Skip to main content

meninggalkan itu berat

kalau harus memilih meninggalkan atau ditinggalkan ?
neither !

haha .

yah .
ditinggalkan itu beraaat .
tapi, meninggalkan jauh lebih berat .
wai ?!

karena anda punya pilihan.
choices.

bisa aja pilihan itu berubah, untuk tetap pergi atau tetap tinggal.
tapi, yg pasti in the end, kita tetap harus memilih .

dan.
memilih untuk meninggalkan semua itu : BERAT !

meninggalkan orang-orang yang paling dicintai untuk meraih mimpi.
meninggalkan catatan sejarah di hati orang-orang itu untuk berlari mengejar asa.
meninggalkan 'keamanan' dan 'kenyamanan' yang susah untuk kembali dicari.

believe me, it's hard .

tapi,
seseorang juga pasti gag mau terkukung dalam sebuah sangkar dan dilarang untuk terbang.
seseorang juga pasti enggan untuk terdiam dan hanya melihat dunia berputar dari jendela.

seseorang pasti ingin ikut merasakan perubahan angin dan ikut terbawa gelombang samudra.
seseorang punya mimpi, dan pasti ingin meraihnya.

itu dia.
harga yang harus dibayar untuk sebuah mimpi.
langkah-langkah berat yang harus diambil untuk meninggalkan dunia kenyamanan kita.

tapi.
aku rasa itu baik.
karena, kalo selamanya terkungkung dan merasa aman.
toh, kita gag akan pernah sadar apa arti dari sebuah kenyamanan bukan ?


nb : gw nulis ini di hari terakhir gw liburan di bogor, setelah memutuskan utk gag plg selama staun ke dpn. berat rasanya utk ninggalin rumah lg. apalg utk ninggalin tmn" gw yg smakin gede" n kluarga gw yg smakin jarang gw sapa. ahaaa . home sweet home .

Comments

Popular posts from this blog

Mr.B

B  : You change your hair. Me : Wooow! You noticed? >o< B  : It's hard not to. Me : Nobody else said anything bout it. * blink* Aku merasa sedikit terperanjat karena tanda lingkaran hijau di samping namanya tidak lagi menyala. Ada sedikit rasa pedih membersit, ketika tiba-tiba nama itu tidak lagi muncul di layar telepon genggamku.  Aku menunggu beberapa saat kemudian, berharap nama itu kembali menyala dan membalas apa yang sudah aku katakan. Aku hanya menggigit ujung bibirku dan mematikan ponselku seraya memasukkannya ke dalam tas.  Hari ini hujan dan aku lupa membawa payung. Sial . Aku mengumpat dalam hati dan berlari menembus hujan kota Jakarta, menuju halte TransJakarta yang berjarak seratus meter dari pintu gedung kantorku.  ... Aku melempar lembaran tissue ke sepuluh yang sudah aku gunakan ke dalam keranjang sampah di belakangku. Not the time to get sick! Aku kembali bersumpah serapah dalam hati. Merasa menyesal karena...

one missed birthday

Ring . ring . Pukul 06.00. Aku terbangun dengan kepala sedikit pusing. Bingung karena tak merasa memasang alarm yang akan membangunkanku di pagi buta ini. Kuraih handphone mungil itu dan melihat tulisan di layarnya. Yagh, memang bukan alarm. Hanya reminder. ‘Sarah’s birthday.’ Dengan segera aku buka phonebookku yang sudah tak terhitung lagi ada berapa banyak nama yang terpampang disana. Ada! Nomor telepon Sarah di negeri seberang itu. Tapi, masihkah ia menggunakan nomor ini? Kuurungkan niatku dan segera menuju menuju shortcut Facebook dan mencari namanya diantara 1000 nama lainnya. Tidak ada! Aku mencoba membuka semua foto dan notes mengenai dia. Tidak ada! Kemana dia? Namun ternyata rasa penasarannya termakan oleh rasa kantuk yang masih luar biasa. Aku kembali tertidur dan melupakannya dengan segera. Siang ini sepi. Aku hanya duduk sendiri di area kampus yang selalu bisa membuatku tidak merasa sendiri walaupun pada kenyataanya tempat itu memang sepi. Terl...

"Maaf, apakah saya mengenal Anda?"

Aku ingin membunuhnya. Suara-suara yang meracau ketika aku tengah terbangun. Ikut terdiam ketika aku butuh untuk dinina-bobokan. Aku membencinya karena ia datang ketika aku tidak menginginkannya. Membuatku terjaga dengan kepala berat, Dan sungguh, itu menyebalkan. Aku ingin membunuhnya. Suara-suara gaduh di luar sana. Yang dengan sekejap mata bisa membuat aku melayang tinggi ke surga. Tapi, dengan tak kalah cepat membuat aku jatuh hingga terpeleset masuk ke dalam kubangan. Sungguh keparat! Aku ingin membunuhnya. Suara-suara kacau. Berisik! Hingga ingin aku berteriak di telinganya, "Siapa Anda berani meracau di tiap hari saya?". Aku seperti orang tuli yang ingin mendengar. Aku seperti pencipta orkestra yang membenci biola. Aku seperti orang linglung di tengah orang-orang jenius. Dan, aku benci keadaan itu. Aku ingin membunuhnya. Suara-suara yang membuatku merasa demikian. Aku ingin membunuhnya. Suara yang membuat hati ini bergejolak. Ingin muntah. Ingin lari. Ingin hilang. Hin...