Skip to main content

Radio


So listen to the radio (listen to the radio)
And all the songs we used to know, oh, oh
So listen to the radio (listen to the radio)
Remember where we used to go...

One simple word can be define with so many other words. A word itself can express so many other feelings and describe so many other thing that related to it.

Untuk saya, sebuah kata "radio" artinya besar banget. Dan hari ini, sengaja saya tulis posting saya tepat tanggal 19 Agustus 2011 diantara pukul 22.00-24.00. Why? Hari ini memang gag bersejarah untuk diri saya, tapi mungkin akan sangat diingat oleh salah seorang penyiar favorit saya yang juga jadi pacar saya. Sebut saja dia 'Gembul'.

Gembul adalah orang yang pernah jadi salah satu magnet saya untuk bisa stay di dalam perpustakaan di waktu yang sama setiap harinya dan di tempat yang sama. Dengan laptop terbuka dan koneksi Yahoo Messenger yang selalu on line, saya bercokol di tempat itu semaksimal mungkin selama pukul 11.00-14.00 setiap harinya. Saya sebenarnya nggak yakin kalo Gembul itu sadar kalau dia sedang saya dengerin, tapi buat saya itu nggak penting. Saya cuma butuh denger suara dia. Bukan karena saya adalah fans dia yang freak, tapi karena pada saat-saat itu, saya sedang membutuhkan teman yang bisa terus nemenin saya tanpa perlu merecoki saya dengan hal-hal yang nggak mau saya bicarakan.

Dan ..
mendengarkan radio adalah salah satu cara untuk merasa ditemani tapi nggak merasa direcokin. Seperti kata salah satu sahabat saya, terkadang kita ingin ditemani, tapi kita nggak ingin ikut bicara. Cukup saling diam. Yang penting, saya nggak merasa sendiri.

Semuanya itu, untuk saya cukup terangkum dalam sebuah kata yang bernama 'radio'.

Benda aneh itu, sudah saya kenal dengan cukup baik semenjak saya duduk di bangku SMP. Ketika saya sedang masuk ke masa puber, dengan mood yang suka swing dengan cukup hebat, dan dengan imajinasi yang kelewat batas, radio cukup membuat semuanya lengkap. Ketika saya harus terpaksa masuk ke dalam kamar yang gelap tapi belum bisa terlelap, saya pasti ngebela-ngebelain untuk dengerin salah satu acara favorit saya ketika saya di Bogor. Dengan bodohnya, saya bisa saja ikut merasuk ke dalam apa yang dibicarakan oleh penyiar itu. Saya bisa ketawa, saya bisa marah, bahkan saya juga bisa nangis sampai meraung-raung. Dan lucunya, kebiasaan itu ternyata masih terbawa hingga saat ini.

Radio adalah salah satu bentuk teman yang nggak berwujud manusia. Tapi ia selalu menunjukkan perilaku hadir. Dengan selalu menyapa saya, memberikan apa yang saya mau dengar. Dan .. kalau saya bosan, matikan saja. So simple!

Mungkin hal itu akhirnya mengena di diri saya dan akhirnya mendorong saya untuk ikut-ikutan pengen jadi orang yang berada di balik suatu siaran. Saya iseng-iseng daftar menjadi penyiar radio. Harapan saya cukup sederhana. Saya cuma mau membuat orang yang mendengar saya nggak kesepian. Merasa kalau dunia ini memang nggak adil, but at least saya tetep mau ada di samping dia. Tapi, sampai detik ini pun saya belum tau, sebenarnya saya berhasil nggak ya dulu? Hahahaha.

Well ...
Dunia radio itu sendiri yang akhirnya membuat saya bertemu dengan Gembul. Jadi, ketika dia memutuskan untuk keluar dari dunia itu, saya sebenarnya merasa cukup kikuk. Berjalan bersama dia, terasa seperti berada di dua dunia. Dan saya nggak akan pernah bisa untuk marah di keduanya, pasti hanya satu sisinya saja. Sekarang, dunia itu akan menjadi satu. Bukan lagi orang yang saya dengar via streaming atau kabel antena. Hanya melalui dunia nyata.

