Skip to main content

the real life - part 1


Posting kali ini sebenarnya sudah lama ingin saya tulis. Dari semenjak awal bulan Juli yang lalu. Dengan harapan yang menggebu-gebu saya bertekat menuliskan pengalaman saya tinggal di Dusun lain selama KKN setiap harinya. Tapi, ternyata saya nggak jadi bawa laptop dan modem saya juga nggak berfungsi di tempat itu. Ya sudah, tiba-tiba minat saya kandas di tengah jalan.

Lama sekali akhirnya saya berniat untuk membuka web
site ini dan mengecek halaman terakhir blog saya yang isinya masih itu-itu saja. Lalu saya iseng saja mengecek blog-blog teman-teman saya yang saya follow, dan ternyata .. saya jadi jealous sama mereka. Mereka sudah melahirkan banyak postingan terbaru dan saya kok malah mandeg. Jadi, dengan tekad sekuat baja dan dengan nyali yang sudah tertantang, saya mulai lagi menulis.

yuk ......


Posting saya kali ini dimulai dari sebuah pertanyaan yang dilontarkan pacar saya yang bernama Gembul. Beberapa hari yang lalu, Gembul bertanya pada saya, "Apa 10 hal yang menurut kamu akan berguna untuk kamu yang kamu dapatkan dari KKN kemarin?"

...

..

.

Lama saya berpikir. Jujur, semenjak awal saya sudah sangat stress memikirkan untuk bisa bertahan hidup selama 30 hari di tempat yang sangat berbeda dari tempat tinggal saya sehari-hari. Bagaimana nggak stress, waktu saya kesana saja saya nggak bisa ngelacak tempatnya lewat GPS, nah .. bisa aja kan tempat itu dijadiin sarang teroris untuk ngerakit bom soalnya gag kelacak lewat satelit. Well, tapi saya tahu, pikiran itu kok kerasa stupid banget. Perihal lain yang lebih membuat saya cukup stress adalah, kamar mandi cuma ada 1 dan hanya ada toilet jongkok! Hwaaaah ... seumur-umur saya nggak pernah bisa hidup lama dengan toilet yang modelnya begitu! Nah, jongkok beneran aja susah, apalagi buat urusan 'besar' itu!

Yah .. akhirnya .. dengan mental yang dikuat-kuatin dan dengan semangat yang terlanjur patah, saya beranikan diri untuk tetap maju KKN. Ya mau gimana lagi, saya udah terlanjur ambil kuliah di Jogja yang kurikulumnya masih wajib KKN. Jadi, kalo mau dapat gelar sarjana ya harus rekoso dulu deh.

But, so far .. akhirnya saya cukup terkejut dengan waktu yang bisa saya lalui. Bayangkan, 30 hari!!! (Lebaii sih) Selama 30 malam saya tidur di posisi yang sama, di atas kasur yang sama dan dengan bantal yang sama. Itu adalah salah satu hal yang saya ungkapkan berkali-kali di lokasi KKN saya sampai saya diketawain sama teman-teman pondokan. Padahal, buat saya itu amazing banget! Kenapa? Karena saya adalah salah satu orang yang cukup individualis (turunan ibu!). Saya risih sekali tidur disamping orang, apalagi kalau ada yang ngorok, ngigo, atau ndesel-ndesel saya. Saya nggak bisa tidur dengan tenang kalau lampu dinyalakan. Saya benci suara apapun yang terdengar dengan tidak teratur selama saya tidur, seperti suara orang ketawa, triak-triak, suara TV, atau kendaraan. Tapi, selama KKN .. akhirnya saya bisa belajar untuk menerima itu semua . Menerima kalau saya harus berusaha bertenggang rasa dengan orang lain.

And yes ...
selama 30 hari .. saya tidur disamping teman-teman saya. Ayu yang hobi nindihin saya. Dan Blesta yang suka tidur malem sampe jatah kasurnya saya monopoli. And .. pernah 1 malem tidur di sebelah Anggit juga yang nggak sadar pernah ngejedotin kepala saya. Hahahaha.

