Skip to main content

yang saya ingini

"Gw cuma pengen nyanyi!"

WOW.
Nggak nyangka kata-kata itu bisa tiba-tiba saya ungkapin dengan begitu spontannya. Yah, lagi-lagi karena teman saya yang satu itu kurang tahu diri untuk terus-terusan bertanya mengenai apa yang akan saya lakukan dalam hidup saya ini. (sorry lowh o ! hahaha.) Tapi, pada akhirnya saya pun terus berusaha untuk terus bangkit dan mencoba untuk tidak lagi terkungkung dengan sebuah pertanyaan bodoh itu.

Sampai detik ini, saya sendiri sebenarnya masih bingung mengenai apa yang akan saya lakukan dalam hidup saya nanti. Untuk menulis saja saya masih bingung. Saya belum menemukan apa yang saya mau, ciri khas saya, dan bagaimana orang akan memandang saya dalam tulisan saya.

Sedihnya, sebentar lagi saya sudah mau masuk semester 5 yang berarti umur saya di bangku kuliah tinggal 3 semester lagi. Dan, Oh My God! Itu waktu yang singkat sekali. Dan berarti itu juga menjadi sebuah lonceng bagi saya untuk terus berusaha menggali lebih dalam lagi mengenai apa yang saya inginkan dalam hidup saya, selain menjadi kaya dan pergi shopping keliling dunia. LOL!

Kemudian, lagi-lagi saya teringat kisah teman saya itu yang mulai menjadikan hidupnya di atas kalkulator dunia. Saya juga jadi mulai mencoba untuk menghitung-hitung kapan saya mau mati, kapan saya ingin menikah, punya anak, atau mungkin akan hidup sebatang kara dan menjadi seorang perawan tua yang kaya raya tapi tidak bahagia. (hux. hope not!)

Yah, mungkin bisa dibilang tulisan saya kali ini menjadi jawaban dari tulisan saya sebelumnya yang menanyakan pada diri saya sendiri mengenai apa yang saya mau. Jawaban dari pikiran-pikiran abstrak saya. Dan saya rasa saya sudah menemukannya malam itu, ketika saya bisa berteriak lantang pada teman saya itu di balik semak-semak bunderan sebuah universitas ternama jogja sambil makan ronde.

Saya cuma pengen nyanyi. Itu yang saya mau. Itu mimpi saya dari dulu dan mimpi itu tidak pernah menguap kok sewaktu saya bangun. Tetapi, itu memang bukan ambisi saya. Tapi, saya tahu kalau saya akan bahagia kalau saya bisa menyenangkan orang dengan bernyanyi walaupun mungkin suara saya pas-pasan sekali.

Yah, that's it. Saya cuma mau nyanyi. Suatu hal yang dari dulu susah untuk direstui oleh orang tua saya. Suatu hal yang dulu selalu saya anggap tidak realistis. Suatu hal yang saya anggap hanya teman tidur yang ternyata tidak pernah menguap. Suatu hal yang sangat berarti tetapi tidak pernah berani saya capai.

Dan dalam kasus ini, saya iri sama teman saya itu yang berani bermimpi dan langsung berjalan sebelum mimpinya menguap dan ia benar-benar tertidur karena bosan.
-,-'zZz

Comments

Popular posts from this blog

akhirnya, aku yang pergi ...

Pagi itu, tepat pukul 8 pagi. Waktu yang ia janjikan untuk pergi menunaikan kewajiban kami setiap minggu. Aku sudah sampai di depan rumahnya. Ada 3 mobil terparkir di halaman rumahnya, pasti itu milik teman-temannya, yang aku asumsikan telah menginap di rumahnya semalaman ini. Tidak heran kalau telepon selularnya tidak ia angkat. Aku beranjak menuju pintu depan dan dengan mudah aku bisa masuk ke dalamnya. Ternyata tidak terkunci. Aku masuk kedalam dan melihat sebuah pemandangan yang sudah kuperkirakan sebelumnya. Sebuah transformasi dari sebuah rumah mewah bergaya minimalis, hasil keringatnya sendiri, menjadi sebuah kapal pecah yang penuh dengan laki-laki yang tertidur topless dan berbau alkohol. Aku tidak bisa menemukan dirinya di ruang tamu itu, kuasumsikan ia ada di kamarnya. Selama beberapa saat, pikiranku cukup melayang menuju beberapa tahun terakhir ini .. Rian Suhandi. Kakak kelasku yang aku kenal ketika aku baru saja memasuki sebuah perguruan tinggi swasta di kota bunga itu. A...

Question of Life (?)

Sehabis berbincang-bincang dengan seorang teman, saya kemudian berpikir akan pertanyaan-pertanyaan yang sering kali menjadi acuan akan jalan hidup seseorang. Pernah ada orang yang berkata pada saya kalau hidup seseorang itu dirancang hanya untuk mengikuti jalur yang sudah ada, yang kemudian menjadi tuntunan orang-orang untuk berani lancang bertanya pada orang lain akan hal-hal yang harusnya terjadi pada orang tersebut. "Mau kuliah dimana?" Pertanyaan pertama yang mulai saya dapatkan ketika saya berhasil lulus SMA. Pertanyaan yang seakan-akan memberi sejuta ton pemberat untuk hidup saya karena seolah-olah saya harus masuk ke perguruan tinggi terbaik di dunia. "Kapan lulus?" Pertanyaan retorik basa-basi yang akan selalu ditanyakan semua orang melihat angka semester saya yang sudah semakin membengkak. Yang pada akhirnya menuntun saya pada masa-masa jatuh-bangun. Membuat saya hanya terpacu untuk cepat keluar dari tempat itu, membuktikan bahwa saya berhasil ...

My RainMan

Untuk aku dan dia, hujan adalah segalanya. Hujan adalah sebuah mediator yang membuat aku dan dia bertemu. Ketika hujan turun, aku akan selalu berlari menuju ke luar rumahku dan mencoba untuk merasakan setiap tetesannya berjatuhan di telapak tanganku. Berbeda dengan dia yang dengan santai berjalan dengan elok di bawah guyurannya. Untukku, itu terlalu memakan resiko, resiko kalau esok hari aku harus tetap berada di bawah selimut karena virus influenza yang gemar sekali mendatangi tubuh mungilku. Dan hujan .. membuat semuanya menjadi mustahil bagiku. Sebuah keajaiban kecil yang Tuhan beri untuk umatnya dan secara random meluncur ke hadapanku. Aku memanggilnya rainman, karena setiap kali aku bertemu dengannya hujan pasti akan turun. Terlepas dari prakiraan cuaca yang men- judge kampung halamanku ini sebagai kota hujan, hujan pasti akan selalu turun ketika ia ada. Pasti. "Kamu nggak bawa payung lagi?" tanyaku klise ketika ia berdiri di depan rumahku. "Ngg...