Skip to main content

what am i doing ?

keteguhanku akhirnya terkalahkan
lapisan es yang selama ini aku bangun, ternyata mencair selama panasnya pembangunan itu

dan akhirnya, disinilah aku. di rumahku yang nyaman. setelah dulu pernah aku berjanji untuk tidak menginjakkan kakiku disini hingga satu tahun lamanya.

mungkin, sebuah pertanyaan besar akan datang padaku.
MENGAPA SEBEGITU BESARNYA KAMU MEMBENCI RUMAHMU SENDIRI?

bukan.
bukan karena aku membencinya.
aku malah sangat merindukannya, aku malah sangat senang ada di dalamnya, aku sangat menikmatinya. tapi rumah membuatku malas, tidak produktif, dan aku malah sering terbaring sakit.

tapi, aku juga ingin membuktikan bahwa aku bisa ppunya banyak pengalaman lain selama aku menghabiskan liburanku di luar rumah. pengalaman yang berharga.

namun, sekarang keteguhan itu tergoyahkan.
aku pulang.

banyak kemudian yang bertanya-tanya,
AKHIRNYA DIA PULANG JUGA?

yah ..
alibiku selalu berkata aku pulang karena telfon oma. karena aku tidak ingin membuat orang lain kecewa.

tapi sebenarnya, jawaban itu hanya sekedar penyesatan kecil yang aku buat sendiri.

aku bisa kok, pura-pura tidak perduli dan terus menjalani hari-hati seperti biasa.
menghabiskan waktu dengan rencana-rencana gila, menghamburkan uang hanya demi secangkir kopi atau sebatang coklat, bercinta tanpa resah akan jam-jam kuliah yang selalu menghabiskan waktu, dan hal-hal lain yang mungkin tidak berguna atau malah mendatangkan banyak uang.

lalu, kenapa akhirnya aku menyerah dan berada disini?





aku lari ....
aku melarikan diri dari hidup yang baru saja aku bangun sendiri.
aku lari dari semua emosi yang aku tinggal disana, semua amarah yang belum aku curahkan kesan, semua tawa yang belum kukeluarkan disana, semua umpatan, semua senyuman, semua .. semua ..

aku butuh keluar dari sana.

beberapa waktu ini, benar-benar membuatku ingin muntah. membuatku gamang dan tertekan. membuat sebuah lubang besar yang digali sendiri oleh orang-orang di sekitarku, yang mungkin dikarenakan oleh diriku sendiri.

aku butuh udara lain.

aku butuh melihat pemandangan lain, berbicara hal-hal yang lain, melakukan sesuatu yang jarang aku lakukan disana, atau setidaknya hanya terlepas dari sana.

mungkin, selama ini banyak yang sering menganggapku aneh atau mungkin menganggapku berbeda. yah, mungkin aku memang sedang butuh liburan.





dan akhirnya aku disini ....

tapi kemudian,
aku merasa hampa dan kosong.

aku merindukannya.
rindu suasana itu, aku rindu hawa itu, aku rindu orang-orang itu, aku rindu kegelisahan dan kerumitan yang aku temui disana saat aku tak bisa tidur dan hanya menatap langit-langit yang kosong.

aku merasa bodoh untuk melarikan diri disini.
aku merasa tak seharusnya ada disini.

tapi aku juga sadar kalau aku tak akan dengan mudah dapat kembali. setidaknya tidak hari ini.
masih ada 5 hari menjelang.
dan aku akan disini, mencoba menikmati waktu-waktu ini.




mencoba menikmati kerinduan akan dia, mereka, dan tempat itu .....

Comments

  1. gapapa..pulanglah ke rumah menemui orang-orang yang kamu cintai..
    karna ga semua orang punya rumah itu....
    hehehhe

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Question of Life (?)

Sehabis berbincang-bincang dengan seorang teman, saya kemudian berpikir akan pertanyaan-pertanyaan yang sering kali menjadi acuan akan jalan hidup seseorang. Pernah ada orang yang berkata pada saya kalau hidup seseorang itu dirancang hanya untuk mengikuti jalur yang sudah ada, yang kemudian menjadi tuntunan orang-orang untuk berani lancang bertanya pada orang lain akan hal-hal yang harusnya terjadi pada orang tersebut. "Mau kuliah dimana?" Pertanyaan pertama yang mulai saya dapatkan ketika saya berhasil lulus SMA. Pertanyaan yang seakan-akan memberi sejuta ton pemberat untuk hidup saya karena seolah-olah saya harus masuk ke perguruan tinggi terbaik di dunia. "Kapan lulus?" Pertanyaan retorik basa-basi yang akan selalu ditanyakan semua orang melihat angka semester saya yang sudah semakin membengkak. Yang pada akhirnya menuntun saya pada masa-masa jatuh-bangun. Membuat saya hanya terpacu untuk cepat keluar dari tempat itu, membuktikan bahwa saya berhasil ...

akhirnya, aku yang pergi ...

Pagi itu, tepat pukul 8 pagi. Waktu yang ia janjikan untuk pergi menunaikan kewajiban kami setiap minggu. Aku sudah sampai di depan rumahnya. Ada 3 mobil terparkir di halaman rumahnya, pasti itu milik teman-temannya, yang aku asumsikan telah menginap di rumahnya semalaman ini. Tidak heran kalau telepon selularnya tidak ia angkat. Aku beranjak menuju pintu depan dan dengan mudah aku bisa masuk ke dalamnya. Ternyata tidak terkunci. Aku masuk kedalam dan melihat sebuah pemandangan yang sudah kuperkirakan sebelumnya. Sebuah transformasi dari sebuah rumah mewah bergaya minimalis, hasil keringatnya sendiri, menjadi sebuah kapal pecah yang penuh dengan laki-laki yang tertidur topless dan berbau alkohol. Aku tidak bisa menemukan dirinya di ruang tamu itu, kuasumsikan ia ada di kamarnya. Selama beberapa saat, pikiranku cukup melayang menuju beberapa tahun terakhir ini .. Rian Suhandi. Kakak kelasku yang aku kenal ketika aku baru saja memasuki sebuah perguruan tinggi swasta di kota bunga itu. A...

My RainMan

Untuk aku dan dia, hujan adalah segalanya. Hujan adalah sebuah mediator yang membuat aku dan dia bertemu. Ketika hujan turun, aku akan selalu berlari menuju ke luar rumahku dan mencoba untuk merasakan setiap tetesannya berjatuhan di telapak tanganku. Berbeda dengan dia yang dengan santai berjalan dengan elok di bawah guyurannya. Untukku, itu terlalu memakan resiko, resiko kalau esok hari aku harus tetap berada di bawah selimut karena virus influenza yang gemar sekali mendatangi tubuh mungilku. Dan hujan .. membuat semuanya menjadi mustahil bagiku. Sebuah keajaiban kecil yang Tuhan beri untuk umatnya dan secara random meluncur ke hadapanku. Aku memanggilnya rainman, karena setiap kali aku bertemu dengannya hujan pasti akan turun. Terlepas dari prakiraan cuaca yang men- judge kampung halamanku ini sebagai kota hujan, hujan pasti akan selalu turun ketika ia ada. Pasti. "Kamu nggak bawa payung lagi?" tanyaku klise ketika ia berdiri di depan rumahku. "Ngg...