Skip to main content

saya dicambuk ketika mood saya kacruuut!

Akhir-akhir ini, mood saya benar-benar kacrut! Rasanya pengen banget marah-marah, pengen treak-treak, pengen ngebanting orang, bahkan rasanya pengen banget makan orang. Dan, dengan bodoh dan konyolnya saya berpikir, "saya butuh dia".

Hmph ..
Nggak bisa saya pungkiri kalo selama kurang lebih 2 tahun ini, cuma ada satu orang yang bisa tahan dengan gejala mood disorder saya yang suka muncul dan hilang secara tiba-tiba ini. Dan, mungkin hati saya juga akhirnya berpikir kalo memang sudah sewajarnya juga saya merasa butuh dia untuk membuat hati dan pikiran saya menjadi lebih tenang.

Sialnya, hari itu dia lewat di depan saya. Saya, yang notabene radarnya selalu menyala disetiap dia lewat selalu sadar kalo dia ada di dekat saya. Waktu itu, saya cuma bisa menghela nafas dan memberi sebuah senyum pahit. Saya sendiri bingung sendiri apa yang saya rasakan pada waktu itu. Yang pasti, saya merasa semua batu pertahanan saya runtuh dan saya merasa benar-benar menjadi orang yang menyedihkan.

Kemudian, dengan bodohnya lagi, saya ambil handphone saya dan mulai mengetikkan sms yang begitu konyol .
'Aq kangen kamu.'
'Lha kan abz ktmu.'
'Iyaa. Malah kangen. sorry ..'
'Hehehe.tak ap.'
'Mgkn km bs kasi tw aq, gmn spy aq bs brtahan.'
'Yg tau dri km ya km sndri kq.lbh baik lnjtin hdup dgn fun drpd hrus bertahan.'

Sms trakhir dari dia membuat saya cukup tertohok dan menitikkan air mata, lagi, untuk kesekian kalinya. Saya sadar saya begitu bodoh untuk terlihat sangat lemah dihadapannya. Saya juga sangat sadar kalau apa yang saya lakukan dan apa yang saya katakan itu membuat saya terlihat begitu menyedihkan.

Lama saya coba untuk menelaah maksud dari isi sms itu. Saya mencoba untuk menerka-nerka apa yang sebenarnya ia rasakan dan pikirkan ketika mengirim sms itu.

Lalu, tiba-tiba saya ingat kata-kata teman saya yang selalu bilang, "Kenapa sih cewek harus selalu mengingat semuanya? Cewek itu membutuhkan setidaknya 1 bulan untuk melupakan, sedangkan cowok cuma butuh 1 minggu untuk terus moving on."

Saya mencoba menelaah lagi.
Benarkah dia memang sudah tidak lagi memikirkan tentang saya? Atau, saya memang terlalu berlebihan untuk selalu berpikir bahwa semua ini akan kembali lagi indah seperti sedia kala?

Butuh waktu cukup lama waktu itu, bagi saya, untuk bisa tersenyum lagi. Dan, terima kasih untuk teman-teman KPU yang sudah buat saya tertawa selama rapat, karena sebenarnya guyonan mereka itu garing, tapi saya lagi butuh tertawa. Hehehe.
Makasih juga untuk seorang sohib saya yang mau menemani saya makan dan menjelaskan betapa enaknya seorang anak kecil untuk digigit. Haahhaa.

Yah, mungkin hari itu adalah hari cambukan saya. Supaya saya bangun dan sadar kalau hari sudah berubah dan saya benar-benar harus kembali berjalan. Saya sadar kok kalau selama ini saya terlalu banyak menunda-nunda, dan PR saya sudah mulai menumpuk. Jadi, saya akan mulai mencoba.

Mencoba untuk hidup.
Dan tidak hanya bertahan.
Tetapi menjalani hidup.

p.s : makasih untuk dia, sekali lagi, untuk cambukannya. :)

Comments

  1. mulailah berjalan.. buatlah langkah pertama mu.. maka kakimu akan membuat langkah2 selanjutnya :)

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

akhirnya, aku yang pergi ...

Pagi itu, tepat pukul 8 pagi. Waktu yang ia janjikan untuk pergi menunaikan kewajiban kami setiap minggu. Aku sudah sampai di depan rumahnya. Ada 3 mobil terparkir di halaman rumahnya, pasti itu milik teman-temannya, yang aku asumsikan telah menginap di rumahnya semalaman ini. Tidak heran kalau telepon selularnya tidak ia angkat. Aku beranjak menuju pintu depan dan dengan mudah aku bisa masuk ke dalamnya. Ternyata tidak terkunci. Aku masuk kedalam dan melihat sebuah pemandangan yang sudah kuperkirakan sebelumnya. Sebuah transformasi dari sebuah rumah mewah bergaya minimalis, hasil keringatnya sendiri, menjadi sebuah kapal pecah yang penuh dengan laki-laki yang tertidur topless dan berbau alkohol. Aku tidak bisa menemukan dirinya di ruang tamu itu, kuasumsikan ia ada di kamarnya. Selama beberapa saat, pikiranku cukup melayang menuju beberapa tahun terakhir ini .. Rian Suhandi. Kakak kelasku yang aku kenal ketika aku baru saja memasuki sebuah perguruan tinggi swasta di kota bunga itu. A...

Question of Life (?)

Sehabis berbincang-bincang dengan seorang teman, saya kemudian berpikir akan pertanyaan-pertanyaan yang sering kali menjadi acuan akan jalan hidup seseorang. Pernah ada orang yang berkata pada saya kalau hidup seseorang itu dirancang hanya untuk mengikuti jalur yang sudah ada, yang kemudian menjadi tuntunan orang-orang untuk berani lancang bertanya pada orang lain akan hal-hal yang harusnya terjadi pada orang tersebut. "Mau kuliah dimana?" Pertanyaan pertama yang mulai saya dapatkan ketika saya berhasil lulus SMA. Pertanyaan yang seakan-akan memberi sejuta ton pemberat untuk hidup saya karena seolah-olah saya harus masuk ke perguruan tinggi terbaik di dunia. "Kapan lulus?" Pertanyaan retorik basa-basi yang akan selalu ditanyakan semua orang melihat angka semester saya yang sudah semakin membengkak. Yang pada akhirnya menuntun saya pada masa-masa jatuh-bangun. Membuat saya hanya terpacu untuk cepat keluar dari tempat itu, membuktikan bahwa saya berhasil ...

My RainMan

Untuk aku dan dia, hujan adalah segalanya. Hujan adalah sebuah mediator yang membuat aku dan dia bertemu. Ketika hujan turun, aku akan selalu berlari menuju ke luar rumahku dan mencoba untuk merasakan setiap tetesannya berjatuhan di telapak tanganku. Berbeda dengan dia yang dengan santai berjalan dengan elok di bawah guyurannya. Untukku, itu terlalu memakan resiko, resiko kalau esok hari aku harus tetap berada di bawah selimut karena virus influenza yang gemar sekali mendatangi tubuh mungilku. Dan hujan .. membuat semuanya menjadi mustahil bagiku. Sebuah keajaiban kecil yang Tuhan beri untuk umatnya dan secara random meluncur ke hadapanku. Aku memanggilnya rainman, karena setiap kali aku bertemu dengannya hujan pasti akan turun. Terlepas dari prakiraan cuaca yang men- judge kampung halamanku ini sebagai kota hujan, hujan pasti akan selalu turun ketika ia ada. Pasti. "Kamu nggak bawa payung lagi?" tanyaku klise ketika ia berdiri di depan rumahku. "Ngg...