Jadi, kali ini .. saya sedang berusaha untuk melepas dunia yang menempel di diri saya selama beberapa tahun terakhir. Kembali menjadi orang awam yang nggak peduli bagaimana isi dari sebuah radio itu sebenarnya. Karena sebenarnya, jauh lebih baik tidak mengetahui keseluruhannya dibandingkan harus kecewa karena tahu semuanya.

So ..
hello again radio!
The one and only friend in the middle of the night when I just need someone to make sure that I'm not alone ..

Comments

  1. bagus dong kalau kita gag bisa marah.. dimanapun juga... hebat!!!

    http://www.psholic.com/2011/01/james-ponds.html

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

A new perspective

Someone once told me that there is nothing wrong with changes. He said that it would give me new perspective. He said, with me being away, it would makes me appreciate the thing that I had before. And yes, sure, Lately, I have been feeling it to be true. To be away with the things that I used to hold on - makes me realize that I have been spoiled. And now, I need to learn how to survive. To learn how to be brave again. And, sometimes, inevitably -- learning how to be OK with the sound of nothingness. Of course, once in a while, I envy those people who are still surrounded by luxury things. Obviously, I would constantly complain about the absence of my old routine. And, also sometimes, I would try to run away -- find the best escape route, just to get rid of the pain. How I hate changes. I wish some things were just stay the same -- forever. But then, I won't ever learn how to fly higher. I won't grow. But then, I also kind of asking my self, ... do I real...

one missed birthday

Ring . ring . Pukul 06.00. Aku terbangun dengan kepala sedikit pusing. Bingung karena tak merasa memasang alarm yang akan membangunkanku di pagi buta ini. Kuraih handphone mungil itu dan melihat tulisan di layarnya. Yagh, memang bukan alarm. Hanya reminder. ‘Sarah’s birthday.’ Dengan segera aku buka phonebookku yang sudah tak terhitung lagi ada berapa banyak nama yang terpampang disana. Ada! Nomor telepon Sarah di negeri seberang itu. Tapi, masihkah ia menggunakan nomor ini? Kuurungkan niatku dan segera menuju menuju shortcut Facebook dan mencari namanya diantara 1000 nama lainnya. Tidak ada! Aku mencoba membuka semua foto dan notes mengenai dia. Tidak ada! Kemana dia? Namun ternyata rasa penasarannya termakan oleh rasa kantuk yang masih luar biasa. Aku kembali tertidur dan melupakannya dengan segera. Siang ini sepi. Aku hanya duduk sendiri di area kampus yang selalu bisa membuatku tidak merasa sendiri walaupun pada kenyataanya tempat itu memang sepi. Terl...

Mimpi saya untuk mereka - penolong skripsi saya!

Beberapa hari belakangan ini, saya jadi teringat komentar teman-teman atau orang-orang yang bertanya tentang tugas akhir saya. Sebuah pertanyaan yang sebenarnya sangat klise dan bisa saya jawab apa adanya. Karena penelitian saya berhubungan dengan orang Tunarungu, dan ternyata pas nya lagi, di try out saya yang (Alhamdulilah) ke-tiga kalinya, saya diminta untuk ganti metode sama dosen pembimbing saya. Pada awalnya, cara saya mengambil data adalah dengan metode survei dengan mengisi skala/kuestioner, lalu, karena data saya tak kunjung valid, dosen pembimbing saya yang pantang menyerah dengan penelitian saya, mengusulkan saya untuk mengambil metode wawancara untuk mengambil data. http://maxcdn.fooyoh.com Pertanyaannya adalah: "Bagaimana cara mewawancara mereka?" Pertanyaan itu sering sekali ditanyakan oleh orang-orang yang tahu mengenai seluk-beluk skripsi saya. Ada yang keheranan, ada yang merasa itu cukup mustahil, ada yang merasa saya ini becanda, atau bahkan a...