"Untuk seseorang yang punya pengalaman cinta segudang kayak loe, ternyata loe tuh naif banget ya!"
Kata-kata itu terasa menujam langsung dalam benakku. Ada perasaan tidak terima. Ada rasa tidak ingin mengakui bahwa semua ini memang benar.
"Naif .. Naif ..."
Sebuah kata yang aku coba ulang berkali-kali di dalam otakku yang di saat itu juga sedang berusaha untuk menentang sebuah kesetujuan.
Apa iya aku ini begitu polos, lugu, kekanak-kanakan, naif .... ?
Di ruangan ini, buku-buku yang seakan-akan turut berbicara padaku, menghakimiku, seakan-akan membuat tempat ini terasa begitu sempit. Aku tidak bisa bernafas. Aku tidak mau mengakuinya. Aku mau lari ...... lagi.
Aku mau lari dari kenyataan bahwa semua ini bukanlah salahku. Bahwa semua ini adalah salah seseorang yang menempatkan aku di jurang paling dalam. Seseorang yang tanpa tahu diri membuatku bersimpuh darah dan lumpuh. Dan, dari semua dosa yang ia berikan padaku, apakah semua ini harus aku akui sebagai sebuah kesalahan pemahaman saja?
Aku mencoba mencari sebuah pembelaan dari sahabat-sahabatku, yang kini mulai berlari dan berkata bahwa aku ini naif. Atau sebenarnya itu semua ternyata terlontar sendiri dari mulutku?
"Apa gue salah kalau gue berharap ada orang yang mengerti gue seutuh-utuhnya?" tanyaku meminta pembelaan.
"Itu bukan pengertian. Itu belas kasihan. And I feel sorry for you to feel that way." jawabnya lagi santai.
Bukan itu kata-kata yang kuharapkan dari seorang teman. Dan, aku pergi.
"Kenapa nggak ada yang ngertiin gue sih? Gue kan nggak bermaksud untuk nyakitin siapa-siapa." kataku ketus pada temanku, yang lain.
"Kamu juga sadar kalau kelakuan tidak sengaja kamu itu sebenarnya menyakiti orang lain. Kok masih kamu membela diri dan bilang kalau semua ini tidak ditujukan untuk menyakiti siapa-siapa? Siapa sih yang mau kamu bohongi?" jawabnya, temanku, yang lagi-lagi tidak kuharapkan.
Kepala ini terasa berputar-putar. Semua marah, kebencian, emosi, kesedihan ..... semua terasa menjadi satu. Ada sebuah kerinduan untuk berdamai dengan semua itu, tapi tidak tahu harus bagaimana untuk meraihnya.
Semua yang akhirnya melaju menuju sebuah pelabuhan harapan yang tidak terbataskan pada sebuah keinginan besar untuk dimengerti tanpa mau untuk mengerti.
Naifkah saya?
Comments
Post a Comment