Skip to main content

it's you ..

Namanya Andini. Sahabatku. Seorang gadis yang biasa saja. Mungkin juga bisa karena dirinya, maka malam ini terasa semakin sesak. Matanya yang menatap lurus ke arahku. Meminta jawaban yang sudah kutunda dari 8 menit yang lalu.

"Kamu sudah melanggar peraturan ini, lowh." tegur Andini lagi kepadaku sambil memalingkan wajahnya ke arah jam dinding yang sudah menandakan bahwa 8 menitku sudah habis. Delapan menit adalah angka sakral kami. Sebuah angka tak terhingga, infinite.

Aku memalingkan wajah. Enggan menatapnya.

"Apa penyesalan terberatmu?" Andini kembali bertanya. Kali ini suaranya sudah mulai terdengar tidak sabar.

Seandainya saja bukan kamu yang bertanya, tidak akan aku sulit untuk berkelit, Andini.

"Pernah tahu rasanya mendapat tiket konser gratis tapi karena kamu merasa takut capek sehari-semalam berdiri, akhirnya tiket itu kamu biarkan expired? Kamu pajang saja di kamarmu sebagai hiasan, sampai akhirnya kamu melihat orang lain, temanmu mungkin, datang ke konser itu dan bercerita bahwa aku melewatkan performansi yang paling keren yang tidak akan aku lihat nanti. Yah, seperti itu rasanya." jawabku.

"Kamu nggak menjawab."
Keningnya mulai berkerut. Tanda ia mulai kesal.

Tapi, bagaimana aku bisa menjawabnya kalau penyesalan terbesarku adalah kamu, Andini?

"Aku melalui tahun-tahun yang terasa biasa saja. Sangat biasa sampai aku tidak pernah merasa takut kalau akan ada yang hilang." aku menghela nafas. Tidak berani menatap wajahnya.

"Lalu?" tanyanya kembali tidak sabar.

Brengsek! Aku menatap langit-langit, meminta bantuan dari surga. Tetapi, yang ada malah bibirku berucap lagi

"Sampai aku sadar bahwa aku melewatkan seseorang yang luar biasa. Melewatkan adanya kesempatan untuk mengungkapkan apa yang aku rasa. Hanya menjadi orang biasa untuknya. Hanya cuma bisa bersyukur dari segelintir sentuhannya yang tak berarti untuknya. Untuk mengatur nafas setiap kali orang itu berada di hadapanku. Menyaksikan semakin tidak mungkin untuk meraihnya."

"Memangnya ada orang yang bisa membuat kamu seperti itu?" tanyanya sambil tertawa.

Brengsek Andini! Jangan menertawaiku.

"Tu kan, kamu nggak akan percaya." balasku malas.

"Kamu adalah orang paling penuh logika yang nggak percaya dengan cinta-cintaan. Somehow, sangat bertentangan dengan aku. Mungkin itu bikin aku lengket sama kamu ya. That's why I love you." sahutnya sambil tertawa.

"You love me?" cukup kaget mendengar kata-katanya sampai aku setengah berteriak.

Dan, ia hanya tertawa terbahak-bahak, "of course I love you, you are my very best girl friend I've ever had, Jessica!"

Sialan Andini! Berhenti tertawa. Itu kamu. Andai kamu tahu, itu kamu!  Dan aku hanya bisa ikut tertawa bersamanya.

Comments

Popular posts from this blog

Mr.B

B  : You change your hair. Me : Wooow! You noticed? >o< B  : It's hard not to. Me : Nobody else said anything bout it. * blink* Aku merasa sedikit terperanjat karena tanda lingkaran hijau di samping namanya tidak lagi menyala. Ada sedikit rasa pedih membersit, ketika tiba-tiba nama itu tidak lagi muncul di layar telepon genggamku.  Aku menunggu beberapa saat kemudian, berharap nama itu kembali menyala dan membalas apa yang sudah aku katakan. Aku hanya menggigit ujung bibirku dan mematikan ponselku seraya memasukkannya ke dalam tas.  Hari ini hujan dan aku lupa membawa payung. Sial . Aku mengumpat dalam hati dan berlari menembus hujan kota Jakarta, menuju halte TransJakarta yang berjarak seratus meter dari pintu gedung kantorku.  ... Aku melempar lembaran tissue ke sepuluh yang sudah aku gunakan ke dalam keranjang sampah di belakangku. Not the time to get sick! Aku kembali bersumpah serapah dalam hati. Merasa menyesal karena...

one missed birthday

Ring . ring . Pukul 06.00. Aku terbangun dengan kepala sedikit pusing. Bingung karena tak merasa memasang alarm yang akan membangunkanku di pagi buta ini. Kuraih handphone mungil itu dan melihat tulisan di layarnya. Yagh, memang bukan alarm. Hanya reminder. ‘Sarah’s birthday.’ Dengan segera aku buka phonebookku yang sudah tak terhitung lagi ada berapa banyak nama yang terpampang disana. Ada! Nomor telepon Sarah di negeri seberang itu. Tapi, masihkah ia menggunakan nomor ini? Kuurungkan niatku dan segera menuju menuju shortcut Facebook dan mencari namanya diantara 1000 nama lainnya. Tidak ada! Aku mencoba membuka semua foto dan notes mengenai dia. Tidak ada! Kemana dia? Namun ternyata rasa penasarannya termakan oleh rasa kantuk yang masih luar biasa. Aku kembali tertidur dan melupakannya dengan segera. Siang ini sepi. Aku hanya duduk sendiri di area kampus yang selalu bisa membuatku tidak merasa sendiri walaupun pada kenyataanya tempat itu memang sepi. Terl...

"Maaf, apakah saya mengenal Anda?"

Aku ingin membunuhnya. Suara-suara yang meracau ketika aku tengah terbangun. Ikut terdiam ketika aku butuh untuk dinina-bobokan. Aku membencinya karena ia datang ketika aku tidak menginginkannya. Membuatku terjaga dengan kepala berat, Dan sungguh, itu menyebalkan. Aku ingin membunuhnya. Suara-suara gaduh di luar sana. Yang dengan sekejap mata bisa membuat aku melayang tinggi ke surga. Tapi, dengan tak kalah cepat membuat aku jatuh hingga terpeleset masuk ke dalam kubangan. Sungguh keparat! Aku ingin membunuhnya. Suara-suara kacau. Berisik! Hingga ingin aku berteriak di telinganya, "Siapa Anda berani meracau di tiap hari saya?". Aku seperti orang tuli yang ingin mendengar. Aku seperti pencipta orkestra yang membenci biola. Aku seperti orang linglung di tengah orang-orang jenius. Dan, aku benci keadaan itu. Aku ingin membunuhnya. Suara-suara yang membuatku merasa demikian. Aku ingin membunuhnya. Suara yang membuat hati ini bergejolak. Ingin muntah. Ingin lari. Ingin hilang. Hin...