Skip to main content

Bogor, di malam terakhir ini ..

Place : Home
Time : 8.04 p.m.

Malam terakhir saya di Bogor. Sebuah kota kecil di selatan Ibukota negara. Tempat saya dibesarkan dan banyak melalui hal-hal 'bodoh' semasa puber dan peranjakan dewasa.

Malam ini, saya benar-benar merasa ingin tinggal lebih lama di kota ini. Saya belum mau kembali ke Yogya. Saya belum mau dulu bertemu dengan teman-teman dan pacar saya disana. Saya merasa masih ingin berada disini. Melepas kerinduan saya dengan kamar saya yang besar dan berwarna-warni. Melepas rasa kehilangan saya dengan orang-orang di rumah yang akhirnya untuk sekian lama saya menanti, bisa berkumpul semuanya lagi. Melepas sebuah perasaan bersalah saya terhadap teman-teman disini. Menikmati indahnya nostalgia yang cupu dan mengharukan. Menikmati moment-moment 'story telling' mengenai hal-hal yang saya lewatkan.

Intinya. Saya masih merasa punya hutang banyak dengan kota ini, tapi studi saya di Yogya mengharuskan saya untuk segera kembali kesana. Tapi, saya juga sadar kalau waktu terus berjalan dan mau tidak mau saya akan harus tetap menjalani hari esok dengan tiket pesawat yang sudah ada di tangan untuk mengantar saya kembali ke kota pelajar itu. Maka sebab itu juga, saya mau sedikit bercerita mengenai apa yang saya alami beberapa hari terakhir ini.

....

Dimulai dari perjalanan pulang saya yang penuh rasa takut karena buruknya cuaca mengakibatkan pesawat yang saya tumpangi banyak mengalami goncangan. Tetapi, betapa senangnya saya ketika kedua orang tua saya datang menjemput saya kemudian kami menghabiskan malam bersama kakak saya yang sudah menunggu di sebuah mal di kawasan Jakarta Utara. Sudah lama saya tidak merasakan momen seperti itu. Hanya kami berempat, tertawa seperti orang bodoh, merasakan hangatnya tawa mereka, dan merasakan kasih sayang yang utuh dan lengkap.

Suasana itu yang kemudian membangkitkan jiwa saya untuk sedikit menjadi 'anak baik' selama di rumah. Kalau sebelumnya saya menjadi anak manja yang tidak mau susah di rumah, kali ini saya dengan kemauan saya sendiri begitu menikmati pekerjaan rumah yang saya lakukan dengan sukarela. Saya berusaha semampu saya untuk membuat orang di rumah tidak merasa susah. Dan anehnya, saya menyukainya. Saya menikmatinya. Saya begitu menikmati kelengkapan dan kehangatan isi rumah yang sudah lama saya rindukan semenjak saya kuliah di Yogya. Dan saya mulai menyadari betapa nikmatnya berada di rumah dan betapa rindunya saya dengan mereka selama ini. Saya bersyukur. Saya sangat merasa beruntung.

Berbeda lagi dengan apa yang saya alami tadi malam. Saya bertemu dengan salah seorang sahabat saya yang sudah lama tidak bertemu dengan saya. Banyak hal yang sudah ia alami, dan itu berarti banyak hal pula yang sudah saya lewatkan. Saya menjadi sangat menyesal untuk tidak mencoba mencari tahu apa yang terjadi dengan dirinya, apa yang sudah ia alami, dan saya sangat menyesal jika saya tidak berada di sampingnya pada saat ia sedang butuh dukungan. Dan di sela-sela rasa bersalah saya, saya sangat merasa beruntung ketika ia masih dengan hangat menerima saya untuk tetap menjadi seorang sahabat.

Hari ini, kembali lagi saya bertemu sahabat-sahabatn saya yang lain. Orang-orang yang benar-benar telah mengisi hari-hari saya dahulu dan membuat saya menjadi manusia seperti hari ini. Orang-orang yang telah bersama saya menjalani 6 tahun saya di Bogor dan benar-benar berpengaruh dalam hidup saya. Orang-orang yang telah membuat saya bahagia, marah, sedih, dan menangis. Bahkan, saya tidak bisa memungkiri bahwa saya sempat berpikir untuk melanjutkan hidup saya tanpa mereka di dalamnya karena saya merasa begitu kecewa dengan apa yang pernah mereka lakukan. Tetapi, hari ini saya menyadari sesuatu. Di saat saya merasa mereka membuat saya kecewa dan merasa bahwa mereka telah berubah menjadi orang-orang yang berbeda dari saya, disitu saya merasa bahwa saya lah orang yang tidak pernah mencoba untuk bergerak maju. Disitu saya mulai menyadari bahwa saya adalah orang yang selalu ingin membuat keadaan sama seperti dahulu padahal hari ini tidak akan pernah sama dengan kemarin. Saya lah yang tidak bisa menerima perubahan itu. Dan hari ini, saya mulai menyadari bahwa saya dan mereka memang berubah, bahwa tidak akan ada hal yang sama. Bahwa saya, mau tidak mau harus mencoba untuk menerima itu dan terus bergerak maju.


