Skip to main content

10-11-12

Hari Sabtu itu masih beranjak sore, ketika matahari masih tetap enggan bersinar semenjak tadi pagi. Beberapa pesan masuk ke telepon genggam perempuan itu. Ia, masih dengan matanya yang berat dan dengan kesadaran yang tidak utuh, mencoba untuk melihat nama pengirim yang mengirim pesan tersebut.

Pesan itu hanya menanyakan dimana ia berada saat ini. Namun, yang membuat perempuan itu bangkit dari tidurnya adalah nama pengirim yang terpampang di layar telepon genggamnya. Sebuah nama yang akhir-akhir ini memang cukup membuat hari-harinya lebih berirama.

Segera perempuan itu membalas pesan singkat itu dengan mempersilakan si pengirim pesan datang ke tempat tinggalnya.

Butuh waktu cukup lama bagi perempuan tersebut untuk menyadari apa yang sedang menggerogoti hatinya saat itu. Sebuah perasaan yang luar biasa emosionalnya. Namun, dengan kelelahan dan juga kekhawatiran yang besar.

Tak lama si pengirim pesan datang dan perempuan itu segera mengajak si pengirim kembali menjelajahi kawasan Jogja yang mulai menjelang malam.

Beberapa jam mereka lalui dengan penuh tawa dan banyak kesenangan. Namun, perempuan itu tahu bahwa tubuhnya sedang tidak ingin menjalani malam hari yang berat. Beberapa kali perempuan itu menghela nafas panjang untuk menghilangkan sedikit perasaan sesak di dadanya, yang untuk kesekian kalinya tidak ia ketahui mengapa.

Perempuan itu mencoba untuk mengenyahkan rasa tak menyenangkan itu dan mencoba untuk sedikit menikmati malam yang semakin mendingin dengan si pengirim. Ia merasa nyaman dan merasa tenang berada di samping si pengirim yang selalu bisa membuat awan kelabu di hatinya enyah.

Perempuan itu kini berlari, berlari menembus jalanan Malioboro yang padat. Mencoba untuk berlari mengejar waktu dan tertawa bebas untuk membuat si pengirim sedikit terengah-engah. Dan, ditengah deru nafas mereka yang mulai beradu, semua irama musik yang selama ini ia dengar berhenti. Berganti dengan sebuah alunan lirik yang lirih dan janggal. Menuju ke sebuah pilihan yang tak pernah perempuan itu inginkan.

Sebuah tayangan singkat bermain dalam kepalanya. Berteriak-teriak memanggilnya untuk segera tersadar bahwa ini memang bukan mimpi. Hatinya berontak, namun otaknya tetap menahannya untuk bicara. Memilih untuk mengambil sebuah resiko untuk kehilangan si pengirim yang benar-benar membuat hari terburuknya menjadi sebuah pelangi, atau mengambil sebuah keputusan yang serupa. Keputusan yang pernah ia ambil beberapa tahun yang lalu. Keputusan yang ia tahu akan berakhir dengan malam-malam penuh tangis air mata.

Hari Sabtu itu sudah terasa begitu dingin dan malam sudah semakin larut. Perempuan iu berdiri termanggu. Berjalan dengan kelu. Hatinya berontak, namun otaknya mencegah untuk berbicara. Egonya terlalu bimbang untuk memilih. Perempuan itu hanya termanggu. Diam dan tak bicara.

Comments

Popular posts from this blog

a new beginning of friday night

finally . gw memulai resolusi tahun baru gw dengan lebih awal . yeph . gw berencana untuk kembali menulis lagi taun depan. 'moga-moga beneran bisa berjalan lancar' (cross finger!) yah . akhirnya di jumat malem ini, gw tiba-tiba dapet smangat baru . so here i am . at momento cafe with my boy, and other boy friends gw mulai sign up lg buat blog baru dgn harapan gw bisa kembali menjelajahi sisi terdalam gw buat nulis. whatever it sound . hehehe . smangad banget hr ni, padahal sebenernya gw capek bgt . blom da ksempatan bwat plg . blom ada waktu bwat tidur siang . 'haha. realii a keboo!' tapi senenk bgt drtd ngomongin masa-masa depan gw yg bakal gw laluin dengan hectic . weird?! yeph. karena gw lbh suka sibuk dibanding gw harus terpuruk dalam kesendirian dan ke-non-gawean . it drives me nuts ! so . one of the dream for next year . one project . masdha carnival 'bangkit dan bersuara' haha ! smoga sukses kawan-kawan . ayo kita bangkit dan bersuara bersama . it's ...

A new perspective

Someone once told me that there is nothing wrong with changes. He said that it would give me new perspective. He said, with me being away, it would makes me appreciate the thing that I had before. And yes, sure, Lately, I have been feeling it to be true. To be away with the things that I used to hold on - makes me realize that I have been spoiled. And now, I need to learn how to survive. To learn how to be brave again. And, sometimes, inevitably -- learning how to be OK with the sound of nothingness. Of course, once in a while, I envy those people who are still surrounded by luxury things. Obviously, I would constantly complain about the absence of my old routine. And, also sometimes, I would try to run away -- find the best escape route, just to get rid of the pain. How I hate changes. I wish some things were just stay the same -- forever. But then, I won't ever learn how to fly higher. I won't grow. But then, I also kind of asking my self, ... do I real...

Mimpi saya untuk mereka - penolong skripsi saya!

Beberapa hari belakangan ini, saya jadi teringat komentar teman-teman atau orang-orang yang bertanya tentang tugas akhir saya. Sebuah pertanyaan yang sebenarnya sangat klise dan bisa saya jawab apa adanya. Karena penelitian saya berhubungan dengan orang Tunarungu, dan ternyata pas nya lagi, di try out saya yang (Alhamdulilah) ke-tiga kalinya, saya diminta untuk ganti metode sama dosen pembimbing saya. Pada awalnya, cara saya mengambil data adalah dengan metode survei dengan mengisi skala/kuestioner, lalu, karena data saya tak kunjung valid, dosen pembimbing saya yang pantang menyerah dengan penelitian saya, mengusulkan saya untuk mengambil metode wawancara untuk mengambil data. http://maxcdn.fooyoh.com Pertanyaannya adalah: "Bagaimana cara mewawancara mereka?" Pertanyaan itu sering sekali ditanyakan oleh orang-orang yang tahu mengenai seluk-beluk skripsi saya. Ada yang keheranan, ada yang merasa itu cukup mustahil, ada yang merasa saya ini becanda, atau bahkan a...