Skip to main content

Me vs Friendship


Beberapa waktu belakangan ini, saya merasa belum menjadi seorang teman yang sepenuhnya baik. Bukan berarti saya nggak pernah  ada kalau teman saya lagi butuh saya atau saya meng-ignore teman saya yang lagi susah. Tapi, lebih tepatnya, saya bukanlah orang yang suka memaintain hubungan pertemanan itu sendiri.



Sikap saya ini sebenarnya tidak terlalu merugikan buat diri saya sendiri dan sebenarnya tidak pandang bulu. Tapi, terkadang saya merasa jahat aja kalau mem-flash back apa-apa saja yang tidak saya lakukan ke orang-orang yang pernah saya kenal.



So ...

Saya ini semakin lama merasa malas untuk mengkontak orang-orang yang saya kenal. Gampangnya saja, setelah saya nggak ambil mata kuliah lagi, saya jadi jarang ke kampus kalo nggak ada perlunya. Jarang SMS or WatsApp teman-teman saya untuk sekedar basa-basi. Bahkan, kalo di kampus ketemu, saya kadang malaaassss sekali nyapa orang. Terkadang parahnya lagi, saya bukannya nggak mau nyapa, tapi saya lupa nama orang itu. This is so weird, because I often forget people names. 


Worse .. kalo dulu saya mau basa-basi di social network, sekarang saya malah sering kali nggak nyalain on line chat karena males disapa orang untuk ngobrol. Bahkan, ngucapin ucapan ulang tahun aja saya males banget. Sometimes, it seems like social network is just a fake relationship and I don't want to fake it. I only want to greet someone that really care for me, not because it was reminded by Facebook or something.



Lebih lagi, terkadang saya juga nggak pernah lagi mengkontak orang-orang yang ada di sebuah tempat untuk ketemu saya kalo saya lagi disana. I prefer to spend my time alone.



Nah, saya semakin lama jadi semakin mikir. Apa iya saya ini bukan teman yang baik ya? Saya bahkan jadi nggak punya rasa nurturer  lagi ke teman-teman saya kecuali orang yang memang sudah dekat sekali sama saya dan mau menerima on and off saya ini.



Some of my good friends can still catch up with my rhythm , while some just find it annoying. Orang-orang tersebut lah yang akhirnya sampai sekarang masih berhubungan baik sama saya in real life atau via text messages .



Pertanyaannya adalah ...

Salah nggak sih saya suka kenal dengan orang-orang baru tapi nggak mau memaintain hubungan itu? Bisa dibilang mungkin networking saya nanti pun jadi kurang bagus karena saya malas untuk keep in touch dengan orang-orang yang nggak saya terlalu kenal.


Salah nggak ya kalau saya terkadang cuma datang ke orang waktu saya lagi butuh? But that doesn't mean that I will reject people who need my help. I will gladly help them if I can.




Jadi ..... saya cuma ingin dikoreksi aja sih mengenai sikap saya yang ini, apakah akan merusak diri saya nanti, atau saya harus enjoy aja dengan cara saya menjalani hari-hari saya ini. Besides, I still have some good friends that can accept me for who I am and how I deal with them and I'm happy with it.





Cheers!

Comments

  1. Gak salah si Ta.
    aku jg suka gitu, ahhahah..
    Dan aku merasa kyknya ni hal yg cukup wajar terjadi.

    Yg aku pahami dari pertemanan, teman yang baik itu memahami ketika kita memang sedang ingin sendiri & ga lagi pengen diganggu.
    Dan ketika kita tiba2 datang lg ke dy, pastinya dy ga judging kita temen yang ada maunya aja. *dengan catatan: pertemanan-baik (kenal orangnya dengan jelas), not just acquaintances aja.

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Mr.B

B  : You change your hair. Me : Wooow! You noticed? >o< B  : It's hard not to. Me : Nobody else said anything bout it. * blink* Aku merasa sedikit terperanjat karena tanda lingkaran hijau di samping namanya tidak lagi menyala. Ada sedikit rasa pedih membersit, ketika tiba-tiba nama itu tidak lagi muncul di layar telepon genggamku.  Aku menunggu beberapa saat kemudian, berharap nama itu kembali menyala dan membalas apa yang sudah aku katakan. Aku hanya menggigit ujung bibirku dan mematikan ponselku seraya memasukkannya ke dalam tas.  Hari ini hujan dan aku lupa membawa payung. Sial . Aku mengumpat dalam hati dan berlari menembus hujan kota Jakarta, menuju halte TransJakarta yang berjarak seratus meter dari pintu gedung kantorku.  ... Aku melempar lembaran tissue ke sepuluh yang sudah aku gunakan ke dalam keranjang sampah di belakangku. Not the time to get sick! Aku kembali bersumpah serapah dalam hati. Merasa menyesal karena...

one missed birthday

Ring . ring . Pukul 06.00. Aku terbangun dengan kepala sedikit pusing. Bingung karena tak merasa memasang alarm yang akan membangunkanku di pagi buta ini. Kuraih handphone mungil itu dan melihat tulisan di layarnya. Yagh, memang bukan alarm. Hanya reminder. ‘Sarah’s birthday.’ Dengan segera aku buka phonebookku yang sudah tak terhitung lagi ada berapa banyak nama yang terpampang disana. Ada! Nomor telepon Sarah di negeri seberang itu. Tapi, masihkah ia menggunakan nomor ini? Kuurungkan niatku dan segera menuju menuju shortcut Facebook dan mencari namanya diantara 1000 nama lainnya. Tidak ada! Aku mencoba membuka semua foto dan notes mengenai dia. Tidak ada! Kemana dia? Namun ternyata rasa penasarannya termakan oleh rasa kantuk yang masih luar biasa. Aku kembali tertidur dan melupakannya dengan segera. Siang ini sepi. Aku hanya duduk sendiri di area kampus yang selalu bisa membuatku tidak merasa sendiri walaupun pada kenyataanya tempat itu memang sepi. Terl...

"Maaf, apakah saya mengenal Anda?"

Aku ingin membunuhnya. Suara-suara yang meracau ketika aku tengah terbangun. Ikut terdiam ketika aku butuh untuk dinina-bobokan. Aku membencinya karena ia datang ketika aku tidak menginginkannya. Membuatku terjaga dengan kepala berat, Dan sungguh, itu menyebalkan. Aku ingin membunuhnya. Suara-suara gaduh di luar sana. Yang dengan sekejap mata bisa membuat aku melayang tinggi ke surga. Tapi, dengan tak kalah cepat membuat aku jatuh hingga terpeleset masuk ke dalam kubangan. Sungguh keparat! Aku ingin membunuhnya. Suara-suara kacau. Berisik! Hingga ingin aku berteriak di telinganya, "Siapa Anda berani meracau di tiap hari saya?". Aku seperti orang tuli yang ingin mendengar. Aku seperti pencipta orkestra yang membenci biola. Aku seperti orang linglung di tengah orang-orang jenius. Dan, aku benci keadaan itu. Aku ingin membunuhnya. Suara-suara yang membuatku merasa demikian. Aku ingin membunuhnya. Suara yang membuat hati ini bergejolak. Ingin muntah. Ingin lari. Ingin hilang. Hin...