....


Tetapi, malam ini memang malam terakhir saya ada di Bogor pada liburan kali ini. Esok, mungkin akan menjadi malam yang berbeda lagi. Esok, pasti akan ada banyak lagi pelajaran baru yang akan saya dapatkan. Namun, kali ini, saya akan mencoba untuk bergerak maju tanpa meninggalkan yang sudah berlalu. Kali ini, saya akan mencoba untuk menghargai apa yang saya miliki dan apa yang saya lalui. Menjaganya dan menjadikannya sebuah bekal.

Comments

Popular posts from this blog

akhirnya, aku yang pergi ...

Pagi itu, tepat pukul 8 pagi. Waktu yang ia janjikan untuk pergi menunaikan kewajiban kami setiap minggu. Aku sudah sampai di depan rumahnya. Ada 3 mobil terparkir di halaman rumahnya, pasti itu milik teman-temannya, yang aku asumsikan telah menginap di rumahnya semalaman ini. Tidak heran kalau telepon selularnya tidak ia angkat. Aku beranjak menuju pintu depan dan dengan mudah aku bisa masuk ke dalamnya. Ternyata tidak terkunci. Aku masuk kedalam dan melihat sebuah pemandangan yang sudah kuperkirakan sebelumnya. Sebuah transformasi dari sebuah rumah mewah bergaya minimalis, hasil keringatnya sendiri, menjadi sebuah kapal pecah yang penuh dengan laki-laki yang tertidur topless dan berbau alkohol. Aku tidak bisa menemukan dirinya di ruang tamu itu, kuasumsikan ia ada di kamarnya. Selama beberapa saat, pikiranku cukup melayang menuju beberapa tahun terakhir ini .. Rian Suhandi. Kakak kelasku yang aku kenal ketika aku baru saja memasuki sebuah perguruan tinggi swasta di kota bunga itu. A...

Question of Life (?)

Sehabis berbincang-bincang dengan seorang teman, saya kemudian berpikir akan pertanyaan-pertanyaan yang sering kali menjadi acuan akan jalan hidup seseorang. Pernah ada orang yang berkata pada saya kalau hidup seseorang itu dirancang hanya untuk mengikuti jalur yang sudah ada, yang kemudian menjadi tuntunan orang-orang untuk berani lancang bertanya pada orang lain akan hal-hal yang harusnya terjadi pada orang tersebut. "Mau kuliah dimana?" Pertanyaan pertama yang mulai saya dapatkan ketika saya berhasil lulus SMA. Pertanyaan yang seakan-akan memberi sejuta ton pemberat untuk hidup saya karena seolah-olah saya harus masuk ke perguruan tinggi terbaik di dunia. "Kapan lulus?" Pertanyaan retorik basa-basi yang akan selalu ditanyakan semua orang melihat angka semester saya yang sudah semakin membengkak. Yang pada akhirnya menuntun saya pada masa-masa jatuh-bangun. Membuat saya hanya terpacu untuk cepat keluar dari tempat itu, membuktikan bahwa saya berhasil ...

My RainMan

Untuk aku dan dia, hujan adalah segalanya. Hujan adalah sebuah mediator yang membuat aku dan dia bertemu. Ketika hujan turun, aku akan selalu berlari menuju ke luar rumahku dan mencoba untuk merasakan setiap tetesannya berjatuhan di telapak tanganku. Berbeda dengan dia yang dengan santai berjalan dengan elok di bawah guyurannya. Untukku, itu terlalu memakan resiko, resiko kalau esok hari aku harus tetap berada di bawah selimut karena virus influenza yang gemar sekali mendatangi tubuh mungilku. Dan hujan .. membuat semuanya menjadi mustahil bagiku. Sebuah keajaiban kecil yang Tuhan beri untuk umatnya dan secara random meluncur ke hadapanku. Aku memanggilnya rainman, karena setiap kali aku bertemu dengannya hujan pasti akan turun. Terlepas dari prakiraan cuaca yang men- judge kampung halamanku ini sebagai kota hujan, hujan pasti akan selalu turun ketika ia ada. Pasti. "Kamu nggak bawa payung lagi?" tanyaku klise ketika ia berdiri di depan rumahku. "Ngg...