Skip to main content

hujan sudah turun, kamu dimana?


p.s : play the music while you're reading this post .. :)




Hari ini sudah hari Kamis. Saat ini sedang hujan. Sama seperti waktu yang kamu janjikan padaku dulu, ketika kamu bilang kamu mau pergi. Katamu sebentar saja. Dan, kamu akan datang ketika hari Kamis turun hujan.

Entah itu keberuntunganmu atau mungkin hanya sebuah ketidaksengajaan. Hampir selama dua bulan ini, hujan tidak pernah turun di hari Kamis. Dan .. selama itu pula, aku hanya duduk seharian penuh menunggu hujan turun di hari Kamis.

Hari ini hujan sudah turun. Aku sudah berdandan, tepat seperti yang kamu minta. Aku menggunakan gaun putihku satu-satunya, dulu yang pernah kamu beri padaku di hari kelulusanku. Kamu bilang aku seperti malaikat, malaikat yang terikat oleh iblis seperti kamu.

Hujan sudah turun . . awalnya hanya rintikan biasa, ketika aku mulai menorehkan berbagai macam make up di wajahku. Menunggu kamu untuk datang dan melihat aku dengan pesona maksimal yang bisa aku tunjukkan. Sekarang hujan sudah turun lebat, petir bahkan menorehkan kilatnya kesana kemari. Aku masih menunggu kamu di tepi jendela ini. Sama seperti waktu kamu pergi dulu, kamu meminta aku untuk menunggu disini.

Kamu bilang kamu tidak akan pergi lama. Dan, entah bagaimana kamu bilang hari Kamis adalah hari baikmu .. hari baikmu untuk bertemu aku. Sama seperti dulu ketika kamu selalu datang menjengukku di balik dinding-dinding ini. Kamu bilang, alam membuat kita bersatu .. ketika hujan di hari Kamis. Sampai saat ini, aku masih belum mengerti.

Hanya kata-katamu yang aku ingat. Kalau kamu pasti akan datang. Satu-satunya orang yang tidak pernah mengingkari janjinya. Dan, aku juga terus menunggu. Memasang boneka penolak hujan di hari lain, agar setiap Kamis, hujan akan turun. Hari ini aku beruntung.

Hari ini adalah hari yang jamu janjikan. Hujan turun semenjak pagi di hari Kamis ini. Aku menunggu .....


Hari ini hari Kamis, dan hujan sudah turun.

Hujan sudah berhenti. Aku masih mematung berjam-jam melihat air hujan yang sudah semakin mengering. Kamu tidak datang.

Hujan sudah berhenti.

Hari Kamis sudah berlalu.

Kamu tidak datang.

Comments

Popular posts from this blog

Mr.B

B  : You change your hair. Me : Wooow! You noticed? >o< B  : It's hard not to. Me : Nobody else said anything bout it. * blink* Aku merasa sedikit terperanjat karena tanda lingkaran hijau di samping namanya tidak lagi menyala. Ada sedikit rasa pedih membersit, ketika tiba-tiba nama itu tidak lagi muncul di layar telepon genggamku.  Aku menunggu beberapa saat kemudian, berharap nama itu kembali menyala dan membalas apa yang sudah aku katakan. Aku hanya menggigit ujung bibirku dan mematikan ponselku seraya memasukkannya ke dalam tas.  Hari ini hujan dan aku lupa membawa payung. Sial . Aku mengumpat dalam hati dan berlari menembus hujan kota Jakarta, menuju halte TransJakarta yang berjarak seratus meter dari pintu gedung kantorku.  ... Aku melempar lembaran tissue ke sepuluh yang sudah aku gunakan ke dalam keranjang sampah di belakangku. Not the time to get sick! Aku kembali bersumpah serapah dalam hati. Merasa menyesal karena...

one missed birthday

Ring . ring . Pukul 06.00. Aku terbangun dengan kepala sedikit pusing. Bingung karena tak merasa memasang alarm yang akan membangunkanku di pagi buta ini. Kuraih handphone mungil itu dan melihat tulisan di layarnya. Yagh, memang bukan alarm. Hanya reminder. ‘Sarah’s birthday.’ Dengan segera aku buka phonebookku yang sudah tak terhitung lagi ada berapa banyak nama yang terpampang disana. Ada! Nomor telepon Sarah di negeri seberang itu. Tapi, masihkah ia menggunakan nomor ini? Kuurungkan niatku dan segera menuju menuju shortcut Facebook dan mencari namanya diantara 1000 nama lainnya. Tidak ada! Aku mencoba membuka semua foto dan notes mengenai dia. Tidak ada! Kemana dia? Namun ternyata rasa penasarannya termakan oleh rasa kantuk yang masih luar biasa. Aku kembali tertidur dan melupakannya dengan segera. Siang ini sepi. Aku hanya duduk sendiri di area kampus yang selalu bisa membuatku tidak merasa sendiri walaupun pada kenyataanya tempat itu memang sepi. Terl...

"Maaf, apakah saya mengenal Anda?"

Aku ingin membunuhnya. Suara-suara yang meracau ketika aku tengah terbangun. Ikut terdiam ketika aku butuh untuk dinina-bobokan. Aku membencinya karena ia datang ketika aku tidak menginginkannya. Membuatku terjaga dengan kepala berat, Dan sungguh, itu menyebalkan. Aku ingin membunuhnya. Suara-suara gaduh di luar sana. Yang dengan sekejap mata bisa membuat aku melayang tinggi ke surga. Tapi, dengan tak kalah cepat membuat aku jatuh hingga terpeleset masuk ke dalam kubangan. Sungguh keparat! Aku ingin membunuhnya. Suara-suara kacau. Berisik! Hingga ingin aku berteriak di telinganya, "Siapa Anda berani meracau di tiap hari saya?". Aku seperti orang tuli yang ingin mendengar. Aku seperti pencipta orkestra yang membenci biola. Aku seperti orang linglung di tengah orang-orang jenius. Dan, aku benci keadaan itu. Aku ingin membunuhnya. Suara-suara yang membuatku merasa demikian. Aku ingin membunuhnya. Suara yang membuat hati ini bergejolak. Ingin muntah. Ingin lari. Ingin hilang. Hin...