Skip to main content

ke-naif-an


"Untuk seseorang yang punya pengalaman cinta segudang kayak loe, ternyata loe tuh naif banget ya!"

Kata-kata itu terasa menujam langsung dalam benakku. Ada perasaan tidak terima. Ada rasa tidak ingin mengakui bahwa semua ini memang benar.

"Naif .. Naif ..."
Sebuah kata yang aku coba ulang berkali-kali di dalam otakku yang di saat itu juga sedang berusaha untuk menentang sebuah kesetujuan.

Apa iya aku ini begitu polos, lugu, kekanak-kanakan, naif .... ?

Di ruangan ini, buku-buku yang seakan-akan turut berbicara padaku, menghakimiku, seakan-akan membuat tempat ini terasa begitu sempit. Aku tidak bisa bernafas. Aku tidak mau mengakuinya. Aku mau lari ...... lagi.

Aku mau lari dari kenyataan bahwa semua ini bukanlah salahku. Bahwa semua ini adalah salah seseorang yang menempatkan aku di jurang paling dalam. Seseorang yang tanpa tahu diri membuatku bersimpuh darah dan lumpuh. Dan, dari semua dosa yang ia berikan padaku, apakah semua ini harus aku akui sebagai sebuah kesalahan pemahaman saja?

Aku mencoba mencari sebuah pembelaan dari sahabat-sahabatku, yang kini mulai berlari dan berkata bahwa aku ini naif. Atau sebenarnya itu semua ternyata terlontar sendiri dari mulutku?

"Apa gue salah kalau gue berharap ada orang yang mengerti gue seutuh-utuhnya?" tanyaku meminta pembelaan.

"Itu bukan pengertian. Itu belas kasihan. And I feel sorry for you to feel that way." jawabnya lagi santai.

Bukan itu kata-kata yang kuharapkan dari seorang teman. Dan, aku pergi.

"Kenapa nggak ada yang ngertiin gue sih? Gue kan nggak bermaksud untuk nyakitin siapa-siapa." kataku ketus pada temanku, yang lain.

"Kamu juga sadar kalau kelakuan tidak sengaja kamu itu sebenarnya menyakiti orang lain. Kok masih kamu membela diri dan bilang kalau semua ini tidak ditujukan untuk menyakiti siapa-siapa? Siapa sih yang mau kamu bohongi?" jawabnya, temanku, yang lagi-lagi tidak kuharapkan.

Kepala ini terasa berputar-putar. Semua marah, kebencian, emosi, kesedihan ..... semua terasa menjadi satu. Ada sebuah kerinduan untuk berdamai dengan semua itu, tapi tidak tahu harus bagaimana untuk meraihnya.

Semua yang akhirnya melaju menuju sebuah pelabuhan harapan yang tidak terbataskan pada sebuah keinginan besar untuk dimengerti tanpa mau untuk mengerti.

Naifkah saya?

Comments

Popular posts from this blog

a new beginning of friday night

finally . gw memulai resolusi tahun baru gw dengan lebih awal . yeph . gw berencana untuk kembali menulis lagi taun depan. 'moga-moga beneran bisa berjalan lancar' (cross finger!) yah . akhirnya di jumat malem ini, gw tiba-tiba dapet smangat baru . so here i am . at momento cafe with my boy, and other boy friends gw mulai sign up lg buat blog baru dgn harapan gw bisa kembali menjelajahi sisi terdalam gw buat nulis. whatever it sound . hehehe . smangad banget hr ni, padahal sebenernya gw capek bgt . blom da ksempatan bwat plg . blom ada waktu bwat tidur siang . 'haha. realii a keboo!' tapi senenk bgt drtd ngomongin masa-masa depan gw yg bakal gw laluin dengan hectic . weird?! yeph. karena gw lbh suka sibuk dibanding gw harus terpuruk dalam kesendirian dan ke-non-gawean . it drives me nuts ! so . one of the dream for next year . one project . masdha carnival 'bangkit dan bersuara' haha ! smoga sukses kawan-kawan . ayo kita bangkit dan bersuara bersama . it's ...

A new perspective

Someone once told me that there is nothing wrong with changes. He said that it would give me new perspective. He said, with me being away, it would makes me appreciate the thing that I had before. And yes, sure, Lately, I have been feeling it to be true. To be away with the things that I used to hold on - makes me realize that I have been spoiled. And now, I need to learn how to survive. To learn how to be brave again. And, sometimes, inevitably -- learning how to be OK with the sound of nothingness. Of course, once in a while, I envy those people who are still surrounded by luxury things. Obviously, I would constantly complain about the absence of my old routine. And, also sometimes, I would try to run away -- find the best escape route, just to get rid of the pain. How I hate changes. I wish some things were just stay the same -- forever. But then, I won't ever learn how to fly higher. I won't grow. But then, I also kind of asking my self, ... do I real...

Mimpi saya untuk mereka - penolong skripsi saya!

Beberapa hari belakangan ini, saya jadi teringat komentar teman-teman atau orang-orang yang bertanya tentang tugas akhir saya. Sebuah pertanyaan yang sebenarnya sangat klise dan bisa saya jawab apa adanya. Karena penelitian saya berhubungan dengan orang Tunarungu, dan ternyata pas nya lagi, di try out saya yang (Alhamdulilah) ke-tiga kalinya, saya diminta untuk ganti metode sama dosen pembimbing saya. Pada awalnya, cara saya mengambil data adalah dengan metode survei dengan mengisi skala/kuestioner, lalu, karena data saya tak kunjung valid, dosen pembimbing saya yang pantang menyerah dengan penelitian saya, mengusulkan saya untuk mengambil metode wawancara untuk mengambil data. http://maxcdn.fooyoh.com Pertanyaannya adalah: "Bagaimana cara mewawancara mereka?" Pertanyaan itu sering sekali ditanyakan oleh orang-orang yang tahu mengenai seluk-beluk skripsi saya. Ada yang keheranan, ada yang merasa itu cukup mustahil, ada yang merasa saya ini becanda, atau bahkan a...