Skip to main content

Mr.B

B  : You change your hair.
Me : Wooow! You noticed? >o<
B  : It's hard not to.
Me : Nobody else said anything bout it.

*blink*

Aku merasa sedikit terperanjat karena tanda lingkaran hijau di samping namanya tidak lagi menyala. Ada sedikit rasa pedih membersit, ketika tiba-tiba nama itu tidak lagi muncul di layar telepon genggamku. 

Aku menunggu beberapa saat kemudian, berharap nama itu kembali menyala dan membalas apa yang sudah aku katakan. Aku hanya menggigit ujung bibirku dan mematikan ponselku seraya memasukkannya ke dalam tas. 

Hari ini hujan dan aku lupa membawa payung. Sial. Aku mengumpat dalam hati dan berlari menembus hujan kota Jakarta, menuju halte TransJakarta yang berjarak seratus meter dari pintu gedung kantorku. 


...

Aku melempar lembaran tissue ke sepuluh yang sudah aku gunakan ke dalam keranjang sampah di belakangku. Not the time to get sick! Aku kembali bersumpah serapah dalam hati. Merasa menyesal karena tak membawa payung hari itu yang membuat virus influenza menyerang. 

Kepalaku terasa berat dan sudah hampir satu jam lamanya aku hanya menatap layar monitorku dengan tatapan kosong. Hmmmphh .. aku menghela nafas, menatap nanar tumpukan dokumen-dokumen yang harus kuselesaikan akhir minggu ini. Sedangkan, ini sudah hari Kamis. 

"Makan gak lu?" tanya suara di belakangku. Ternyata teman-teman tim ku sudah bersiap untuk mencari makan siang. Tanpa banyak bersuara, aku hanya berjalan lunglai mengikuti mereka. 

...

Stop beating yourself up. Get well soon.
-B-

Aku menemukan secarik kertas post-it itu ditempel dibawah sebuah minuman vitamin C yang terletak di tengah meja kerjaku. Aku tersenyum sendiri melihatnya. Aku mencoba untuk mencari sosok orang yang mengirimkannya, namun dia tidak ada. 

Hmmphh .. dia pasti sudah berangkat lagi

Aku menarik ponselku dari kantong celana dan mulai mengetik ..

Me : Kok kamu so sweet sih?

Ugh. Too much. Aku menghapus kalimat itu. 

Me : Thank's, B! 

*sent*

Akh, hope it's not to casual. Aku membatin di dalam hati. Dan sekali lagi, senyuman yang sama tersungging di bibirku. 


...

Hari ini sungguh sangat melelahkan, aku harus melintasi kota Jakarta dari satu gedung ke yang lainnya. Lebih menyebalkannya, aku lupa untuk memesan mobil kantor, sehingga harus bergerilya berperang dengan para karyawan Jakarta lainnya ketika memesan taksi. 

Aku merogoh ke dalam tas, mencari dompet untuk mengambil kartu prabayar. Aku menyerah untuk mengantri taksi, lebih baik sedikit berdesakan di dalam TransJakarta, yang penting lebih cepat sampai. 

Aku merogoh lebih dalam dan mendapati bahwa isi dalam tasku sedikit lembab. Deg! Mampus gw! Seketika aku merasakan sedikit heart attack, panik jika saja botol minumku tumpah dan membasahi semua dokumen yang aku bawa. Padahal, aku sudah hampir sangat yakin bahwa aku meninggalkan botol minum itu di meja kantor. 

Aku menarik sebuah botol yang dingin dari dalam tas dan menemukan sebuah botol minuman kopi siap minum favoritku. 

Hope you have a "good day" ! 

Ada sebuah tulisan dari spidol besar menyambung dengan nama dari minuman itu. Aku tertawa sendiri melihatnya. Aku merogoh kembali ke dalam isi tasku dan mencoba untuk mengambil ponselku. Kali ini, aku menekan nomor teleponnya,

"Halo?" sapa suara di ujung sana.

"Kreatif kamu ya?"

Dan ia hanya tertawa menanggapi komentarku atas kejutan kecilnya. 

...

Aku sudah lama menunggu hari ini. Ia berkata bahwa ia memiliki hadiah untukku hari ini. Aku sudah menunggu dari pagi tetapi aku tidak melihatnya hari ini. 

Mungkin ia sudah lupa, karena ia mengatakan itu beberapa bulan yang lalu. Entah mengapa, aku masih saja teringat. 

"Kok lu nggak pulang? Katanya ada kencan?" teman sekantorku menegur dari belakang bahuku. 

"Iya, jam setengah sembilan kok baru dijemputnya." aku menjawab singkat. 

"Ya udah, gue duluan ya." sahutnya lagi sambil bergegas pergi. 

Akh, everyone dressed in pink, while I'm in red. Mungkin warnaku kurang halus untuk hari kasih sayang ini. Tapi, entah mengapa aku selalu suka berbalut merah. Mungkin karena ia selalu bilang bahwa aku selalu terlihat cantik dengan merah. 

8.14 pm
Me : Where r u?

Lama aku menunggu balasannya. Tak kunjung ia membalasnya. Bahkan namanya pun tak terlihat online di layar monitorku. 

