Seorang sahabat bertanya padaku,
"Kamu mau apa setelah ini?"
"Aku mau bahagia. As simple as that!" aku menjawab dengan lantang, tatkala aku sendiri takut menengadah ke arah matanya dan meneriakkan itu dengan lantang.
"Jawabanmu itu abstrak." Dengan lugas ia menjawab sambil meneguk sisa kopi di cangkirnya yang sudah dingin.
Lain hari, seseorang menegurku melalui wajah-wajah tersenyum yang terpampang di halaman tulisannya. Dengan mudah, ia menuliskan, "Bahagia itu sederhana."
Aku memicingkan mata. Mencoba untuk mencerna tiga kata itu dengan sulit. Mencoba menelan mentah-mentah arti dari kata 'sederhana' yang ia paparkan dengan lugas disana.
Bagaimana mungkin kebahagiaan itu sederhana? Bagaimana mungkin seseorang puas hanya dalam hal yang sederhana?
Berjuta-juta pertanyaan melayang-layang dalam pikiranku hingga akhirnya aku sendiri mempertanyakan pertanyaan yang sama kepada diriku berratus-ratus kali,
"Apakah aku bahagia?"
.... lalu, "..dengan apa?"
"Kamu mau apa setelah ini?"
"Aku mau bahagia. As simple as that!" aku menjawab dengan lantang, tatkala aku sendiri takut menengadah ke arah matanya dan meneriakkan itu dengan lantang.
"Jawabanmu itu abstrak." Dengan lugas ia menjawab sambil meneguk sisa kopi di cangkirnya yang sudah dingin.
Lain hari, seseorang menegurku melalui wajah-wajah tersenyum yang terpampang di halaman tulisannya. Dengan mudah, ia menuliskan, "Bahagia itu sederhana."
Aku memicingkan mata. Mencoba untuk mencerna tiga kata itu dengan sulit. Mencoba menelan mentah-mentah arti dari kata 'sederhana' yang ia paparkan dengan lugas disana.
Bagaimana mungkin kebahagiaan itu sederhana? Bagaimana mungkin seseorang puas hanya dalam hal yang sederhana?
Berjuta-juta pertanyaan melayang-layang dalam pikiranku hingga akhirnya aku sendiri mempertanyakan pertanyaan yang sama kepada diriku berratus-ratus kali,
"Apakah aku bahagia?"
.... lalu, "..dengan apa?"
Comments
Post a Comment