Skip to main content

malam senin .

Malam ini saya lagi ingin menulis. Tapi, saya juga jadi bingung sendiri. Karena saya sekarang lagi stuck in the middle of a cafe in the pouring rain. Dan, otak saya kosong. Daritadi saya selalu ngotot pengen banget hot-spot'an. Pengen nongkrong sendirian di tempat yang cozy dan menikmati malam dengan tenang. Tapi, pikiran saya malah nggak fokus. Saya nggak tahu apa yang mau saya cari dan apa yang ingin saya temukan.

Tapi, pada akhirnya saya kembali lagi bertemu pada suatu titik dimana saya akhirnya berani lagi untuk merasa sendiri. Bahwa saya berani menuju ke sebuah tempat seorang diri dan menghabiskan berjam-jam kosong tanpa saya tahu mau apa dan dengan siapa. Yah, akhirnya saya sampai juga pada moment ini. Moment dimana saya bisa merasa bahwa saya nggak sendirian tapi ketika saya memang harus melakukan sesuatu seorang diri, bukan karena tidak ada yang mau menemani saya tapi karena itu adalah keputusan saya sendiri.

Jadi, saya biarkan saja diri saya tersenyum sendiri. Menikmati momen-momen kejayaan saya ini. Memang sih, bukan hal yang mungkin terasa 'WAH' atau besar. Tapi, bagi saya ini adalah hal yang sulit dan benar-benar butuh keberanian besar untuk melakukannya. Terlebih dengan kejadian yang belakangan ini terjadi pada diri saya.

Saya sadar kok, kalo diri saya masih sangat rapuh dan masih butuh banyak topangan. Tapi, saya juga sadar kalo semakin lama saya terperosok dalam jurang 'kegalauan', semakin saya tidak bisa berdiri. Saya harus bangkit!

Dan sepertinya, akan saya coba mulai dari hari ini.

Comments

Popular posts from this blog

akhirnya, aku yang pergi ...

Pagi itu, tepat pukul 8 pagi. Waktu yang ia janjikan untuk pergi menunaikan kewajiban kami setiap minggu. Aku sudah sampai di depan rumahnya. Ada 3 mobil terparkir di halaman rumahnya, pasti itu milik teman-temannya, yang aku asumsikan telah menginap di rumahnya semalaman ini. Tidak heran kalau telepon selularnya tidak ia angkat. Aku beranjak menuju pintu depan dan dengan mudah aku bisa masuk ke dalamnya. Ternyata tidak terkunci. Aku masuk kedalam dan melihat sebuah pemandangan yang sudah kuperkirakan sebelumnya. Sebuah transformasi dari sebuah rumah mewah bergaya minimalis, hasil keringatnya sendiri, menjadi sebuah kapal pecah yang penuh dengan laki-laki yang tertidur topless dan berbau alkohol. Aku tidak bisa menemukan dirinya di ruang tamu itu, kuasumsikan ia ada di kamarnya. Selama beberapa saat, pikiranku cukup melayang menuju beberapa tahun terakhir ini .. Rian Suhandi. Kakak kelasku yang aku kenal ketika aku baru saja memasuki sebuah perguruan tinggi swasta di kota bunga itu. A...

Question of Life (?)

Sehabis berbincang-bincang dengan seorang teman, saya kemudian berpikir akan pertanyaan-pertanyaan yang sering kali menjadi acuan akan jalan hidup seseorang. Pernah ada orang yang berkata pada saya kalau hidup seseorang itu dirancang hanya untuk mengikuti jalur yang sudah ada, yang kemudian menjadi tuntunan orang-orang untuk berani lancang bertanya pada orang lain akan hal-hal yang harusnya terjadi pada orang tersebut. "Mau kuliah dimana?" Pertanyaan pertama yang mulai saya dapatkan ketika saya berhasil lulus SMA. Pertanyaan yang seakan-akan memberi sejuta ton pemberat untuk hidup saya karena seolah-olah saya harus masuk ke perguruan tinggi terbaik di dunia. "Kapan lulus?" Pertanyaan retorik basa-basi yang akan selalu ditanyakan semua orang melihat angka semester saya yang sudah semakin membengkak. Yang pada akhirnya menuntun saya pada masa-masa jatuh-bangun. Membuat saya hanya terpacu untuk cepat keluar dari tempat itu, membuktikan bahwa saya berhasil ...

My RainMan

Untuk aku dan dia, hujan adalah segalanya. Hujan adalah sebuah mediator yang membuat aku dan dia bertemu. Ketika hujan turun, aku akan selalu berlari menuju ke luar rumahku dan mencoba untuk merasakan setiap tetesannya berjatuhan di telapak tanganku. Berbeda dengan dia yang dengan santai berjalan dengan elok di bawah guyurannya. Untukku, itu terlalu memakan resiko, resiko kalau esok hari aku harus tetap berada di bawah selimut karena virus influenza yang gemar sekali mendatangi tubuh mungilku. Dan hujan .. membuat semuanya menjadi mustahil bagiku. Sebuah keajaiban kecil yang Tuhan beri untuk umatnya dan secara random meluncur ke hadapanku. Aku memanggilnya rainman, karena setiap kali aku bertemu dengannya hujan pasti akan turun. Terlepas dari prakiraan cuaca yang men- judge kampung halamanku ini sebagai kota hujan, hujan pasti akan selalu turun ketika ia ada. Pasti. "Kamu nggak bawa payung lagi?" tanyaku klise ketika ia berdiri di depan rumahku. "Ngg...