Tak sabar aku membuka kembali layar chat yang ada di monitor. Damn! Baru satu menit ternyata berlalu semenjak aku mengirimkan pesan itu, namun rasanya seperti sudah berjam-jam aku menunggu balasannya. 

8.16 pm
Me : Am going at 8.30 ya? 

Kubiarkan layar chat itu terus menyala di depanku sambil aku menuggu pesan yang akan masuk .. entah kapan. 

8.23 pm
B  : Look over your window.

Segera aku berdiri beranjak dari tempat dudukku dan mendekati jendela yang ada di sebelah kiri meja kerjaku. Langit Jakarta terlihat hitam, begitu pula dengan gedung yang ada di samping gedung kantorku.

Tiba-tiba, sebuah lampu menyala dari gedung itu. Satu .. dua .. tiga .. hingga puluhan lampu menyala membentuk sebuah gambar hati yang besar. Hanya 3 detik lampu-lampu itu menyala, dan akhirnya semua kembali menjadi gelap. 

Sebuah pesan masuk kembali dalam layar monitorku.

8.25 pm
B  : Happy valentine's day!

Tidak bisa aku menahan senyum di bibirku, hingga tiba-tiba aku terhenyak oleh sebuah suara. 

"Mbak, itu pacarnya sudah menunggu di resepsionis ya." security kantorku tiba-tiba menyela lamunanku. Aku menggangguk dan dengan cepat membalas pesan yang ada di layar itu

8.26 pm
B  : Happy valentine's day, B. Thank you :)

Comments

Popular posts from this blog

akhirnya, aku yang pergi ...

Pagi itu, tepat pukul 8 pagi. Waktu yang ia janjikan untuk pergi menunaikan kewajiban kami setiap minggu. Aku sudah sampai di depan rumahnya. Ada 3 mobil terparkir di halaman rumahnya, pasti itu milik teman-temannya, yang aku asumsikan telah menginap di rumahnya semalaman ini. Tidak heran kalau telepon selularnya tidak ia angkat. Aku beranjak menuju pintu depan dan dengan mudah aku bisa masuk ke dalamnya. Ternyata tidak terkunci. Aku masuk kedalam dan melihat sebuah pemandangan yang sudah kuperkirakan sebelumnya. Sebuah transformasi dari sebuah rumah mewah bergaya minimalis, hasil keringatnya sendiri, menjadi sebuah kapal pecah yang penuh dengan laki-laki yang tertidur topless dan berbau alkohol. Aku tidak bisa menemukan dirinya di ruang tamu itu, kuasumsikan ia ada di kamarnya. Selama beberapa saat, pikiranku cukup melayang menuju beberapa tahun terakhir ini .. Rian Suhandi. Kakak kelasku yang aku kenal ketika aku baru saja memasuki sebuah perguruan tinggi swasta di kota bunga itu. A...

Question of Life (?)

Sehabis berbincang-bincang dengan seorang teman, saya kemudian berpikir akan pertanyaan-pertanyaan yang sering kali menjadi acuan akan jalan hidup seseorang. Pernah ada orang yang berkata pada saya kalau hidup seseorang itu dirancang hanya untuk mengikuti jalur yang sudah ada, yang kemudian menjadi tuntunan orang-orang untuk berani lancang bertanya pada orang lain akan hal-hal yang harusnya terjadi pada orang tersebut. "Mau kuliah dimana?" Pertanyaan pertama yang mulai saya dapatkan ketika saya berhasil lulus SMA. Pertanyaan yang seakan-akan memberi sejuta ton pemberat untuk hidup saya karena seolah-olah saya harus masuk ke perguruan tinggi terbaik di dunia. "Kapan lulus?" Pertanyaan retorik basa-basi yang akan selalu ditanyakan semua orang melihat angka semester saya yang sudah semakin membengkak. Yang pada akhirnya menuntun saya pada masa-masa jatuh-bangun. Membuat saya hanya terpacu untuk cepat keluar dari tempat itu, membuktikan bahwa saya berhasil ...

My RainMan

Untuk aku dan dia, hujan adalah segalanya. Hujan adalah sebuah mediator yang membuat aku dan dia bertemu. Ketika hujan turun, aku akan selalu berlari menuju ke luar rumahku dan mencoba untuk merasakan setiap tetesannya berjatuhan di telapak tanganku. Berbeda dengan dia yang dengan santai berjalan dengan elok di bawah guyurannya. Untukku, itu terlalu memakan resiko, resiko kalau esok hari aku harus tetap berada di bawah selimut karena virus influenza yang gemar sekali mendatangi tubuh mungilku. Dan hujan .. membuat semuanya menjadi mustahil bagiku. Sebuah keajaiban kecil yang Tuhan beri untuk umatnya dan secara random meluncur ke hadapanku. Aku memanggilnya rainman, karena setiap kali aku bertemu dengannya hujan pasti akan turun. Terlepas dari prakiraan cuaca yang men- judge kampung halamanku ini sebagai kota hujan, hujan pasti akan selalu turun ketika ia ada. Pasti. "Kamu nggak bawa payung lagi?" tanyaku klise ketika ia berdiri di depan rumahku. "Ngg...