Skip to main content

ketidakwarasanku .

Masih melihat detikan jarum jam yang juga tiada berhenti. Melamun, memikirkan apa yang baru saja ia lihat. Lama ia terdiam, sampai akhirnya dia terbangkit dari tempat tidurnya dan mulai berjalan ke arah jam dinding di hadapannya. Lama ia amati kembali detik-detik yang berlalu.

Berisik!
Pikirnya.

Berjam-jam sudah ia nantikan agar detikan itu berhenti bergerak dan memecah keheningan yang biasa meninabobokannya dalam senandung malam. Larut malam sudah ia berharap pada suatu mukjizat agar seseorang memberinya senapan untuk menembak jam tersebut.

Berisik !
Teriaknya lagi, dalam hati.

Bosan ia pandangi jam itu, kembali lagi ia merebahkan dirinya dalam tempat tidur.

Berisik !
Umpatnya kali ini.

Belum bisa rupanya ia terlelap dengan detik-detik yang berlalu itu. Belum terbiasa rupanya telinganya untuk merasa nyaman dengan detik-detik pemecah ketenangan itu.

Ia kembali bangun, mancari kayu atau batu untuk ia lemparkan ke arah jam dinding itu. Tapi, kamar itu kosong dan yang tersisa hanya dirinya, tempat tidur, dan jam dinding itu. Tanpa membuang detik-detik yang lain lebih banyak, ia hempaskan dirinya ke arah jam dinding itu.

Tidak pecah.

Berisik !
Makinya kali ini.

Sudah habis kesabarannya. Dan dengan membabi buta ia hempaskan badannya yang sudah tersisa kulit dan tulang itu berkali-kali ke arah jam dinding tersebut. Sampai ia lelah. Sampai ia merasa sakit dan kemudia jatuh tertidur bersandarkan dinding.

Namun, jam dinding itu masih utuh. Dan berdetak dalam tubuhnya sendiri.

Berisik !
Bisiknya dalam tidur pada jam dinding yang hanya berupa denyut-denyut nadi dan jantung tubuhnya.

Comments

Popular posts from this blog

A new perspective

Someone once told me that there is nothing wrong with changes. He said that it would give me new perspective. He said, with me being away, it would makes me appreciate the thing that I had before. And yes, sure, Lately, I have been feeling it to be true. To be away with the things that I used to hold on - makes me realize that I have been spoiled. And now, I need to learn how to survive. To learn how to be brave again. And, sometimes, inevitably -- learning how to be OK with the sound of nothingness. Of course, once in a while, I envy those people who are still surrounded by luxury things. Obviously, I would constantly complain about the absence of my old routine. And, also sometimes, I would try to run away -- find the best escape route, just to get rid of the pain. How I hate changes. I wish some things were just stay the same -- forever. But then, I won't ever learn how to fly higher. I won't grow. But then, I also kind of asking my self, ... do I real...

one missed birthday

Ring . ring . Pukul 06.00. Aku terbangun dengan kepala sedikit pusing. Bingung karena tak merasa memasang alarm yang akan membangunkanku di pagi buta ini. Kuraih handphone mungil itu dan melihat tulisan di layarnya. Yagh, memang bukan alarm. Hanya reminder. ‘Sarah’s birthday.’ Dengan segera aku buka phonebookku yang sudah tak terhitung lagi ada berapa banyak nama yang terpampang disana. Ada! Nomor telepon Sarah di negeri seberang itu. Tapi, masihkah ia menggunakan nomor ini? Kuurungkan niatku dan segera menuju menuju shortcut Facebook dan mencari namanya diantara 1000 nama lainnya. Tidak ada! Aku mencoba membuka semua foto dan notes mengenai dia. Tidak ada! Kemana dia? Namun ternyata rasa penasarannya termakan oleh rasa kantuk yang masih luar biasa. Aku kembali tertidur dan melupakannya dengan segera. Siang ini sepi. Aku hanya duduk sendiri di area kampus yang selalu bisa membuatku tidak merasa sendiri walaupun pada kenyataanya tempat itu memang sepi. Terl...

Mimpi saya untuk mereka - penolong skripsi saya!

Beberapa hari belakangan ini, saya jadi teringat komentar teman-teman atau orang-orang yang bertanya tentang tugas akhir saya. Sebuah pertanyaan yang sebenarnya sangat klise dan bisa saya jawab apa adanya. Karena penelitian saya berhubungan dengan orang Tunarungu, dan ternyata pas nya lagi, di try out saya yang (Alhamdulilah) ke-tiga kalinya, saya diminta untuk ganti metode sama dosen pembimbing saya. Pada awalnya, cara saya mengambil data adalah dengan metode survei dengan mengisi skala/kuestioner, lalu, karena data saya tak kunjung valid, dosen pembimbing saya yang pantang menyerah dengan penelitian saya, mengusulkan saya untuk mengambil metode wawancara untuk mengambil data. http://maxcdn.fooyoh.com Pertanyaannya adalah: "Bagaimana cara mewawancara mereka?" Pertanyaan itu sering sekali ditanyakan oleh orang-orang yang tahu mengenai seluk-beluk skripsi saya. Ada yang keheranan, ada yang merasa itu cukup mustahil, ada yang merasa saya ini becanda, atau bahkan a...