Skip to main content

kisah si baju merah muda

KISAH SI BAJU MERAH MUDA

Jalanan masih lengang pagi hari itu. Baju merah muda itu melirik ke seisi jalanan. Bertanya dalam hati apakah orang-orang sedang tertidur di dalam rumahnya masing-masing karena pagi masih terasa begitu kosong untuk pukul 08.00 pagi. Sembari itu, si baju merah muda mulai merasakan lelah setelah semalaman kembali menjadi saksi mata untuk sebuah peristiwa besar. Namun, tak lama ia kembali mereka ulang kejadian satu setengah tahun silam.


8 Maret 2009

Si baju merah muda diambil dengan lembut oleh pemiliknya sambil tersenyum riang. Malam ini akan menjadi malam yang special, malam yang ia tahu sangat berharga untuk dilewatkan, dan betapa beruntungnya ia apabila dapat hadir disana. Malam ini akan menjadi malam yang indah.
Pemiliknya, seorang perempuan muda berusia 19 tahun tengah jatuh cinta, dan hari itu ia sengaja memilih si baju merah muda untuk menemani malam harinya sebagai sebuah simbol akan suasana hatinya yang tengah berbunga-bunga. Perempuan itu mengenakan si baju merah muda dengan muka berseri-seri. Memandangi dirinya di depan cermin sambil tersenyum sendiri. Malam ini akan menjadi malam yang indah.
Tak lama, sebuah suara mesin motor terdengar dari halaman. Perempuan itu segera turun ke bawah . tersenyum menyambut pujaan hatinya yang baru saja datang. Si baju merah muda pun dapat merasakan gejolak asmara yang timbul diantara keduanya. Malam ini akan menjadi malam yang indah.
Lelaki itu menyambut hangat senyuman perempuan itu dan menariknya ke atas motor. Berjalan menuju sebuah Gereja. Sebuah awal yang indah untuk memulai sebuah tali percintaan. Ia tersenyum pada dirinya sendiri. Menyadari bahwa malam ini akan menjadi malam yang indah.
Mereka berdua berdoa dengan khusuk di tengah keramaian jemaat lain. Si baju merah pun turut terlena dalam kekudusan malam itu. Hingga akhirnya, si lelaki mengajak perempuan itu menuju ke sebuah tempat. Tempat yang telah ia rencanakan untuk menyempurnakan malam ini. Malam yang akan menjadi malam yang indah.
Mereka berdua duduk disana. Di sebuah pelataran rumah makan bergaya klasik. Dengan si baju merah sebagai saksi bisu yang bersorak-sorai riang. Mereka menyatakan cinta mereka. Gairah mereka yang tak tertahankan untuk menjadi sepasang kekasih. Malam ini memang malam yang indah.

25 Oktober 2010
Waktu telah berlangsung cukup lama. Sudah kurang lebih 19 bulan berlalu semenjak kejadian itu terjadi. Hari ini, sekali lagi si perempuan menarik kembali si baju merah muda itu. Dengan harapan agar malam ini akan menjadi malam yang indah.
Perempuan itu kembali memandang dirinya di cermin. Merasa puas dengan penampilannya yang cukup menawan dengan si baju merah muda. Ia berharap malam ini si lelaki dapat kembali terbuai dan kembali menciptakan malam yang indah.
Ia lalu langsung meluncur menuju ke sebuah coffe shop, tempat ia dan lelaki itu berjanji untuk bertemu. Perempuan itu tidak sabar menahan semua kerinduan yang ia pendam selama ini dan segera mengecup pelan pipi lelaki itu. Dan lelaki itu membalasnya. Si baju merah muda mulai tersipu ringan, merasa bahwa malam ini sepertinya akan menjadi malam yang indah.
Namun, mungkin dewa cinta sedang tidak mendengar doa perempuan itu malam ini. Malam ini, lelaki itu memutuskan hubungan di antara mereka berdua. Merasa bahwa cintanya sudah memudar dan bahwa sebaiknya hubungan di antara mereka di akhiri saja. Malam itu sepertinya tidak akan menjadi indah.
Perempuan itu lari dan menangis. Si baju merah muda pun turut bersedih. Malam itu bukanlah malam yang indah.
Tetapi, malam itu belum usai. Perempuan itu, ditemani si baju merah muda, pergi menuju ke rumah si lelaki. Meminta sedikit penjelasan agar terhilang dari kegamangan yang ia rasakan. Meminta sedikit pertanggungjawaban atas sakit yang ia terima. Dan ternyata, malam ini perempuan itu mendapatkan hal yang baru. Sebuah uluran persahabatan. Sebuah perasaan lega dan juga kesedihan yang luar biasa. Sebuah cerita yang menakjubkan. Dan semua itu disaksikan oleh si baju merah muda. Dan mereka melewati malam bersama. Menghabiskan gairah yang tersisa dan terbangun untuk memulai awal yang baru.

