Skip to main content

Question of Life (?)

Sehabis berbincang-bincang dengan seorang teman, saya kemudian berpikir akan pertanyaan-pertanyaan yang sering kali menjadi acuan akan jalan hidup seseorang. Pernah ada orang yang berkata pada saya kalau hidup seseorang itu dirancang hanya untuk mengikuti jalur yang sudah ada, yang kemudian menjadi tuntunan orang-orang untuk berani lancang bertanya pada orang lain akan hal-hal yang harusnya terjadi pada orang tersebut.

"Mau kuliah dimana?"
Pertanyaan pertama yang mulai saya dapatkan ketika saya berhasil lulus SMA. Pertanyaan yang seakan-akan memberi sejuta ton pemberat untuk hidup saya karena seolah-olah saya harus masuk ke perguruan tinggi terbaik di dunia.

"Kapan lulus?"
Pertanyaan retorik basa-basi yang akan selalu ditanyakan semua orang melihat angka semester saya yang sudah semakin membengkak. Yang pada akhirnya menuntun saya pada masa-masa jatuh-bangun. Membuat saya hanya terpacu untuk cepat keluar dari tempat itu, membuktikan bahwa saya berhasil keluar tanpa peduli seperti apa ilmu yang sudah saya dapat.

Akhirnya saya berhasil lulus, tidak sesuai dengan target orang-orang yang ada di sekitar saya .. tapi tidak menutup mulut mereka untuk bertanya,
"Kerja dimana sekarang?"
Lalu, ketika saya dengan lantang berbicara kalau saya mau sekolah lagi, seakan-akan mereka takjub. Karena seharusnya langkah yang saya ambil adalah bekerja dan bukan sekolah lagi. Bahwa seakan-akan masa untuk sekolah sudah berakhir.

Tidak jarang bahkan ada yang bertanya,
"Kapan nyusul nikah?"
Wow ... luar biasa. Saya, jujur saja, sering emosi kalau ada yang membahas ini. Seakan-akan tujuan saya hidup adalah untuk berkembang biak, terlepas bahwa saya termasuk di kingdom yang sama dengan mamalia lainnya, tetapi saya rasa ada tujuan yang lebih besar daripada itu.

Saya cukup merasa jengah dengan pertanyaan-pertanyaan hidup yang terlalu basi yang harus ditanyakan oleh semua orang. Setelah bekerja lalu menikah lalu nanti akan ditanya, "Kapan punya momongan?"; "Kapan nih si Kakak punya Adek?"; "Anaknya sekolah dimana?" ..... dan pertanyaan-pertanyaan lain.


Kemudian, saya jadi berpikir, apa iya sih orang-orang begitu tidak kreatifnya sampai-sampai setiap kali berbasa basi harus bertanya hal-hal lumrah seperti itu? Lalu, apabila itu hanya basa basi, ketika saya memberikan jawaban yang tidak umum, mengapa seakan-akan semua orang harus terkejut?

Saya baru saja lulus, saya belum mau bekerja, saya mau mencoba sekolah lagi. Saya tidak mau menikah, mungkin belum. Saya masih kesulitan untuk percaya pada komitmen jangka panjang sebesar itu. Saya tidak suka anak kecil, jadi saya tidak mau memilikinya. Saya tidak mau tinggal di dekat keluarga besar saya, saya lebih suka sendirian dan dekat dengan teman-teman yang saya pilih sendiri. Saya tidak mau terikat dan tidak mau mengurus orang lain. Saya egois dan saya lebih suka jadi pusat perhatian dibandingkan memberi perhatian. dan; saya tidak suka punya jalur hidup yang sama dengan orang lain. 

Comments

  1. Hehehehe dan kamu tidak sendirian.....

    ReplyDelete
  2. Setuju Gitaaaa.. Alur nya pasti gitu deh..
    Selesai pertanyaan A masuk ke pertanyaan B, dst.

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Mr.B

B  : You change your hair. Me : Wooow! You noticed? >o< B  : It's hard not to. Me : Nobody else said anything bout it. * blink* Aku merasa sedikit terperanjat karena tanda lingkaran hijau di samping namanya tidak lagi menyala. Ada sedikit rasa pedih membersit, ketika tiba-tiba nama itu tidak lagi muncul di layar telepon genggamku.  Aku menunggu beberapa saat kemudian, berharap nama itu kembali menyala dan membalas apa yang sudah aku katakan. Aku hanya menggigit ujung bibirku dan mematikan ponselku seraya memasukkannya ke dalam tas.  Hari ini hujan dan aku lupa membawa payung. Sial . Aku mengumpat dalam hati dan berlari menembus hujan kota Jakarta, menuju halte TransJakarta yang berjarak seratus meter dari pintu gedung kantorku.  ... Aku melempar lembaran tissue ke sepuluh yang sudah aku gunakan ke dalam keranjang sampah di belakangku. Not the time to get sick! Aku kembali bersumpah serapah dalam hati. Merasa menyesal karena...

one missed birthday

Ring . ring . Pukul 06.00. Aku terbangun dengan kepala sedikit pusing. Bingung karena tak merasa memasang alarm yang akan membangunkanku di pagi buta ini. Kuraih handphone mungil itu dan melihat tulisan di layarnya. Yagh, memang bukan alarm. Hanya reminder. ‘Sarah’s birthday.’ Dengan segera aku buka phonebookku yang sudah tak terhitung lagi ada berapa banyak nama yang terpampang disana. Ada! Nomor telepon Sarah di negeri seberang itu. Tapi, masihkah ia menggunakan nomor ini? Kuurungkan niatku dan segera menuju menuju shortcut Facebook dan mencari namanya diantara 1000 nama lainnya. Tidak ada! Aku mencoba membuka semua foto dan notes mengenai dia. Tidak ada! Kemana dia? Namun ternyata rasa penasarannya termakan oleh rasa kantuk yang masih luar biasa. Aku kembali tertidur dan melupakannya dengan segera. Siang ini sepi. Aku hanya duduk sendiri di area kampus yang selalu bisa membuatku tidak merasa sendiri walaupun pada kenyataanya tempat itu memang sepi. Terl...

"Maaf, apakah saya mengenal Anda?"

Aku ingin membunuhnya. Suara-suara yang meracau ketika aku tengah terbangun. Ikut terdiam ketika aku butuh untuk dinina-bobokan. Aku membencinya karena ia datang ketika aku tidak menginginkannya. Membuatku terjaga dengan kepala berat, Dan sungguh, itu menyebalkan. Aku ingin membunuhnya. Suara-suara gaduh di luar sana. Yang dengan sekejap mata bisa membuat aku melayang tinggi ke surga. Tapi, dengan tak kalah cepat membuat aku jatuh hingga terpeleset masuk ke dalam kubangan. Sungguh keparat! Aku ingin membunuhnya. Suara-suara kacau. Berisik! Hingga ingin aku berteriak di telinganya, "Siapa Anda berani meracau di tiap hari saya?". Aku seperti orang tuli yang ingin mendengar. Aku seperti pencipta orkestra yang membenci biola. Aku seperti orang linglung di tengah orang-orang jenius. Dan, aku benci keadaan itu. Aku ingin membunuhnya. Suara-suara yang membuatku merasa demikian. Aku ingin membunuhnya. Suara yang membuat hati ini bergejolak. Ingin muntah. Ingin lari. Ingin hilang. Hin...