeri seberang itu. Tapi, masihkah ia menggunakan nomor ini? Kuurungkan niatku dan segera menuju menuju shortcut Facebook dan mencari namanya diantara 1000 nama lainnya. Tidak ada! Aku mencoba membuka semua foto dan notes mengenai dia. Tidak ada! Kemana dia? Namun ternyata rasa penasarannya termakan oleh rasa kantuk yang masih luar biasa. Aku kembali tertidur dan melupakannya dengan segera. Siang ini sepi. Aku hanya duduk sendiri di area kampus yang selalu bisa membuatku tidak merasa sendiri walaupun pada kenyataanya tempat itu memang sepi. Terl...

Mimpi saya untuk mereka - penolong skripsi saya!

Beberapa hari belakangan ini, saya jadi teringat komentar teman-teman atau orang-orang yang bertanya tentang tugas akhir saya. Sebuah pertanyaan yang sebenarnya sangat klise dan bisa saya jawab apa adanya. Karena penelitian saya berhubungan dengan orang Tunarungu, dan ternyata pas nya lagi, di try out saya yang (Alhamdulilah) ke-tiga kalinya, saya diminta untuk ganti metode sama dosen pembimbing saya. Pada awalnya, cara saya mengambil data adalah dengan metode survei dengan mengisi skala/kuestioner, lalu, karena data saya tak kunjung valid, dosen pembimbing saya yang pantang menyerah dengan penelitian saya, mengusulkan saya untuk mengambil metode wawancara untuk mengambil data. http://maxcdn.fooyoh.com Pertanyaannya adalah: "Bagaimana cara mewawancara mereka?" Pertanyaan itu sering sekali ditanyakan oleh orang-orang yang tahu mengenai seluk-beluk skripsi saya. Ada yang keheranan, ada yang merasa itu cukup mustahil, ada yang merasa saya ini becanda, atau bahkan a...