Skip to main content

when enough is never enough tonight

Hari ini, sekali lagi rencana saya cukup tidak berjalan sesuai dengan yang saya harapkan. Which as always, akan membuat mood saya cukup berantakan. Tapi, seharusnya semua ini sudah bisa saya prediksi sebelumnya dan sebenarnya bisa saya cegah sebelum hal tersebut terjadi.

Namun, sekali lagi ternyata hati saya kalah dengan ratio saya. Saya cukup terlena dengan beberapa hal yang cukup membuat saya senang, hingga akhirnya saya sampai pada satu titik dimana saya sadar kalau saya harus 'bangun' dan menghentikan semuanya.

Diawali dari sebuah niat yang cukup jahat dari buah pikiran saya atas sebuah misi 'balas dendam', tapi ternyata berujung dengan 'senjata makan tuan'.

Saya seharusnya sadar bahwa saya belum siap untuk memulai kembali perjalanan menuju ke sebuah mesin waktu, saya juga seharusnya sudah sangat sadar bahwa tidak akan ada sebuah niat jahat yang akan berlangsung dengan sukses.

Saya cukup merasa marah, bukan dengan orang yang ingin saya 'kerjai', tapi saya marah pada diri saya sendiri untuk segala kebodohan sia-sia yang saya lakukan. Yang sekali lagi, berujung pada sebuah penyesalan yang cukup dalam.

Dan .. tiba-tiba saya berpikir, "Mengapa saya harus menjadi orang yang saya benci?"

Ingin saya membunuh orang itu. Sosok yang menghantui saya. The other side of me. Seseorang yang tidak pernah merasa puas dan selalu ingin lebih.

Saya kemudian teringat beberapa percakapan yang pernah saya lakukan dengan orang-orang terdekat saya.

Saya : Pernah gag sih lu ngerasa iri sama hidup orang lain?
X : Engga, gw hepii ama hidup gw sendiri!
Saya : Lucky u !


Saya : Capek ya jadi orang kok gag bisa puas dan selalu pengen lebih.
Z : Bukannya bagus ya? Kan jadi selalu berjuang untuk hal yg lbh baik.
Saya : Huff. Why enough is never enough?
Z : Biar ad kata 'satisfaction'. hehehe .



Banyak orang beranggapan kalau ada baiknya selalu merasa haus untuk mencapai kepuasan, sehingga usahanya bisa maksimal. Tapi, bukankah lelah apabila terus-terusan harus mengejar sesuatu hal yang entah kapan bisa didapat? Apalagi kalau setiap saat selalu mencoba untuk menyaingi hidup orang lain.

And .. malam ini ..
Saya mengakhiri hari yang cukup lelah ini dengan sebuah pikiran yang masih mengganjal dengan mencoba mengingat salah satu perkataan teman saya, "If you have any problem, coba deh dengerin orang curhat. Then, kamu bakal tau kalo orang yang punya masalah di dunia ini nggak cuman kamu aja. You're not the only one who feel bad at that time kok!"

Comments

Popular posts from this blog

akhirnya, aku yang pergi ...

Pagi itu, tepat pukul 8 pagi. Waktu yang ia janjikan untuk pergi menunaikan kewajiban kami setiap minggu. Aku sudah sampai di depan rumahnya. Ada 3 mobil terparkir di halaman rumahnya, pasti itu milik teman-temannya, yang aku asumsikan telah menginap di rumahnya semalaman ini. Tidak heran kalau telepon selularnya tidak ia angkat. Aku beranjak menuju pintu depan dan dengan mudah aku bisa masuk ke dalamnya. Ternyata tidak terkunci. Aku masuk kedalam dan melihat sebuah pemandangan yang sudah kuperkirakan sebelumnya. Sebuah transformasi dari sebuah rumah mewah bergaya minimalis, hasil keringatnya sendiri, menjadi sebuah kapal pecah yang penuh dengan laki-laki yang tertidur topless dan berbau alkohol. Aku tidak bisa menemukan dirinya di ruang tamu itu, kuasumsikan ia ada di kamarnya. Selama beberapa saat, pikiranku cukup melayang menuju beberapa tahun terakhir ini .. Rian Suhandi. Kakak kelasku yang aku kenal ketika aku baru saja memasuki sebuah perguruan tinggi swasta di kota bunga itu. A...

Question of Life (?)

Sehabis berbincang-bincang dengan seorang teman, saya kemudian berpikir akan pertanyaan-pertanyaan yang sering kali menjadi acuan akan jalan hidup seseorang. Pernah ada orang yang berkata pada saya kalau hidup seseorang itu dirancang hanya untuk mengikuti jalur yang sudah ada, yang kemudian menjadi tuntunan orang-orang untuk berani lancang bertanya pada orang lain akan hal-hal yang harusnya terjadi pada orang tersebut. "Mau kuliah dimana?" Pertanyaan pertama yang mulai saya dapatkan ketika saya berhasil lulus SMA. Pertanyaan yang seakan-akan memberi sejuta ton pemberat untuk hidup saya karena seolah-olah saya harus masuk ke perguruan tinggi terbaik di dunia. "Kapan lulus?" Pertanyaan retorik basa-basi yang akan selalu ditanyakan semua orang melihat angka semester saya yang sudah semakin membengkak. Yang pada akhirnya menuntun saya pada masa-masa jatuh-bangun. Membuat saya hanya terpacu untuk cepat keluar dari tempat itu, membuktikan bahwa saya berhasil ...

My RainMan

Untuk aku dan dia, hujan adalah segalanya. Hujan adalah sebuah mediator yang membuat aku dan dia bertemu. Ketika hujan turun, aku akan selalu berlari menuju ke luar rumahku dan mencoba untuk merasakan setiap tetesannya berjatuhan di telapak tanganku. Berbeda dengan dia yang dengan santai berjalan dengan elok di bawah guyurannya. Untukku, itu terlalu memakan resiko, resiko kalau esok hari aku harus tetap berada di bawah selimut karena virus influenza yang gemar sekali mendatangi tubuh mungilku. Dan hujan .. membuat semuanya menjadi mustahil bagiku. Sebuah keajaiban kecil yang Tuhan beri untuk umatnya dan secara random meluncur ke hadapanku. Aku memanggilnya rainman, karena setiap kali aku bertemu dengannya hujan pasti akan turun. Terlepas dari prakiraan cuaca yang men- judge kampung halamanku ini sebagai kota hujan, hujan pasti akan selalu turun ketika ia ada. Pasti. "Kamu nggak bawa payung lagi?" tanyaku klise ketika ia berdiri di depan rumahku. "Ngg...