Itu baru satu pengalaman saya yang benar-benar ngena buat saya. 30 hari tanpa sekalipun pernah menginap di luar pondokkan KKN. Buat saya itu luar biasa. Karena buat saya, tidur itu butuh kualitas yang baik supaya saya bisa bangun dengan keadan fit. Dan saya, bisa belajar untuk mengatasi keegoisan saya dalam memonopoli kondisi tidur dengan mencoba berbagi kepada teman-teman saya.

Pengalaman yang lain? We'll continue it next time ..

Adios !

Comments

Popular posts from this blog

akhirnya, aku yang pergi ...

Pagi itu, tepat pukul 8 pagi. Waktu yang ia janjikan untuk pergi menunaikan kewajiban kami setiap minggu. Aku sudah sampai di depan rumahnya. Ada 3 mobil terparkir di halaman rumahnya, pasti itu milik teman-temannya, yang aku asumsikan telah menginap di rumahnya semalaman ini. Tidak heran kalau telepon selularnya tidak ia angkat. Aku beranjak menuju pintu depan dan dengan mudah aku bisa masuk ke dalamnya. Ternyata tidak terkunci. Aku masuk kedalam dan melihat sebuah pemandangan yang sudah kuperkirakan sebelumnya. Sebuah transformasi dari sebuah rumah mewah bergaya minimalis, hasil keringatnya sendiri, menjadi sebuah kapal pecah yang penuh dengan laki-laki yang tertidur topless dan berbau alkohol. Aku tidak bisa menemukan dirinya di ruang tamu itu, kuasumsikan ia ada di kamarnya. Selama beberapa saat, pikiranku cukup melayang menuju beberapa tahun terakhir ini .. Rian Suhandi. Kakak kelasku yang aku kenal ketika aku baru saja memasuki sebuah perguruan tinggi swasta di kota bunga itu. A...

Question of Life (?)

Sehabis berbincang-bincang dengan seorang teman, saya kemudian berpikir akan pertanyaan-pertanyaan yang sering kali menjadi acuan akan jalan hidup seseorang. Pernah ada orang yang berkata pada saya kalau hidup seseorang itu dirancang hanya untuk mengikuti jalur yang sudah ada, yang kemudian menjadi tuntunan orang-orang untuk berani lancang bertanya pada orang lain akan hal-hal yang harusnya terjadi pada orang tersebut. "Mau kuliah dimana?" Pertanyaan pertama yang mulai saya dapatkan ketika saya berhasil lulus SMA. Pertanyaan yang seakan-akan memberi sejuta ton pemberat untuk hidup saya karena seolah-olah saya harus masuk ke perguruan tinggi terbaik di dunia. "Kapan lulus?" Pertanyaan retorik basa-basi yang akan selalu ditanyakan semua orang melihat angka semester saya yang sudah semakin membengkak. Yang pada akhirnya menuntun saya pada masa-masa jatuh-bangun. Membuat saya hanya terpacu untuk cepat keluar dari tempat itu, membuktikan bahwa saya berhasil ...

My RainMan

Untuk aku dan dia, hujan adalah segalanya. Hujan adalah sebuah mediator yang membuat aku dan dia bertemu. Ketika hujan turun, aku akan selalu berlari menuju ke luar rumahku dan mencoba untuk merasakan setiap tetesannya berjatuhan di telapak tanganku. Berbeda dengan dia yang dengan santai berjalan dengan elok di bawah guyurannya. Untukku, itu terlalu memakan resiko, resiko kalau esok hari aku harus tetap berada di bawah selimut karena virus influenza yang gemar sekali mendatangi tubuh mungilku. Dan hujan .. membuat semuanya menjadi mustahil bagiku. Sebuah keajaiban kecil yang Tuhan beri untuk umatnya dan secara random meluncur ke hadapanku. Aku memanggilnya rainman, karena setiap kali aku bertemu dengannya hujan pasti akan turun. Terlepas dari prakiraan cuaca yang men- judge kampung halamanku ini sebagai kota hujan, hujan pasti akan selalu turun ketika ia ada. Pasti. "Kamu nggak bawa payung lagi?" tanyaku klise ketika ia berdiri di depan rumahku. "Ngg...