Skip to main content

sebuah fiksi ...



Dentangan jam besar di gedung sekolah tua itu sudah berbunyi hingga 12 kali. Tepat pukul 12.00 siang. Hari itu, sekolahan tua ini tutup. Hari Minggu, tanggal merah, tentu tidak akan ada yang sudi untuk pergi kesana.

Hari itu, aku datang sendiri ke dalam sana. Tepat tanggal yang sama di jam yang sama seperti 8 tahun yang lalu. Sebuah jumlah tahun yang menurut aku dan dia adalah angka yang cukup keramat. Seperti sebuah simbol untuk ketiadabatasan dan ketidakberujungan. Yah, mungkin itu adalah filosofi kami, 8 tahun yang lalu. 2 bocah lugu berusia 16 tahun.

Aku tidak yakin ia akan datang, mungkin ia sudah lupa. Tetapi, aku yang sudah melupakannya entah bagaimana tiba-tiba harus kembali lagi ke kota mungil ini dan membuatku kembali membuka catatan harian kecilku yang kusimpan rapat-rapat di bawah laci tempat tidurku.

Janjian sama Didit 8 tahun lagi in our anniversary day. Hix .. so sad, we can't make it till the end. Still love you, Dit ......

Sebuah kalimat cupu yang ditulis dengan penuh penghayatan oleh seorang gadis berusia 16 tahun. Aku yang masih begitu lugu dan mengira bahwa cinta pertama akan bertahan selamanya.

Aku tersenyum sendiri mengingat kejadian itu, tepat di jam tua besar ini. Didit, pacar pertamaku menembak aku dan membuat kita resmi jadian. Sebuah konteks hubungan yang belum sepenuhnya aku mengerti dan harus kandas 8 bulan kemudian karena ia diterima untuk pertukaran pelajar ke Amerika sedangkan aku harus berjuang sendiri di kota mungil ini.

Ketika Didit akhirnya pulang, ayahku harus pindah tugas dinas dan aku sekeluargapun diboyong pergi. Tapi, untukku tentu tidak ada bedanya karena rasa cinta monyet itu hilang dengan perlahan-lahan.

Apa yang membuatku kembali ke gedung sekolah tua ini sendiri sebenarnya adalah sebuah ketidaksengajaan atas pekerjaanku yang mengharuskan aku untuk mendatangi salah satu anak perusahaan di kota kecil ini.

"Yah, nostalgia saja." batinku sendiri dalam hati.

Rumah mungil keluargaku memang masih ada di kota ini, beberapa kali kami memang mengunjungi tempat ini karena ibu lahir disini dan tidak tega menjual rumah pemberian dari almarhum kakekku. Akhirnya, rumah mungil itu hanya dititipkan ke penjaga dan menjadi villa resmi keluargaku.

Aku berjalan mengelilingi sekolahan tua itu. Agak menyeramkan sebenarnya, karena desain ruangannya yang terlalu lawas dengan pilar-pilar besar dan atap yang menjulang. Tapi, aku masih bisa samar-samar mengingat kejadian-kejadian yang aku lalui di tempat itu. Ciuman pertamaku di bawah tangga di samping laboratorium biologi atau pesta akhir tahun yang selalu dilakukan di hall besar yang membuat aku menjadi primadona sekolah karena duet mautku dengan Didit.

Mukaku tiba-tiba bersemu merah sendiri ketika mengingat semuanya itu. Ternyata masa lalu memang sangat indah untuk dikenang.

Aku kembali ke hadapan jam besar tua di depan gerbang sekolahan ini. Sudah lewat 40 menit dan Didit belum datang. Mungkin janji itu memang sudah seharusnya aku lupakan, toh aku juga merasa tidak perlu memendam harapan untuk bertemu seseorang yang 8 tahun tidak pernah lagi bertegur sapa denganku.

Aku berbalik dan meninggalkan jam besar tua itu. Sebuah saksi bisu atas semua yang terjadi. Sebuah pertemuan, perpisahan, dan harapan.
etika harapan itu datang, aku tahu kalau jam besar itu akan kembali berdentang dan bercerita akan aku yang telah menunggu cinta pertamaku 8 tahun yang lalu.


Comments

Popular posts from this blog

a new beginning of friday night

finally . gw memulai resolusi tahun baru gw dengan lebih awal . yeph . gw berencana untuk kembali menulis lagi taun depan. 'moga-moga beneran bisa berjalan lancar' (cross finger!) yah . akhirnya di jumat malem ini, gw tiba-tiba dapet smangat baru . so here i am . at momento cafe with my boy, and other boy friends gw mulai sign up lg buat blog baru dgn harapan gw bisa kembali menjelajahi sisi terdalam gw buat nulis. whatever it sound . hehehe . smangad banget hr ni, padahal sebenernya gw capek bgt . blom da ksempatan bwat plg . blom ada waktu bwat tidur siang . 'haha. realii a keboo!' tapi senenk bgt drtd ngomongin masa-masa depan gw yg bakal gw laluin dengan hectic . weird?! yeph. karena gw lbh suka sibuk dibanding gw harus terpuruk dalam kesendirian dan ke-non-gawean . it drives me nuts ! so . one of the dream for next year . one project . masdha carnival 'bangkit dan bersuara' haha ! smoga sukses kawan-kawan . ayo kita bangkit dan bersuara bersama . it's ...

sebuah cerita dalam keheningan ...

if a picture paint a thousand words, then spoken language itself won't be needed it already reveals lots of stories behind the smile and laughs, from each angels that God has sent from above ..  -  for people who's never met before, hug and kisses won't be a problem as long as there's love among them - -  all that they want is to be treated the same beside, they can do whatever we can do .. -   childhood is the happiest time ever! especially when we can be with our friends 24-hours a day non-stop play time .. -  our teacher is our hero! we complete each other in a magical way .. -  - just like people said, boys will be boys; and what we want to express is that diversity won't break us apart, even more, we're all just the same - in this case, same haircut! LOL -  - just as pretty as any other model out there - in life .. we've learned how to be  a good person...

A new perspective

Someone once told me that there is nothing wrong with changes. He said that it would give me new perspective. He said, with me being away, it would makes me appreciate the thing that I had before. And yes, sure, Lately, I have been feeling it to be true. To be away with the things that I used to hold on - makes me realize that I have been spoiled. And now, I need to learn how to survive. To learn how to be brave again. And, sometimes, inevitably -- learning how to be OK with the sound of nothingness. Of course, once in a while, I envy those people who are still surrounded by luxury things. Obviously, I would constantly complain about the absence of my old routine. And, also sometimes, I would try to run away -- find the best escape route, just to get rid of the pain. How I hate changes. I wish some things were just stay the same -- forever. But then, I won't ever learn how to fly higher. I won't grow. But then, I also kind of asking my self, ... do I real...