….

Si baju merah muda mulai tersenyum sendiri. Sudah dua kali ia menjadi sebuah saksi peristiwa besar. Menjadi awal dan akhir pada kisah yang sama. Dan menjadi sebuah simbol untuk sebuah tali persahabatan yang baru. Baju merah muda berdoa, agar kelak ia dapat kembali ditarik dengan lembut dari lemari dan dikenakan dengan perasaan yang bahagia untuk menyambut kisah menarik lainnya yang indah.

Comments

Popular posts from this blog

akhirnya, aku yang pergi ...

Pagi itu, tepat pukul 8 pagi. Waktu yang ia janjikan untuk pergi menunaikan kewajiban kami setiap minggu. Aku sudah sampai di depan rumahnya. Ada 3 mobil terparkir di halaman rumahnya, pasti itu milik teman-temannya, yang aku asumsikan telah menginap di rumahnya semalaman ini. Tidak heran kalau telepon selularnya tidak ia angkat. Aku beranjak menuju pintu depan dan dengan mudah aku bisa masuk ke dalamnya. Ternyata tidak terkunci. Aku masuk kedalam dan melihat sebuah pemandangan yang sudah kuperkirakan sebelumnya. Sebuah transformasi dari sebuah rumah mewah bergaya minimalis, hasil keringatnya sendiri, menjadi sebuah kapal pecah yang penuh dengan laki-laki yang tertidur topless dan berbau alkohol. Aku tidak bisa menemukan dirinya di ruang tamu itu, kuasumsikan ia ada di kamarnya. Selama beberapa saat, pikiranku cukup melayang menuju beberapa tahun terakhir ini .. Rian Suhandi. Kakak kelasku yang aku kenal ketika aku baru saja memasuki sebuah perguruan tinggi swasta di kota bunga itu. A...

Question of Life (?)

Sehabis berbincang-bincang dengan seorang teman, saya kemudian berpikir akan pertanyaan-pertanyaan yang sering kali menjadi acuan akan jalan hidup seseorang. Pernah ada orang yang berkata pada saya kalau hidup seseorang itu dirancang hanya untuk mengikuti jalur yang sudah ada, yang kemudian menjadi tuntunan orang-orang untuk berani lancang bertanya pada orang lain akan hal-hal yang harusnya terjadi pada orang tersebut. "Mau kuliah dimana?" Pertanyaan pertama yang mulai saya dapatkan ketika saya berhasil lulus SMA. Pertanyaan yang seakan-akan memberi sejuta ton pemberat untuk hidup saya karena seolah-olah saya harus masuk ke perguruan tinggi terbaik di dunia. "Kapan lulus?" Pertanyaan retorik basa-basi yang akan selalu ditanyakan semua orang melihat angka semester saya yang sudah semakin membengkak. Yang pada akhirnya menuntun saya pada masa-masa jatuh-bangun. Membuat saya hanya terpacu untuk cepat keluar dari tempat itu, membuktikan bahwa saya berhasil ...

My RainMan

Untuk aku dan dia, hujan adalah segalanya. Hujan adalah sebuah mediator yang membuat aku dan dia bertemu. Ketika hujan turun, aku akan selalu berlari menuju ke luar rumahku dan mencoba untuk merasakan setiap tetesannya berjatuhan di telapak tanganku. Berbeda dengan dia yang dengan santai berjalan dengan elok di bawah guyurannya. Untukku, itu terlalu memakan resiko, resiko kalau esok hari aku harus tetap berada di bawah selimut karena virus influenza yang gemar sekali mendatangi tubuh mungilku. Dan hujan .. membuat semuanya menjadi mustahil bagiku. Sebuah keajaiban kecil yang Tuhan beri untuk umatnya dan secara random meluncur ke hadapanku. Aku memanggilnya rainman, karena setiap kali aku bertemu dengannya hujan pasti akan turun. Terlepas dari prakiraan cuaca yang men- judge kampung halamanku ini sebagai kota hujan, hujan pasti akan selalu turun ketika ia ada. Pasti. "Kamu nggak bawa payung lagi?" tanyaku klise ketika ia berdiri di depan rumahku. "Ngg...